PojokTIM – Seniman harus memperkuat posisinya agar tidak selalu dikesankan sebagai komunitas yang membutuhkan bantuan negara. Sebaliknya, negara yang membutuhkan seniman untuk mempertahankan budaya yang dimiliki sebagai identitas bangsa di tengah gempuran  arus informasi dan perubahan tatanan dunia.

“Budaya sebagai culture dalam frame besar adalah bagian terpenting dari sikap nasionalisme kita sebagai suatu bangsa. Kita memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi landasan budaya tolerensi. Kita juga dibesarkan dalam budaya saling menghormati, dan semangat persatuan yang lahir dari ide dan gagasan para pemuda di tahun 1928 dalam bentuk teks Sumpah Pemuda. Semua itu harus dijaga dan dipertahankan agar kita tetap utuh sebagai bangsa,” ujar Riri Satria, Ketua Jagat Sastra Milenia (JSM) yang staf khusus Menko Polkam dalam Refleksi Akhir Tahun 2024 yang diselenggarakan Komunitas Sastra Jakarta Timur (KSJT) di PPSB Kisam Djiun Jakarta Timur, Sabtu (14/12/2024).

Istilah ketahanan budaya, diakui Riri belum familiar di telinga masyarakat seperti halnya ketahanan pangan, ketahanan energi, dan lain-lain. Padahal ketahanan budaya juga memiliki posisi penting yang harus mendapat perhatian serius.

“Kita gembira ketika pemerintah telah menyadari pentingnya ketahanan budaya melalui pembentukan Kementerian Kebudayaan, di mana sebelumnya juga telah lahir UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” terang Riri.

Berbicara setelahnya, penulis Nugroho Putu Warsito mengamini pentingnya ketahanan budaya sebuah bangsa. “Kita bisa memilih menjadi karang yang kokoh di tengah badai, atau pohon nyiur yang lentur. Sebagai seniman, kita bisa menangkap, mengungkap dan menggerakkan ide menjadi kekuatan,” ujar Nugroho yang juga pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan,

Acara yang dipandu Ihwal Benz Satriadji dan Gamasari Pramodawardani serta moderator diskusi Rissa Churria, dibuka dengan sambutan Ketua Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Imam Ma’arif.

Menurut Imam, Simpul Seni senantiasa mendorong lahirnya komunitas seni yang inklusif dan memiliki kegiatan positif dengan memanfaatkan fasilitas yang disediakan pemerintah daerah seperti gedung PPSB Kisam Djiun yang cukup megah.

“Saat ini indeks pembangunan kebudayaan (IPK) Jakarta kalah dibanding Yogyakarta dan Bali. Bahkan IPK Jakarta di bawah IPK nasional. Padahal Jakarta memiliki fasilitas kesenian yang memadai dan cukup representatif. Oleh karenanya, DKJ melalui Simpul Seni berupaya mendorong pembentukan komunitas seni di mana tujuan akhirnya adalah meningkatkan IPK yang ditandai dengan peningkatan kualitas hidup para pelaku seni,” ujar Imam.

Selain diskusi, acara Refleksi Akhir Tahun 2024 juga diisi dengan pembacaan puisi oleh sejumlah penyair dan sastrawan yakni Saut Poltak Tambunan, Giyanto Subagio, Nunung El Niel, Shantined, Ranum AD dan Ndieen Sas.

 

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini