kami hanya tulang-tulang kecil
dalam lintasan sejarah
1948, 1967, 1973, 1982, 1987, 2000, 2007 … 2023

tersimpan dalam kotak mainan
dibawa terbang malaikat maut ke langit tinggi

(Di Gaza, 2023)

PojokTIM – Gerimis yang ada dalam Sajak-Sajak Malam Gerimis: Setangkai Chairil Anwar bukan fenomena alam, tapi metafora dari pengalaman panjang penulisnya. Idrus F Shahab menggunakan gerimis sebagai jembatan penghubung antara alam dan jiwa manusia, lalu berangsur bergerak ke dalam renungan tentang eksistensi manusia dan hubungannya dengan peristiwa.

Sajak-Sajak Malam Gerimis menampilkan 59 puisi yang dibagi menjadi 2 bab, mengambil latar suasana malam dengan iringan gerimis. Ada sekitar 16 puisi yang menggunakan diksi gerimis dan hujan untuk menggambarkan kerinduan, kesepian, perenungan, kesedihan dan juga harapan.

Demikian dipaparkan Nuthayla Anwar, dosen IAI Al Ghurobba yang juga seorang penyair, ketika menjadi pembicara dalam diskusi membedah buku kumpulan puisi karya Idrus Shahab di aula PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Minggu (13/4/2025). Acara yang dirangkai halal bi-halal Idul Fitri 1446 H tersebut dihadiri sastrawan, seniman, pengamat sastra, akademisi, serta sejumlah mantan wartawan, terutama mantan rekan kerja Idrus Shahab saat masih bekerja di Majalah Tempo.

“Pada puisi Di Gaza, Idrus F Shahab mempuisikan sahidnya beribu bocah Palestina dengan gaya bahasa seorang sufi yang mengenalkan kita pada kesedihan dimensi lain. Deretan tahun yang dijajar apik seperti cambuk, memecut kita telah menjadi penonton setia sebuah tragedi (yang telah berlangsung) sekian lama,” ujar Nuthayla dengan gaya retoris.

Pembicara lain, Chairil Gibran Ramadhan yang lebih dulu memaparkan tinjauannya, mengungkapkan puisi-puisi Idrus Shahab tidak hanya fokus pada satu tema. “Puisi-puisinya melanglangbuana ke bidang lain, tidak hanya tentang Betawi, namun juga Gaza. Bukan hanya cinta, namun juga kritik sosial,” kata Chairil Gibran yang akrab disapa Cgr.

Diskusi semakin intens ketika Fachry Ali yang selama ini dikenal sebagai pengamat politik, turut membahas dengan metode penelitian.

“Karena saya peneliti, saya ingin tahu (karya) ini fenomena apa. Dan yang pertama terbentik adalah penggambaran alam yang memunculkan art imagination. Ketika (penulis) berbicara tentang stasiun yang sudah tidak dipakai lagi, tiba-tiba muncul sebuah kalimat “kamilah bangku-bangku kosong itu”. Sesuatu yang melompat, makhluk imajinatif, yang tiba-tiba ada di depan kita, mendadak, lalu memberikan jawaban walaupun tidak diminta, dan menurut saya (strukturnya) sangat tepat,” ujar Fachry.

Langkah kedua yang dilakukan Fachry adalah mengklasifikasikan dari pengetahuan yang diperoleh setelah membaca buku kumpulan puisi Idrus Shahab. Dengan metode klasifikasi yang disebutnya agak norak, Fachry menilai bahwa buku Idrus merupakan rangkuman pengalaman yang bersifat posmo politanistis.

Pengagum Rumi

Dalam kata pengantarnya, dengan gamblang Idrus Shahab mengungkapkan kekagumannya pada Jalaluddin Rumi (1207-1273) yang sdisebutnya Sufi Agung.

“Ketertarikan pada Rumi sebenarnya sudah muncul beberapa tahun sebelumnya: kala saya mengunjungi kota kelahiran sang sufi agung, Balkh, kini Afghanistan, lewat perjalanan yang panjang dan berliku,” tulis Idrus.

Meski mengaku jatuh cinta dengan Rumi, Idrus Shahab menegaskan, puisi-puisinya berbicara tentang banyak hal: spiritualitas, sejarah, politik, bahkan musik. “Saya bukan penyair. Saya hanya seorang wartawan yang mencatat kejadian penting, lantas menuliskannya untuk para pembaca. Namun di antara kesibukan rutin seorang wartawan, perlahan-lahan muncul kesadaran bahwa prosa memiliki keterbatasan untuk menangkap esensi kejadian. Dari situlah saya mulai menulis puisi,” ujarnya.

Terkait pemilihan judul yang dikaitkan dengan Chairil Anwar, Idrus mengatakan hal itu sebagai bentuk respek kepada sosok yang nama dan puisinya selalu disebut setiap tahun, terutama saat bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan.

Selain sambutan dari para sahabat, termasuk Ketua Dapur Sastra jakarta (DSJ) Remmy Novaris DM yang menyoroti penggunaan diksi dalam puisi Idrus Shahab yang disebutnya unik dan segar, acara diskusi dan halal bi halal juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh mantan Kepala Pelaksana PDS Ariyani Isnamurti, Dyah Kencana Puspito Dewi, Giyanto Subagio, dan lain-lain.

 

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini