PojokTIM – Pendiri Jakarta Poetry Slam, Lisa Chan mengungkap fenomena menarik terkait perkembangan puisi saat ini. Bentuk puisi dalam pemahaman remaja saat ini atau lazim disebut Gen Z, ternyata sangat cair. Tidak sebatas teks seperti dalam karya-karya klasik yang mengangkat tema dan bahasa berat, puisi sebagai sebuah ekspresi jiwa bisa diungkap dalam bentuk meme, emoticon, bahkan dengungan.
“Sastra bukan sesuatu yang menakutkan. Sebagai media ekspresi, maka puisi memiliki banyak bentuk. Sekarang sudah ada yang membuat puisi dari emoticon di medsos,” terang Lisa Chan dalam Forum Diskusi Meja Panjang di PDS Hb Jassin, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Selain Lisa, diskusi yang mengangkat tema Komunitas Sastra Muda Jakarta: Ruang, Relasi, dan Regenerasi, juga menghadirkan Devie Matahari dari Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia, dan Aldiansyah Azura dari Atelir Ciremai sebagai narasumber dengan dipandu oleh Rizki Gatra dan Annika Nurma. Acara dihadiri siswa dari SMAN 115, SMAN 109, SMPN 200 serta guru, seniman dan penggiat komunitas sastra yang sering mengadakan kegiatan di TIM.
Menurut Lisa, Jakarta Poetry Slam, yang beranggotakan anak-anak muda dan memiliki jaringan hingga ke luar negeri, didirikan bersama 2 temannya yang sudah sering berbagi cerita sejak remaja. “Lama-lama curhatan kita hanya berputar di situ-situ saja. Akhirnya kami membuat komunitas Jakarta Poetry Slam supaya bisa curhat ke audiens yang lebih luas.”
Hal lain yang mendorong lahirnya Jakarta Poetry Slam, menurut Lisa, adalah adanya kebutuhan untuk saling berbagi perasaan yang sulit diungkapkan dalam ruang keluarga. “Tidak semua hal bisa dibagi ke keluarga. Maka kami memilih puisi sebagai media. Puisi itu mengajarkan empati, simpati, dan memberi ruang aman untuk melawan stagnasi lewat kata,” ungkap Lisa.
Sementara Aldiansyah Azura memiliki alasan berbeda ketika mendirikan Atelir Ciremai. Komunitas yang lahir tahun 2019 itu menjadi tempat nongkrong pengajar dan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dari lintas disiplin ilmu. “Atelir Ciremai merupakan komunitas terbuka, dan mendorong proses kreatif menulis dalam semangat kolaborasi,” kata Aldiansyah.
Di tempat yang sama, Devie Matahari menceritakan perjalanan Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia yang telah menggelar workshop di berbagai daerah di Indonesia. “Kami ingin terus melahirkan generasi yang tidak hanya menulis, tapi juga mengapresiasi puisi dengan cara yang menyenangkan dan penuh energi,” ujar Devie.
Penggagas Forum Diskusi Meja Panjang Remmy Novaris DM menyambut baik digelarnya diskusi yang melibatkan generasi muda untuk menandai semangat berkelanjutan komunitas sastra muda Jakarta dalam menciptakan ruang ekspresi dan apresiasi sastra yang inklusif.
“Silakan manfaatkan ruang bersama ini untuk tumbuh dan saling menguatkan,” ujar Remmy yang juga Ketua Dapur Sastra Jakarta (DSJ).
Remmy menambahkan, Forum Diskusi Meja Panjang muncul dari geliat komunitas sastra di masa keemasan media sosial Facebook. Kehadiran forum tersebut mendapat dukungan penuh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta melalui PDS HB Jassin.
“Ketika majalah dan koran mulai mati, saya punya feeling buku dan semangat menulis tidak akan mati. Banyak teman-teman yang menerbitkan buku sendiri. Forum Diskusi Meja Panjang menjadi ajang diskusi dan saling mengkritisi karya di ruang lama PDS HB Jassin,” ungkap Remmy.