PojokTIM – Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Hafidz Muksin menantang penggiat literasi dan sastra untuk memberikan masukan terkait permasalahan-permasalahan yang dihadapi di lapangan. Hal itu mengemuka dalam acara bertajuk Diseminasi Program Prioritas Bidang Kebahasaan dan Kesastraan Badan Bahasa di perpustakaan Baca Di Tebet, Ruang Temu Roy BB Janis, Jakarta Selatan, Rabu (8/9/2025).

“Badan Bahasa mempersilakan para penggiat literasi dan sastra memberikan ide-ide kreatif, informasi, solusi, atau permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Saya berharap diskusi ini bisa menjadi ajang bertukar pikiran dan gagasan,” ujar Hafidz.

Hadir dalam diskusi yang dipandu Kurnia Effendi dengan pewara Virgina Veryastuti, antara lain Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah, founder Baca Di Tebet Wien Muldian dan Kanti W Janis, Kepala Bagian Program dan Pelaporan Sekretariat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Sartono, serta puluhan penggiat literasi dan sastra dari Jakarta dan sekitarnya, termasuk dari Sukabumi dan Banjar Baru, Kalimantan Selatan.

Menurut Hafidz, tugas utama Badan Bahasa adalah pengembangan, pembinaan dan perlindungan di bidang bahasa serta berupaya meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sesuai UU Nomor 24 Tahun 2009 dan PP 57 Tahun 2014 serta Peratutan Menteri terkait tugas dan fungsi Badan Bahasa.

Untuk mengemban tugas tersebut Badan Bahasa mempunyai 4 eselon 2  yakni Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa, Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra , Pusat Pemberdayaan Bahasa dan Sastra serta Sekretariat Badan Bahasa

“Terkait hal itu Badan Bahasa memiliki program prioritas, salah satunya upaya meningkatan kecakapan literasi yang merupakan pondasi dasar bagi seseorang untuk dapat memahami isi bacaan, pemahaman, sampai dengan pengolahan informasi yang didapat,” terang Hafizd.

Kedua, menyangkut upaya menjaga kedaulatan Bahasa Indonesia yang merupakan pilar penting, Menurut Hafidz, tanggal Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 menjadi tonggak kedaulatan Bahasa Indonesia dan terbukti telah mempersatukan Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, adat dan bahasa

“Bahasa Indonesia memiliki peran penting. Tanpa ada bahasa yang mempersatukan mungkin kita masih bercerai-berai, Bahasa telah mengikat semangat juang kesatuan dan motivasi sebagai satu bangsa,” kata Hafidz,

Prioritas Badan Bahasa yang ketiga adalah pelestarian bahasa daerah agar tetap lestari. Sebab berdasarkan hasil kajian, 718 bahasa daerah kondisinya kritis, hampir punah, dan bahkan sudah punah.

“Kita tidak akan pernah melupakan bahasa daerah karena kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda diikuti oleh berbagai perwakilan suku yang memilki bahasa daerah seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, dan lain-lain. Mereka sudah memiliki bahasa daerah sebagai identitas. Terlebih bahasa daerah juga menjadi sumber pemerkayaan Bahasa Indonesia,” tegas Hafidz,

Upaya pencegahan agar bahasa daerah tidak punah telah dilakukan seperti revitalisasi seperti lomba cerita pendek bahasa daerah. Karya pemenang diterbitkan dalam bentuk antologi.

Program prioritas Badan Bahasa yang keempat adalah menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional melalui propgram penginternasionalan Bahasa Indonesia. Upaya tersebut dilakukan secara sistematis dan  berkelanjutan hingga kemudian Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam sidang umum Unesco, organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Ini tentu menjadi kebanggaan kita, karena hanya ada 10 bahasa resmi di sidang umum Unesco. Semoga bulan November 2025 menjadi tonggak sejarah Bahasa Indonesia karena akan diperdengarkan, dipidatokan, oleh Bapak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dalam sidang umum Unesco,” kata Hafidz.

Kemampuan Berbahasa

Pada kesempatan itu, pustakawan Wien Muldian menekankan pentingnya kemampuan berbahasa. Sebab bahasa adalah kekuatan yang sangat besar. Bukan hanya untuk membuat perubahan di bidang pendikkan dan kebudayaan saja, namun juga membantu membentuk kapasitas manusia.

“Yang jadi masalah, cara kita berbahasa di ranah sosial- sosial media, ruang keluarga, ruang publik- berbeda-beda. Padahal kita harus bisa menjadi diri sendiri di semua ranah. Sebab jika kita tidak memiliki kapasitan, tidak punya karakter apa pun, maka kita hanya  menjadi kerumunan,” papar Wien yang sudah memperkenalkan literasi sejak 2007.

Menurut Wien, kemampuan berbahasa tidak hanya pada orang yang berkutat di bidang bahasa dan sastra saja. tapi juga digunakan di ragam media. Kemampuan bahasa dibutuhkan di ranah profesi apa pun. “Tapi ingat, kemampuan berbahasa bukan hanya membaca, namun juga berbicaar, menyimak, dan menulis,” tegasnya.

Sedangkan Himmatul Aliyah lebih menyoroti tentang kurikulum pendidikan yang berganti-ganti sehingga menyusahkan guru dan orang tua murid. Padahal, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa perlu ada sistem yang ajeg, sehingga siapa pun pemimpinnya harus menjalankan sistem yang ada, bukan mengganti sesuai selera.

Kalau kurikulumnya berganti-gantib terus, demikian Himmatul, maka jalannya zig-zag, terlalu lama sampai pada tujuan amanat pasal 31 ayat 3 UUD 1945 di mana pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistam pendidikan nasional yang bertujuan membantuk keimanan, ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan undang-undang.

“Kecerdasan tanpa keimaman, ketaqwaan, seperti pisau yang akhirnya tidak digunakan untuk memasak tapi menusuk. Akhlak mulia itu karakter, maka Komisi 10 mendorong agar pendidikan karakter segara diajarkan kembali di sekolah,” ujar politisi Partai Gerindra tersebut.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini