PojokTIM – Butet Kartaredjasa, seorang aktor terkemuka, penggiat seni pertunjukan, sekaligus perupa memasuki dunia seni visual dengan pameran tunggalnya di Galeri Nasional Indonesia yang berlangsung pada 26 April – 25 Mei 2024. Pembukaan pameran ini berlangsung pada Jumat (26/4/2024) sore di Amfiteater Gedung A Galeri Nasional Indonesia, dan diresmikan oleh Romo Franz Magnis-Suseno.
“Pameran ‘Melik Nggendong Lali’ adalah sebuah perjalanan yang memungkinkan saya untuk menyampaikan pesan-pesan yang dalam melalui seni, ‘Melik Nggendong Lali’ berasal dari eksplorasi mendalam saya terhadap wirid visual dan kekuatan transformatif ritual spiritual dalam proses artistik saya. Setiap karya adalah cerminan dari perjalanan pribadi saya menuju penemuan diri dan introspeksi sosial. ‘Melik Nggendong Lali’ mencerminkan inti dari determinasi dan refleksi etis yang ditemukan dalam budaya Jawa. Perenungan tentang keseimbangan antara pencerahan spiritual dan tanggung jawab sosial, mengambil inspirasi dari tradisi reflektif yang kaya dalam warisan Jawa,” ujar Butet Kartaredjasa.
Pit. Kepala Museum dan Cagar Budaya Ahmad Mahendra mengungkapkan bahwa unit Galeri Nasional Indonesia di bawah kelola Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya, akan terus meningkatkan fungsinya sebagai etalase seni rupa nasional dengan menyelenggarakan pameran seni rupa, sekaligus meningkatkan kemitraan dengan pelaku budaya, seniman, dan perupa.
“Pak Butet mungkin selama ini terkenal sebagai aktor teater dan film di Indonesia dan internasional, maka pada kesempatan ini mari kita mengenal lebih jauh seorang Butet yang juga sebagai perupa yang piawai mengeksplorasi seni rupa,” Ahmad Mahendra menambahkan.
Sementara Romo Magnis menyebut, Butet yang dikenal terutama atas karya teater dan filmnya, menjauh dari fokus sebelumnya pada keramik. Pameran ini menggali praktik spiritualnya, khususnya wirid visual, yang mencerminkan perjalanan meditatif dan kontemplatif menuju penyembuhan diri dan sugesti diri.
“Pameran ‘Melik Nggendong Lali’ merupakan sebuah persembahan seni yang menggugah jiwa dan pikiran. Saya sangat bangga dapat menjadi bagian dari pembukaan pameran ini dan melihat bagaimana seni dapat menjadi jembatan antara manusia dan spiritualitas,” ujar Romo Magnis selepas meresmikan pameran.
Butet (kanan) berpose dengan salah satu karya yang dipamerkan. Foto: Erna W.W.
Kolaborasi Kuratorial
Dalam kolaborasi dengan Asmudjo J. Irianto, seorang seniman keramik, dosen, dan kurator seni rupa. karya-karya Butet mengungkapkan transformasi konsep esoteris menjadi bentuk konkret. Asmudjo menyoroti pameran ini sebagai refleksi keterampilan Butet dalam menyatukan dunia spiritual dan material melalui seni.
“Karya-karya Butet Kartaredjasa dalam pameran ini menunjukkan “keterampilan” dan kekuatannya dalam mengubah yang esoteris menjadi eksoteris,” ujar Asmudjo dalam catatan kuratorialnya, la juga menjelaskan bahwa wirid visual yang dilakukan Butet adalah refleksi diri yang meditatif dan kontemplatif yang juga menjadi self-healing dan self-suggestion, agar ada dampak kebaikan pada kehidupan.
Refleksi Filosofis
Karya-karya pada pameran ini menandai babak penting dalam kehidupan Butet, yaitu laku spiritual sebagai upaya dan harapan untuk merubah nasib. Pameran ini menjadi semacam syukuran bagi Butet setelah ia dua kali lolos dari maut dan merayakan kegembiraan kerja kreatif yang menembus batas-batas ruang seni. Ritual wirid visual sebagai laku spiritual yang ditekuninya selama 2,5 tahun terakhir ini, dengan menuliskan nama aslinya “Bambang Ekolojo Butet Kartaredjasa” berulang kali pada selembar kertas, digubah menjadi konfigurasi berbagai bentuk yang disusun dari tulisan kemudian ditransferkan pada medium kanvas, kain, batu, dan pelat besi.
Walaupun Butet belum menggunakan keramik sebagai medium untuk wirid, la tetap menghadirkan karya keramik pada pameran ini. Hal ini berkaitan dengan kesadarannya atas materialitas pada karya, yaitu pemilihan keramik sebagai medium untuk melukis. Keramik memiliki karakter dan identitas keras namun rapuh dan lukisan di permukaan keramik menghasilkan visual mengkilap. Berbeda dengan lukisan di atas kanvas yang lentur, lukisan di atas keramik memiliki permukaan keras dan tepi yang tidak teratur. Aspek pemilihan materialitas yang diturunkan dari laku spiritual menjadi bagian penting dalam karya Butet dan pemilihan keramik menjadi komponen yang berlawanan.
Selain menuliskan namanya, Butet juga melakukan wirid dengan menulis kata “Nusantara”, sebuah laku spiritual yang diamalkan tidak lepas dari dunia dan budaya besar tempatnya tinggal: Indonesia. Laku spiritual dengan pamrih kebaikan situasi politik dan sosial tentu merupakan hal positif. Sebagian karya-karya dalam pameran “Melik Nggendong Lali” merefleksikan hal tersebut. Ujaran “Melik Nggendong Lali”, menunjukkan bahwa budaya Jawa mengandung banyak ajaran yang sifatnya reflektif dan kritis pada sikap mawas diri, terutama berkaitan keseimbangan antara dunia spirit dan dunia material,” tulis Asmudjo J. Irianto pada catatan kuratorialnya.
“Melik Nggendong Lali” adalah sebuah peribahasa dari bahasa Jawa, secara ringkas berarti memaksakan dan menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginan. Selain menjadi judul pameran, “Melik Nggendong Lali” juga merupakan judul dari salah satu karya pada pameran ini. Figur Petruk (tokoh wayang dalam budaya Jawa) tampil dalam bentuk patung yang berdiri di depan tiga lukisan triptych, yang dipenuhi tulisan “Melik Nggendong Lali”.
Pameran “Melik Nggendong Lali” akan berlangsung selama satu bulan di Gedung A Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat. Publik dapat berkunjung secara setiap hari pada pukul 09:00-19:00 WIB dengan melakukan registrasi daring (online) terlebih dahulu melalui gni.kemdikbud.go.id/kunjungikami. Tidak hanya menikmati karya, publik juga diajak untuk berbincang secara langsung dengan Butet Kartaredjasa dalam program publik “Artist Talk: Berbagi Pengalaman Wirid Visual pada Sabtu, 11 Mei 2024 pukul 10:00 WIB. Informasi pendaftaran program dan informasi lainnya terkait pameran dapat diakses melalui akun Instagram penyelenggara @rosan.production dan @galerinasional.
Pameran ini tidak hanya merayakan ketangguhan kreatif seorang Butet Kartaredjasa, tetapi juga mengundang audiens untuk terlibat dalam dialog yang melampaui batas-batas seni dan menjelajahi kedalaman eksplorasi spiritual.
“Pameran ini berhasil menciptakan atmosfer yang membangkitkan rasa ingin tahu dan apresiasi terhadap seni, Saya merasa terhubung secara emosional dengan beberapa karya seni tertentu yang dipamerkan,” ujar Theodora Wilman, salah satu pengunjung yang hadir di acara pembukaan.
Di antara keramaian galeri, terlihat berbagai wajah yang dipenuhi rasa ingin tahu dan apresiasi terhadap seni. Ada seniman-seniman yang berbagi cerita di balik setiap goresan kuas, kolektor seni yang mencari inspirasi baru untuk melengkapi koleksi mereka, dan pengamat seni yang dengan seksama meneliti setiap detail karya yang dipamerkan.
Pameran seni menjadi ruang di mana seni tidak hanya dipertontonkan, tetapi juga dijadikan sebagai sarana untuk berbagi, belajar, dan merayakan keindahan yang ada di sekitar kita.
Setiap wajah yang hadir membawa cerita dan pengalaman unik, menciptakan narasi yang kaya dan memperkaya pengalaman seni bagi semua yang hadir dalam pameran tersebut.