Romy Sastra dan Khairani Piliang
PojokTIM – Puluhan penyair lintas agama menghadiri acara Purnama Puisi Ambang Ramadhan yang digelar di rooftop Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Lantai 14 Gedung Ali Sadikin Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2/2025) malam.
Kegiatan yang diselenggarakan PojokTIM bekerjasama dengan Simpul Seni DKJ berlangsung sejak pukul 19.00 WIB hingga menjelang tengah malam. Berlatar gemerlap cahaya Kota Jakarta, penyair beken Jose Rizal Manua, Kurnia Effendi, Riri Satria, A. Slamet Widodo, Octavianius Masheka, Ni Made Sri Andani, Rissa Churria, Nurhayati, Nurhadi Mualana Saibin, hingga Sihar Ramses Simatupang, tampak antusias mengikuti acara hingga selesai.
Sayangnya tidak ada satu pun pemangku kebijakan baik dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, maupun UP PJK TIM Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Jakarta, yang bersedia hadir meski telah diundang.
“Acara ini untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Selain perenungan dan refleksi melalui guratan puisi, kita mendesain acaranya agar memberikan kegembiraan. Konsep outdoor dan nasi bungkus kita pilih karena sangat tepat dengan tujuan dan makna yang ingin kita sampaikan dari kegiatan pembacaan puisi Ambang Ramadhan lintas agama,” ujar Ketua Panitia, Nanang R. Supriyatin.
Penyair senior yang telah menerbitkan puluhan antologi puisi itu menegaskan, PojokTIM awalnya hanya berkiprah pada pencatatan kegiatan dan pemikiran seniman yang beraktifitas di TIM dan sekitarnya. Namun belakangan terpanggil untuk turut memeriahkan kegiatan di seputar UP TIM sebagai bagian dari tanggung jawab kesenian.
“PojokTIM perlu mengambil bagian dari penyelenggaraan kesenian agar semakin banyak kegiatan kreatif di UP PKJ TIM mengingat salah satu indikator indeks pembangunan kebudayaan adalah kegiatan kesenian dan budaya,” terang Nanang.
Kerjasama Kedua
Ketua Simpul Seni DKJ, Imam Ma’arif mengatakan, kegiatan Purnama Puisi Ambang Ramadhan merupakan kerjasama kedua antara DKJ dam PojokTIM setelah sebelumnya melakukan kolaborasi dalam penerbitan buku “Mereka Ada di TIM” yang menghimpun gagasan dan pemikiran para pelaku kesenian dan budaya di TIM.
“DKJ, melalui Simpul Seni, berusaha menjangkau seluruh komunitas kesenian yang ada. Sebab maju-mundurnya kesenian merupakan tanggung jawab kita bersama. DKJ membuka pintu bagi kegiatan-kegiatan kesenian dengan menyediakan ruang dan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan diskusi dan pementasan seni, dalam batasan-batasan tertentu. Silakan digunakan tanpa dipungut biaya sepeser pun,” imbuh Imam yang juga penyair.
Imam berharap, komunikasi antara DKJ dengan para seniman di Jakarta yang sudah terjalin dengan baik dapat terus ditingkatkan sehingga mampu menghasilkan karya, gagasan, karya, pemikiran dan ide-ide kreatif.
Jose Rizal Manua
Penuh Makna
Dapatkah kita berjalan tanpa kaki
Bercinta tanpa jiwa
Maka alangkah angkuhnya manusia
Bila melanggar lartanganNya
Suara Jose Rizal Manua mengalun syahdu membacakan dua puisi berjudul Allah, Ya Allah Ampunilah dan Marhaban, Ya Ramadhan sebagai pembuka acara di bawah langit malam Jakarta yang cerah. Totalitas pendiri Teater Tanah Air itu dalam membacakan puisinya membuat peserta hanyut, terbuai dalam pikiran masing-masing.
Kurnia Effendi
“Sudah 30 tahun, setiap hari selama bulan Ramadhan saya membuat satu puisi. Tidak terhitung lagi jumlahnya. Itulah bentuk kegembiraan saya dalam menyambut Ramadhan,” ujar Kurnia Effendi. Penyair dan novelis humble yang tak pernah sepi dari kegiatan sastra dan literasi itu, membacakan puisi Menembus Jazirah Cintamu dengan vokal yang jernih dan prima.
Ni Made Sri Andani menjadi pembeda ketika membacakan puisi berjudul Melepas Keterikatan. Dani mengajak peserta meresapi makna iklas melalui pembacaan yang diselingi kidung merdu. Penonton sedikit tergelak ketika Aloysius Slamet Widodo membacakan puisi jenakanya Ketika Penyair Tidak Punya Dana.
Ni Made Sri Andani
Duet Romy Sastra dan Khairani Piliang dalam menyajikan musikalisasi puisi mendapat apresiasi peserta. Puisi panjang berjudul Sabda Mursyid kepada Anregurutta Haji Abdurrahman Ambo Salle mampu dibawakan dengan penuh penghayatan diselingi aksi teaterikal yang memukau dengan memanfaatkan stage kembar.
Sihar Ramses Simatupang
Diskusi yang Manis
Selain pembacaan puisi, acara Purnama Puisi Ambang Ramadhan juga diisi dengan diskusi yang menghadirkan Ikhsan Risfandi dan Yon Bayu Wahyono. Dalam ulasan singkatnya mengingat keterbatasan waktu, Irzi – sapaan akrab Ikhsan Risfandi, berhasil mengulik satu persatu puisi yang sebelumnya telah dikirim ke panitia. Irzi mampu menyegarkan suasana ketika menyingkap makna puisi yang tersembunyi.
“Ni Made Sri Andani, dalam puisi Melepas Keterikatan, Doa, dan Tuhan Tidak Pernah Meminta, membangun narasi yang tidak hanya menyoal spiritualitas, tetapi juga menantang konstruksi gender yang selama ini membatasi perempuan dalam ruangruang dogmatis dan sosial. Melalui diksi yang meditatif dan simbolisme yang kuat, puisipuisinya mengartikulasikan kebebasan perempuan dalam menemukan esensi diri, melepaskan belenggu sosial, dan menghadapi otoritas keagamaan yang sering kali maskulin dan represif,” papar Irzi.
Para penyair yang puisi dibahas menyampaikan apresiasi. Namun mereka juga berharap ke depan Irzi lebih berani dalam memberikan kritik. “Puisai juga butuh kritik. Kalau manis terus bisa diabet,” canda Sihar.
Acara berakhir pukul 21.30 WIB ketika gedung Ali Sadikin mulai gelap dan beberapa lift dimatikan. “Sampai bertemu kembali di acara-acara mendatang. Terima kasih atas kehadiran dan partisipasi seluruh peserta,” ujar Giyanto Subagio dari PojokTIM.