PojokTIM – Yayasan Pengawal Etika Nusantara (Yapena) didirikan oleh sejumlah mantan wartawan Tempo yang resah melihat banyak hal yang tidak etis tetapi ada di sekitar kita. Dalam perjalannnya, Yapena bukan hanya menangani masalah etika, terutama yang berkaitan dengan perempuan, namun juga sengketa tanah.

“Selain masalah, yang seru, banyak ibu-ibu mengadu ke Yapena terkait kasus tanah. Entah tertipu, rumah yang ditempati ternyata milik orang lain, dan sebagainya. Kami bekerja keras, tidak sekedar menerima laporan tetapi juga membawa kasus ini kepada instansi atau kementerian bersangkutan. Alhamdulillah beberapa kasus bisa terbantu,” ujar pendiri Yapena Rita Sri Hastuti dalam acara diskusi publik dengan tema “Pendidikan dan Pemberdayaan Perempuan: Kunci Emas Indonesia 2045” di aula Dewan kesenian Jakarta (DKJ), Rabu (16/4/2025).

Diskusi yang digelar Yapena bersama Hening, sebuah platform Hening, dengan moderator Dyah Kencana Puspito Dewi, juga menghadirkan Ketua Pelaksana Yapena Magdalena Kusmiyati Situmorang, Ketua Simpul Seni DKJ Aquino Hayunta bersama Imam Ma’arfi, perwakilan Hening Meidhita, dan Wiwi Soenardi yang menceritakan pengalamannya mendaki sejumlah gunung tertinggi di dunia sejak 1974, termasuk mendaki Puncak Annapurna IV Pegunungan Himalaya (7.525 m), meski obsesinya menaklukkan Gunung Everest belum tergapai karena terkendala biaya.

Menurut Aquino DKJ memliliki perhatian yang kuat terhadap isu-isu perempuan dan telah membuat kode etik antikekerasan seksual yang sudah diadopsi pada pelaksanaan Festival Teater Jakarta.

“Ini penting untuk perjuangan kesetaraaan. Makin banyak yang memilki kepedulian terhadap kesetaraan gender akan semakin baik. Memperkaya wawasan dan perspektif yang diwarnai oleh pemikiran-pemikiran segar terutama dari kalangan perempuan muda,” ujar Aquino.

Oleh karenanya, Komisi Simpul Seni DKJ senantiasa mendukung diskusi dan kegiatan seperti yang dilakukan Yapena. “Perjuangan kesetaraan akan lebih baik jika dilakukan bersama-sama antarkomunitas,” tegas Aquino.

Peserta Disabilitas

Sementara menurut Magdalena, untuk menyongsong Indonesia Emas 2045, di mana bangsa ini diharapkan mencapai kemajuan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, peran pendidikan dan pemberdayaan perempuan menjadi semakin krusial. Kesetaraan gender dalam pendidikan dan partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan bukan hanya merupakan hak asasi, namun juga fondasi yang kokoh bagi kemajuan bangsa secara keseluruhan.

Yapena akan selalu concern dalam upaya pemberdayaan dan kesetaraan perempuan sebagaimana yang diperjuangkan oleh RA Kartini. “Untuk mendukung hal itu Yapena akan mengadakan perayaan Hari Kartini pada 25 Mei 2025 berkolaborasi dengan platform Hening,” ujar Magdalena.

Menariknya, kegiatan tersebut akan diikuti oleh putra putri disabilitas yang akan menunjukkan bakatnya dalam seni dan budaya.

“Selain penampilan dan lomba anak-anak difabel, ada juga lomba kebaya, lomba tumpeng, bazar UMKM dan pemilihan 100 tokoh wanita Indonesia yang berpengaruh di berbagai bidang tahun 2025,” terang Magdalena.

Di akhir kegiatan, akan diadakah retret ke Museum RA Kartini di Jepara, Jawa Tengah yang diselingi dengan terapi healing dengan mentor dari platform Hening.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini