Oleh: Sultan Musa

PojokTIM – Muna, sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, kembali menjadi pusat perhatian sebagai tempat penyelenggaraan even bertajuk Muna Festival Layang-layang Nasional 2024  yang berlangsung pada 27 Juli sampai 2 Agustus 2024. Kegiatan yang dipusatkan di Stadion Kota Baru Motewe Muna – Raha, digelar oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX bekerjasama dengan Pemkab Muna.

Festival layang-layang tahunan ini tak hanya diikuti oleh tuan rumah melainkan juga sejumlah peserta baik nasional maupun mancanegara. Ratusan peserta ambil bagian menerbangkan layang-layang dalam acara yang dipusatkan di Kota Raha. Tentu membuat festival ini semakin meriah, apalagi ditambah diterbangkannya layang-layang berbagai jenis karakater, ukuran dan warna.

Jika mayoritas pelaksanaan festival layang-layang hanya berlokasi di Pantai, maka berbeda dengan Muna Festival Layang-layang Nasional 2024 yang terselenggara di area stadion yang belum rampung pembangunannya bersebelahan langsung dengan lepas pantai, tentu saja tak membutuhkan waktu lama bagi peserta untuk membuat layang-layang cepat terbang. Yang perlu diketahui menerbangkan layang-layang tidaklah mudah, mengajarkan pentingnya kesabaran dan ketelitian. Serta belajar untuk membaca angin, menyesuaikan tali, dan merespons dengan cepat terhadap perubahan kondisi cuaca.

Salah satu hal yang membuat layang-layang begitu menarik adalah kreativitas yang terlibat dalam membuat dan menerbangkannya. Festival kali ini menghadirkan layang-layang berbagai ragam karakter serta ukuran sebagai bentuk pelestarian budaya Indonesia menjadi hiburan tersendiri bagi warga setempat, yang melayang di atas langit biru semakin tampak indah. Adapun tujuan pelaksanaan even ini selain untuk lomba dan hiburan masyarakat, juga untuk mengenalkan Muna sebagai daerah yang memiliki sejarah panjang  permainan tradisional layang-layang,

Selain lomba layang-layang, festival ini juga diisi kegiatan workshop. Salah satu acara yang ditunggu – tunggu yakni workshop pembuatan layang – layang mini “Kaghati Kolope” dan layangan kontemporer, tak lupa juga suguhan kuliner tradisional khas Muna dan kunjungan peserta ke kawasan gua prasejarah Liangkabori menjadi beberapa rangkaian agenda pelaksanaan festival kali ini. Adapun lombanya seperti lomba rokaku chalenge, lomba kaghati kolope antar dinas, kaghati kolope umum, layang-layang kreasi kain parasut antar dinas, layang-layang kreasi kain parasut umum, layang-layang tradisional antar pelajar. Dan tak lupa ada hadiah telah disiapkan oleh panitia.

Muna Festival Layang-layang Nasional 2024 adalah bukti nyata bahwa warisan kebudayaan dapat menjadi aset berharga serta membanggakan mendatangkan wisatawan dan mampu membuka peluang ekonomi masyarakat setempat. Apalagi Kabupaten Muna sendiri dikenal dengan segala kekayaan kebudayaannya mampu menyuguhkan even ini dengan layang – layang legendarisnya, Kaghati Kolope.

Kaghati Kolope

Kabupaten Muna sendiri telah lama dikenal sebagai daerah yang mempunyai ragam kekayaan budaya. Salah satunya adalah layangan dari daun umbi hutan atau “Kaghati Kolope” yang kerap wara wiri di berbagai kegiatan kebudayaan, yang merupakan layang-layang purba asal Muna.

Kaghati Kolope yang merupakan Layang-layang terbuat dari daun kolope (umbi hutan) untuk layar induk, kulit bambu sebagai bingkai, dan serat nanas hutan yang dililitkan sebagai tali. Kali ini menjadi ikon utama festival yang dikenal sebagai salah satu layang – layang tertua di dunia, yang ada sejak 4.000 tahun lalu. Telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional dengan memenangkan berbagai kompetisi layang – layang telah pula menjadi kebanggaan masyarakat Muna.

Layang – layang sebagai dolanan (permainan) tradisional tak lekang oleh zaman dan mampu bertahan hingga saat ini merupakan sebuah permainan yang menjadi budaya anak – anak di berbagai belahan dunia. Sedangkan penggambaran layang-layang tertua adalah dari lukisan gua pada periode mesolitik di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, yang dipercaya telah ada sejak 4.000 Tahun yang lalu. Lukisan tersebut menggambarkan layang-layang yang disebut Kaghati, yang masih digunakan oleh orang-orang Muna modern. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Tiongkok dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan.

 

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini