PojokTIM– Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Daerah Khusus Jakarta Nasruddin Djoko Surjono tersenyum semringah menyambut kedatangan PojokTIM bersama Imam Ma’arif dari Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Kesan cerdas dan seorang “kutu buku” langsung terpancar saat berhadapan secara langsung dengan sosok yang memulai karir kepegawaiannya di Kementerian Keuangan.

“Karena ini amanah tugas dari pimpinan, jadi di manapun siap saja hanya beda perspektif area pengabdian. Hikmahnya kalau di kementerian keuangan saya mengelola keuangan dari sisi pendapatan negara, pernah di Bappeda (Badan Perencanaan Pembangan Daerah)merencanakan pembangunan daerah, dan di BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) saya memastikan perusahaan daerah tumbuh sehat dan profitable. Di Dispusip saya bertugas membangun pilar arsip, perpustakaan dan literasi. Bagaimana arsip statis ataupun dinamis menjadi big data dari sumber otentik bermanfaat untuk pengambilan keputusan di level pimpinan daerah, bahkan nasional. Terlebih saat ini semua dokumen dinas sudah digital. Ini tantangan yang harus kita hadapi dengan memanfaatkan artificial inteligence (AI) dari data arsip ini,” ujar Nasruddin.

Untuk diketahui, karir Nasrudin Djoko Surjono dimulai sebagai Kasi Tempat Penimbunan, KPBC Palembang, Ditjen Bea & Cukai (2004), Plt. Kabid Analisis Kepabeanan & Cukai, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (2007-2009), Kepala Bidang Evaluasi & Hubungan Perwakilan Luar Negeri,Pusat Kebijakan Regional & Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal (2013-2015)dan Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan & Cukai, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (2015-2020).

Sebelum dilantik oleh Gubernur Jakarta Pramono Anung 7 Mei 2025 menjadi Kepala Dispusip, Nasruddin menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah sejak April 2023, usai menjabat Wakil Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (2022-2023), serta Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jakarta (2020-2022).

“Di sini (Dispusip) bisa menjadi ruang kontemplasi dialog bersama teman-teman seniman dan sastrawan untuk menumbuhkan ekosistem literasi dan mendorong produktivitas serta regenerasi karya sastra,” kata Nasruddin diiringi tawa lepas.

Nasruddin Djoko Surjono lahir di Semarang, 20 Juni 1973. Nasruddin menyelesaikan pendidikan sarjana llmu Hubungan Internasional UNPAD (1991-1996) dan Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota ITB (1993-1998). Nasruddin kemudian melanjutkan ke jenjang Magister Ilmu Ekonomi UI (2001-2003) dan memperoleh gelar MBA International Business dari Ajou University,Korea Selatan (2004-2006), dan menyelesaikan Program Doktor, llmu Ekonomi UI (2009-2013. Hebatnya pada kedua jenjang terakhir Nasruddin mendapat beasiswa KOICA dan beasiswa GFMRAP World Bank.

Pelatihan di luar negeri yang diikuti Nasruddin di antaranya ILEA Bangkok (2001), Ministry of Finance Training Institute, Taiwan (2002), Customs and Tariff Bureau, Jepang (2002),World Bank Institute &Columbia University, USA (2007), Johns Hopkins University, USA (2011 & 2019), internship di World Health Organization Jenewa, Swiss (2011), dan lain-lain.

Berikut petikan wawancara PojokTIM dengan Nasruddin Djoko Surjono di ruang kerjanya, di Gedung Ali Sadikin Taman Ismail Marzuki, Cikini Jakarta, Rabu (8/9/2025).

Apa tantangan terbesar Dispusip, terutama di tengah disrupsi bidang digital informasi?

Membangun Jakarta bukan hanya gedung dan infrastruktur kota, tapi juga ruang-ruang rasa seni yang melingkupi narasi identitas dan karakter kota. Meski gedung pencakar langit kita bagus, infrastruktur kota juga bagus tapi kalau narasinya jelek, ya jadi persepsi terhadap kota tersebut menjadi jelek. Beda misal sebuah kota yang infrastruktur biasa-biasa saja, tapi narasi identitas dan karakter budayanya kuat, maka persepsi terhadap kota bisa bagus. Contohnya Yogyakarta. Infrastrukturnya kalah megah dengan Jakarta tetapi narasi identitas dan karakter kota yang meresap ke publik adalah kota bidaya yang nyaman, tentram dan mewarisi peradaban tinggi. Memori narasinya bagus dan jati dirinya kuat sebagai buah dari ekspresi penggiat-penggiat seninya sehingga Yogyakarta dikenal nyaman. Beda dengan Jakarta. Dulu, film-film, musik ataupun cerpen kesan pertama yang ada dalam ingatan kita adalah Jakarta kota yang keras dan kriminalitasnya tinggi.

Nah, tugas kita semua untuk membangun narasi Kota Jakarta yang lebih smart dan teduh. Sekali lagi yang perlu dibangun bukan hanya modernitas infrastruktur, tapi juga knowledge. Kemajuan teknologi dan infrastruktur yang tidak dibarengi dengan kemajuan pengetahuan manusianya, akan menimbulkan gap yang menimbulkan kesenjangan sehingga perlu transformasi budaya. Di situlah peran sekaligus tantangan Dispusip Jakarta untuk mengubah narasi tentang Jakarta melalui buku dan warisan dokumen yang berisi ilmu pengetahuan.

Sisi mana yang akan diperkuat?

Informasi jejaring antar perpustakaan sangat penting, saling support. Hal ini bisa menghindari double pengadaan, misalnya jurnal ilmiah internasional yang harganya sangat mahal dimiliki di berbagai perpustakaan. Dengan adanya komunikasi sinergi yang baik, maka pengunjung Perpustakaan Jakarta bisa mengakses perpustakaan lain, dan berlaku sebaliknya.

Jujur saja, sosialisasi perpustakaan digital juga masih kurang. Padahal kita punya 125 titik pojok baca digital yang bisa diakses dari mana saja melalui handphone. Buku yang konvensional tetap ada, yang digital juga perlu kita kembangkan adaptif mengikuti perkembangan zaman.

Kita juga akan support RPTRA yang membutuhkan buku. Demikian juga dengan ekosistemnya, termasuk komunitas di tiga bidang yakni seni, dokumentasi dan literasi yang ada di TIM.

Bagaimana pandangan Anda tentang TIM?

Di TIM ada 3 pemangku kepentingan yakni Dinas Perpustakaan, Dinas Kebudayaan (UP PKJ TIM), dan PT Jakarta Propertindo atau Jakpro yang salah satu orientasinya profit. Masing-masing punya tugas dan fungsi sesuai kapasitasnya. Kalau teman-teman seniman menggunakan ruang-ruang yang ada di Perpustakaan Jakarta,seperti PDS HB jassin, bisa free, tinggal daftar. Tapi kalau memakai gedung di bawah pengelolaan Jakpro, pastinya hrs bayar. Ini yang perlu dikomunikasikan dengan baik, duduk bersama untuk saling menguatkan dan bersinergi di TIM dengan dilandasi pikiran positif.

Jangan lupa, ada juga DKJ yang bisa menjadi think tank kesenian. Tidak hanya sebagai aktor, namun sekaligus perencana kesenian di Jakarta. Dspusip akan selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang ada di TIM. Kita juga sedang menyelenggarakan Festival Sastra HB Jassin sebagai bagian dari kegiatan menyambut peringatan lima abad Kota Jakarta pada tahun 2027.

Festival Sastra HB Jassin dirancang sebagai ajang kegiatan sastra dan budaya untuk mengenang kontribusi besar Pak HB Jassin. Festival ini harus menjadi wadah interaksi antara pelaku dan penikmat sastra dari berbagai latar belakang.

Kapan pelaksanaan Festival HB Jassin?

Sudah berlangsung sejak bulan Juli 2025 ini. Menampilkan berbagai program unggulan,seperti pameran sastra, jejak sastra di media massa, diskusi peringatan 108 Tahun HB Jassin, podcast edisi spesial Piala HB Jassin, hingga Simposium Sastra Antarbangsa.

Puncaknya akan digelar pada Oktober 2025 yakni malam anugerah Piala HB Jassin. Tahun ini, kompetisi Piala HB Jassin membuka empat mata lomba, yakni cerpen internasional, kritik sastra nasional, pembacaan puisi nasional, dan musikalisasi puisi. Saya berharap kegiatan Festival HB Jassin dapat diikuti oleh pelajar menengah di Jakarta.

Gubernur mencanangkan ruang publik, termasuk perpustakaan, buka sampai malam.Sejauh mana pelaksanaannya di Perpustakaan Jakarta?

Sesuai arahan Pak Gubernur Pramono, Perpustakaan Jakarta sudah buka sampai jam 22.00 WIB. Kami berusaha agar perpustakaan menjadi ruang ketiga, ruang ajang kreatifitas. Masyarakat butuh ruang untuk inovasi, dan ketemunya memang di perpustakaan di mana mereka bisa membaca buku, menulis skripsi, bahkan desertasi. Saya benar-benar merasa surprise. Kalau dulu saya pernah di Korea menyaksikan perpustakaan penuh menjelang ujian. Bahkan antri untuk masuk hanya untuk belajar. Di Perpustakaan Jakarta ini, setiap hari penuh, tidak hanya menjelang ujian. Ini positif. Anak-anak muda Jakarta mau diajak untuk berkembang.

Saya baru di-WA Pak Pras (Yustinus Prastowo, mantan Staf Khusus Menteri Keuangan) terkait dengan kegiatan membaca buku di taman-taman Kota New York, Amerika Serikat sebuah event yang menyenangkan dan mendidik. Harusnya kegiatan semacam itu bisa diaplikasi di Jakarta. Saya pikir ini sangat menarik. Kita bisa kumpulkan perpustakaan keliling di taman dan mengajak orang untuk baca buku bareng. Syukur bisa dilakukan serentak di seluruh taman yang ada di Jakarta. Mungkin bisa bersinergi dengan komunitas-komunitas sastra bisa mewujudkan.

Perpustakaan Jakarta sekarang menjadi destinasi Gen Z yang selalu memburu buku-buru baru.Apakah ada update untuk pengadaan buku baru di tengah kebijakan efesiensi anggaran?

Pengadaan buku masih berjalan, termasuk buku-buku digital. Bahkan kita kerja sama dengan beberapa surat kabar, termasuk Tempo. Mereka punya arsip, termasuk terbitan terbaru, yang dapat diakses melalui aplikasi Jaklitera dari Dispusip

Sejauh mana rencana pengadaan jurnal ilmiah?

Kita sudah diskusikan dengan beberapa lembaga termasuk UI (Universitas Indonesia). Kalau kita adakan, seberapa besar manfaatnya karena biayanya cukup besar. Dengan biaya besar seyogyanya yang memanfaatkanya juga banyak. Kita sedang pikirkan sinergi antarperpustakaan. Di Jakarta ada Perpustakaan Nasional yang saya dengar punya jurnal akademik. Bagaimana jika jurnal-jurnal mereka juga bisa diakses dari Perpustakaan Jakarta. Kalau masing-masing punya jurnal yang sama, sayang anggarannya. Lebih baik jika pengadaan bersama secara konsorsium.

Di Jakarta juga banyak perpustakaan khusus, termasuk di kementerian-kementerian. Kita akan mengundang mereka untuk berbagi. Perpustakaan-perpustakaan khusus juga banyak berlangganan jurnal internasional, tapi berbeda-beda. Misal perpustakaan Kementerian Hukum, koleksinya jurnal-jurnal hukum. Di Kementerian Keuangan, langganan jurnal yang berkaitan dengan keuangan. Kalau di sini perpustakaannya umum, koleksinya generik, sehingga semua jurnal bisa masuk. Dan yang terpenting teman-teman pemustaka tahu di mana dia bisa akses jurnal yang dibutuhkan. Ini yang perlu disinergikan antaraperpustaakan, khususnya yang ada di Jakarta.

Kita juga sedang mendorong perpustakaan di rumah-rumah ibadah. Kita sudah undang pengelola perpustakaan rumah ibadah untuk membahas bagaimana caranya menumbuhkan literasi di rumah ibadah. Semua agama tentunya mendorong umatnya untuk mendalami agamanya. Jika umat beragama memahami agama secara baik, tentunya akan saling menghargai, dan toleran. Kita gembira karena responnya sangat bagus, termasuk dari Kementerian Agama.

Sejauh mana upaya untuk mengangkat Naskah Pecenongan sebagai Ingatan Kolektif Nasional dari Jakarta?

Sudah menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi Jakarta melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan untuk melestarikan naskah-naskah kuno. Kemarin Naskah Pecenongan sudah kita ajukan untuk menjadi warisan Ingatan Kolektif Nasional dari Jakarta. Bahkan kita upayakan ke Unesco agar menjadi warisan dokumenter dunia atau Memory of the World.

Naskah Pecenongan yang ditulis oleh sastrawan Betawi, Muhammad Bakir dari abad ke 19, sangat menarik karena berisi dinamika budaya dan keilmuan di Batavia pada masa lalu. Terlebih Naskah Pecenongan ditulis tangan menggunakan bahasa Melayu bertuliskan aksara arab.

Saya berharap masih ada naskah-naskah yang lebih tua yang tersebar di masyarakat Jakarta. Ini korelasinya dengan kita menyambut 500 tahun Kota Jakarta. Saya ingin menambah koleksi arsip,berupa manuskrip atau naskah, bukan benda, yang terkait dengan 500 tahun Kota Jakarta. Sejarah kita panjang, namun kebanyakan dokumen yang kita miliki dari tahun 1900, berkaitan dengan kebangkitan nasional. Sedang manuskrip, termasuk karya sastra, dari abad 17 dan 18 sangat langka. Kalau ada masyarakat yang punya naskah yang mendukung 500 tahun Jakarta, silakan beritahu kami.

Ada pesan untuk para seniman yang sering berkegiatan di PDS HB Jassin karena semakin sempitnya ruang-ruang untuk berkegiatan di TIM?

Terus terang saya mengapresiasi para seniman yang mengisi ruang-ruang gedung HB Jassin dan Perpustakaan Jakarta. Mereka terus berkarya memberikan legacy bagi keberlangsungan ekosistem sastra.Oleh karenanya kita harus bersatu. Kalau perlu membuat pertemuan 100 para sastrawan.Kita undang novelis, penyair, pemain teater, dan lain-lain.

Di sisi lain, bibit-bibit seniman muda juga perlu kita dorong agar ada regenerasi. Saya lihat proses regenerasi di jantung sastra Kota Jakata sudah berjalan dengan baik. Beruntung ada Pak HB Jassin. Kita harus berterima kasih kepada beliau yang sudah menyiapkan warisan naskah naskah dari para sastrawan untuk generasi selanjutnya. Legacy dokumen dari tokoh-tokoh yang ada di sini sangat diperlukan untuk regenerasi ke depan.

Untuk menjaga dan merawat, serta memanfaatkan warisan Pak Jassin, tentu kami butuh kolaborasi dengan sastrawan. Sebab sastrawan juga ingin karyanya berdampak bagi pembangunan kota, dari persepsi masing-masing. Untuk itu perlu diaktualisasi melalui berbagai kegiatan, dan Perpustakaan Jakarta melalui PDS HB Jassin siap mewadahi serta memfasilitasi sesuai tupoksinya.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini