PojokTIM – Pandangan perempuan itu menerawang. Jauh, seakan sedang menunggu sesuatu. Bibirnya terlihat berat untuk tersenyum. Delapan ekor ikan cue di depannya berjajar rapi menunggu pembeli. Suasana sekitar begitu lengang, berbatas tembok kusam yang menjadi sandaran perempuan Bali dalam lukisan karya Ni Made Sri Andani.

“Apresiasi terhadap perempuan tidak hanya pada parasnya yang ayu, atau gemulai tubuhnya. Kerja kerasnya dalam membantu perekonomian keluarga juga harus kita apresiasi,” ujar Dani, sapaan akrab Ni Made Sri Andani saat ditemui di Galeri 1 Soemanang, Antara Heritage Center (AHC), Pasar Baru Jakarta, Jumat (25/4/2025).

Ada filosofi tentang kemandirian perempuan Bali di balik lukisan Perempuan Pedagang Pindang. Menurut Dani, setiap perempuan Bali diajarkan oleh keluarganya untuk mandiri, tidak bergantung sepenuhnya pada suami. “Perempuan Bali adalah representasi keluarganya. Karena setelah menikah perempuan Bali ikut dalam keluarga suaminya, maka keluarganya menasehati agar jangan sampai dia menjadi beban keluarga suaminya, apalagi jadi omongan yang dapat mempermalu keluarganya,” terang Dani yang juga seorang penyair.

Oleh karenanya, setelah menikah banyak perempuan Bali rela bekerja apa saja, termasuk menjadi kuli bangunan. Mereka tidak mau hanya berharap pada penghasilan suaminya. “Minimal dia bisa memenuhi kebutuhan pribadinya.“ terang Dani.

Pada pameran lukisan bertajuk Apresiasi Kehidupan Wanita yang berlangsung sejak 20 April 2025, dan diikuti 33 pelukis yang semuanya perempuan, Dani menyertakan 2 lukisan. Seperti lukisan pertama, lukisan kedua yang diberi judul Perempuan Pengolah Padi Gaga, bertutur tentang perempuan Bali yang sedang merontokkan padi dari tangkai menggunakan kaki. Kekuatan dan semangatnya tergambar dari hentakkan kaki dan ekspresi wajahnya yang serius menatap ke bawah.

Lukisan Dani menarik perhatian pengunjung karena minim warna, berbeda dengan lukisan-lukisan lainnya yang didominasi warna terang. Dari sekitar 60 lukisan yang dipamerkan, sebagian besar menggunakan cat akrilik, sementara lainnya menggunakan cat air. Bahkan ada satu lukisan yang menggunakan potongan kain. Dengan rata-rata berukuran 80 cm x 60 cm, penempatan lukisan cukup di ruang galeri yang tidak terlalu luas cukup artistik. Pengunjung bisa memanjakan mata dan menikmati semua lukisan tanpa harus berpindah-pindah tempat.

Ni Made Sri Andani bersama pelukis Nadia SD Iskandar. Foto: PojokTIM

Pameran di TIM

Dani senang melukis sejak kecil. Namun baru serius menekuni seni lukis dalam beberapa tahun terakhir. Lukisannya fokus pada eksotisme Bali, pulau tempat dirinya dilahirkan dan dibesarlkan.

Dani juga aktif ikut pameran, termasuk pameran seni lukis kontemporer. Seperti galibnya pelukis, Dani pun punya keinginan bisa menggelar pameran tunggal. Tidak tanggung-tanggung, tempat yang dibidik untuk pameran tunggalnya adalah Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. “Saya sudah punya sekitar 30 lukisan, cukup untuk pameran tunggal,” cetus dokter hewan itu seraya membocorkan obsesi lain; memiliki galeri sendiri.

Pameran yang menggambarkan sinergitas dan semangat perempuan itu akan berlangsung sampai Minggu, 27 April 2025. Pengunjungnya dari berbagai kalangan, termasuk serombongan perempuan muda yang tampak malu-malu ketika memasuki galeri. Namun setelahnya hanyut dalam buaian lukisan. Entah apa yang dipikirkan.

 

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini