PojokTIM– Nada optimis tidak pernah lepas dari tutur kata Rini Intama. Tak jarang suaranya meninggi disertai ekspresi kegeraman ketika menyoal kondisi literasi di sekolah. Bukan hanya sastra, namun juga literasi pada mata pelajaran lain.
“Kalau gurunya malas membaca, maka jangan harap siswanya gemar membaca. Sebab kebiasaan membaca harus dilatih sejak dini, baik di rumah maupun sekolah,” ujar Rini Intama usai menjadi moderator acara diskusi Meja Panjang yang mengangkat tema Literasi Sastra di Sekolah, yang diselenggarakan Dapur Sastra Jakarta (DSJ) bekerjasama dengan PDS HB Jassin, akhir pekan lalu.
Bagi Rini, persoalan minat baca dan menulis di sekolah sangat kompleks. Tidak bisa hanya menyalahkan satu pihak. Terlebih masih ada ketimpangan antara sekolah di perkotaan dan pelosok baik dari segi fasilitas, dan juga kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Yang paling penting adalah berbuat secara langsung sesuai kemampuan masing-masing. Tidak perlu menunggu kondisi ideal, apalagi sibuk mencari pihak lain untuk disalahkan. Mengkritisi itu baik, tetapi jauh lebih baik jika disertai tindakan nyata untuk ikut membenahi hal-hal yang dianggap kurang ideal,” papar Rini.
Sebagai pendidik, Rini tidak hanya pasrah dengan materi yang ada dalam kurikulum. Rini mencoba mengembangkan proses pembelajaran yang lebih adaptif dengan siswa didiknya.
Berikut rangkuman wawancara PojokTIM dengan Rini Intama di selasar gedung Trisno Soemardjo komplek Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat.
Upaya apa yang Anda lakukan untuk menumbuhkan minat baca pada anak?
Saya menciptakan metode agar anak mau membaca dan menulis lewat pengembangan-pengembangan alam anak usia SD. Jadi ada logika bahasa, logika matematika, juga logika lingkungan alam sekitar. Sejak dini anak-anak saya ajak mengenal literasi lewat alam. Pengenalannya menggunakan bahasa yang paling sederhana.
Metode yang saya kembangkan, dan cara mengajarnya tidak terikat kurikulum. Yang terpenting memiliki tujuan dan semangat yang sama dengan kurikulum. Prinsipnya, kita jangan bergantung kurikulum dan fasilitas di sekolah. Jika kita merasa punya beban moril yang cukup besar untuk menghidupkan literasi, ya langsung bergerak aja.
Bagaimana Anda melihat kurikulum pendidikan saat ini?
Kurikulum Merdeka mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pengembangan literasi di sekolah. Misalnya, anak kelas 1 SD diberi kata-kata acak untuk disusun menjadi kalimat yang benar. Itu paling sederhana. Atau literasi angka, diajarkan melalui cerita yang panjang. Semisal, ibu membeli telur sekian, dikurangi sekian.
Tapi dalam beberapa kasus, masih kurang diimbangi oleh kemampuan guru. Saya sependapat bahwa rata-rata anak-anak kurang suka membaca. Kalau lihat di perpusatkaan iya, banyak anak-anak yang sedang membaca di situ. Tapi berapa jumlahnya? Apakah itu mewakili anak-anak secara umum? Saya sering menjumpai anak yang benar-benar tidak mau membaca, Mungkin karena di sekolahan tidak dibiasakan untuk membaca. Jika menemukan kondisi seperti ini, problemnya bukan kurikulum, bukan anak-anak, tapi sumber daya manusianya. Guru-gurunya yang belum siap untuk menerima kurikulum baru. Itu yang terjadi.
Tapi saya juga paham, guru juga memiliki beban berat, harus menyelesaikan laporan dan segala macam administrasi. Belum lagi beban mata pelajaran yang harus diajarkan. Guru SD, misalnya, tidak hanya mengajar satu mata pelajaran. Belum lagi kondisi di pelosok, satu guru harus megang berapa kelas. Jadi persoalannya memang kompleks.
Rini Intama saat menjadi moderator diskusi di PDS HB Jassin. Foto: Ist
Selain pengembangan metode pengajaran untuk siswa SD, upaya apalagi yang Anda lakukan untuk meningkatkan literasi di sekolah?
Saya tergabung menjadi mentor/kurator di sebuah komunitas yang fokus pada literasi guru dengan program 1000 guru menulis, khususnya menulis karya sastra. Saya berharap program komunitas ini bisa menjadi jembatan yang menghubungkan guru dan peserta didik dalam hal kemampuan menulis dan membaca karya sastra
Sejak kapan program 1000 Guru Menulis?
Sudah berjalan sejak 6 tahun lalu, awal 2018. Pesertanya guru SD sampai SMA, dari berbagai daerah. Hasilnya sekarang banyak guru yang menjadi penulis. Jadi selain meningkatkan kemampuan menulis yang akan diajarkan kepada anak didiknya, juga berkarya untuk diri sendiri. Saya selalu tekankan kepada mereka bahwa menguasai dan menyukai dunia menulis banyak manfaatnya. Salah satunya peluang karir, termasuk kenaikan pangkat.
Tetapi apakah bermanfaat sampai ke anak-anak, di situlah tantangan terbesarnya. Saya bisa mengajari gurunya, tapi apakah si guru bisa mengajarkan kepada siswanya.
Anda masih menulis karya sastra?
Masih, selain mengajar saya menulis. Sudah menghasilkan 9 buku, dari mulai kumpulan puisi, kumpulan cerpen, dan novel. Kalau novel bercerita tentang psikologi, peristiwa traumatik yang dialami tokohnya. Untuk kegiatan literasi saya lebih banyak aktif di Kabupten Tangerang, termasuk jadi narasumber atau moderator kegiatan literasi. .
Menurut Anda, seberapa penting peran komunitas dalam pengembangan sastra?
Komunitas penting, sebagai tempat pengabdian diri sekaligus pendukung langkah kita. Ketika kita bergerak, berkarya maka jembatannya adalah komunitas. Contohnya ketika saya diundang oleh komunitas DSJ untuk menjadi moderator.
Komunitas sastra memainkan peran penting dalam perkembangan dan pelestarian kebudayaan. Di era kontemporer yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan globalisasi, keberadaan komunitas sastra tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang dengan cara yang baru dan inovatif. Komunitas-komunitas ini menjadi wadah penting bagi para penulis, penyair, dan pecinta sastra untuk berbagi karya, ide, dan inspirasi, sekaligus menjadi agen perubahan sosial dan budaya.
Di tengah kemajuan teknologi dan globalisasi yang mempersempit jarak antarmanusia, komunitas sastra menjadi semakin penting sebagai ruang tempat para pecinta sastra berkumpul, berbagi ide, dan merayakan keindahan kata-kata. Komunitas sastra tidak hanya menjadi tempat untuk mendiskusikan karya-karya sastra, tetapi juga wadah bagi kolaborasi kreatif, pertukaran budaya, dan pertumbuhan pribadi.
Bisa dijabarkan lebih spesifik?
Pertama-tama, komunitas sastra adalah tempat di mana individu-individu dengan minat yang sama dalam sastra dapat berkumpul dan merasa diterima. Di tengah keramaian dunia yang semakin terhubung ini, kadang-kadang sulit untuk menemukan orang-orang yang memiliki hasrat yang sama terhadap kata-kata, cerita, dan pemikiran. Namun, dalam komunitas sastra, orang-orang dapat merasa bahwa mereka tidak sendirian. Mereka dapat berbagi kecintaan mereka terhadap sastra, mendiskusikan karya-karya favorit mereka, dan menemukan inspirasi dari satu sama lain.
Kedua, komunitas sastra menjadi tempat untuk membangun hubungan interpersonal yang kuat dan berarti. Dalam diskusi-diskusi tentang sastra, orang-orang dapat saling berbagi pengalaman hidup, pandangan dunia, dan impian-impian mereka. Mereka dapat belajar satu sama lain, tumbuh bersama-sama, dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan kehidupan mereka. Ibarat dalams atu keluarga, mereka saling mendukung dan menginspirasi.
Anggota komunitas sastra juga dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti lokakarya menulis, baca puisi, pertunjukan sastra, dan festival sastra. Mereka dapat mengasah keterampilan menulis mereka, mendapatkan umpan balik konstruktif dari sesama penulis, dan terus berkembang sebagai individu kreatif.
Apa manfaat lainnya?
Mereka bisa memperluas jaringan profesional, menjalin hubungan dengan penulis terkenal, penerbit, dan tokoh sastra lainnya, yang dapat membantu memajukan karier mereka dalam dunia sastra.
Tidak hanya di tingkat lokal, komunitas sastra juga bisa merambah ke ranah global. Melalui media sosial dan platform daring, orang-orang dapat terhubung dengan komunitas sastra dari seluruh dunia. Mereka dapat berpartisipasi dalam diskusi-diskusi virtual, mengikuti acara-acara sastra internasional, dan berkolaborasi dengan penulis dari berbagai budaya dan latar belakang. Dengan demikian, komunitas sastra menjadi jembatan yang menghubungkan antara individu-individu yang tersebar di berbagai belahan dunia, menciptakan ruang yang inklusif, dinamis, dan kaya akan keberagaman.
Oleh karena itu, dalam era di mana hubungan manusia semakin terfragmentasi oleh teknologi dan jarak geografis, komunitas sastra menjadi semakin penting. Di dalam komunitas sastra, orang-orang menemukan tempat untuk berkumpul, berbagi, dan berkembang bersama. Mereka menemukan pengertian, dukungan, dan inspirasi yang mereka butuhkan untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam dunia sastra yang luas.
Komunitas sastra juga memiliki dampak yang signifikan dalam konteks sosial dan budaya. Mereka sering kali menjadi suara kritis terhadap isu-isu sosial, politik, dan lingkungan. Melalui karya sastra dan kegiatan mereka, komunitas ini dapat menyuarakan protes, memberikan edukasi, dan mendorong perubahan sosial. Puisi, cerita pendek, dan esai yang dihasilkan dari komunitas ini sering kali mencerminkan keprihatinan dan aspirasi masyarakat, menjadi bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan sosial.
Selain itu, komunitas sastra juga memainkan peran penting dalam pelestarian budaya lokal. Dengan mengangkat tema-tema lokal dan menggunakan bahasa daerah, komunitas ini membantu menjaga dan mempromosikan kekayaan budaya yang sering kali terpinggirkan oleh arus globalisasi. Mereka juga berperan dalam mendokumentasikan tradisi lisan dan cerita rakyat, memastikan bahwa warisan budaya tersebut tidak hilang ditelan zaman.
Apa saja tantangan yang dihadapi komunitas?
Salah satu tantangan terbesarnya adalah pendanaan dan dukungan logistik. Banyak komunitas sastra yang bergantung pada donasi dan dukungan dari anggotanya, sehingga keberlanjutan kegiatan sering kali tidak stabil.
Tantangan lainnya dalah menarik minat generasi muda yang lebih cenderung mengonsumsi konten visual dan digital. Namun tantangan ini juga membawa peluang baru. Penggunaan teknologi dan media digital memungkinkan komunitas sastra untuk berinovasi dalam cara mereka berinteraksi dan berkarya. Misalnya, komunitas dapat menggunakan crowdfunding untuk mendanai proyek penerbitan atau mengadakan festival sastra online yang menjangkau audiens internasional. Kolaborasi dengan komunitas seni lain juga dapat membuka peluang untuk eksplorasi kreatif lintas budaya.