PojokTIM – Tema pameran “Mengunci Ingatan, Setahun Kepergian Yudhistira ANM Massardi” tidak hanya menyentuh hati namun mengajak kita untuk merenungi bagaimana sastra menyimpan memori, merekam zaman dan melawan jatuh dirinya bangsa. Pameran akan menjadi sejarah penting karena digelar di tempat yang sangat bermakna, Perpustakaa Jakarta dan Pusat Dokumen Sastra (PDS) HB Jassin, sebuah institusi budaya yang bukan hanya menjadi ruang baca, tetapi juga benteng terakhir bagi ingatan kolektif kita terutama dalam bidang sastra dan kazanah peradaban bangsa.
Demikian dikatakan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jakarta Syaefullah Hidayat saat membuka pameran memperingati setahun meninggalnya sastrawan Yudhistira AMN Massardi di Galeri PDS HB Jassin, Lt III Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki, Kamis (17/4/2025).
Selain keluarga besar dan kerabat, pembukaan pameran juga dihadiri anggota DPR Samuel Wattimena dan sejumlah seniman termasuk penyair Noorca M Massardi yang merupakan kakak kembar Yudhistira, mantan rocker Reny Jayusman serta sastrawan dan teaterwan Jose Rizal Manua.
“Melalui pameran karya-karya Yudhistira Massardi seperti membalik duka. Bukan hanya dalam bentuk tulisan, tetapi dalam perjumpaan dengan pembaca baru, generasi baru, cara pandang baru,” tambah Syaefullah.
Masih menurut Syaefullah, PDS HB Jassin yang selama ini menjadi pusat penyimpanan naskah dan dokumentasi sastrawan Indonesia, menjelma menjadi ruang literasi antara masa lalu, masa depan. Antara teks yang pernah ditulis dan fakta yang terus berganti. “Hal ini akan membawa perkembangan peradaban masyarakat Jakarta ke arah yang semakin maju,” tegasnya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jakarta Syaefullah Hidayat saat memberikan sambutan pada acara Mengunci Ingatan. Foto: Dok, PojokTIM
Sebelumnya, Kepala Pusat Dokumen Sastra )PDS) HB Jassin Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jakarta Diki Lukman Hakim mengatakan pameran akan berlangsung dari tanggal 17 April sampai 8 Mei 2025. Pameran bertajuk Mengunci Ingatan tersebut merupakan bentuk penghargaan dan apresiasi terhadap perjalanan panjang seorang sastrawan yang telah menorehkan jejak penting dalam sejarah sastra Indonesia modern serta bentuk apresiasi terhadap karya-karya sastra.
“Setelah meninggalnya Yudhistira, keluarganya menyerahkan beberapa karya almarhum untuk disimpan menjadi koleksi PDS HB Jassin. Oleh karena itu kami berkomitmen untuk terus memperkenalkan karya-karya beliau. Melalui pameran ini kita tidak hanya memperingati sosok Yudhistira Massardi tetapi untuk merawat warisan pemikiran, karya dan keberanian dari seorang Yudhistira,” terang Diki selaku ketua pelaksana kegiatan tersebut.
Diki menambahkan pameran sastra menjadi salah satu upaya PDS dalam memperkenalkan karya sastra kepada masyarakat sehingga bisa menjadi inpirasi maupun motivasi dalam berkarya untuk memajukan kesusasteraan Indonesia.
“Waktu terus berjalan seperti kata-kata yang tak pernah selesai menulis dirinya sendiri. Pameran ini mungkin hanya berlangsung singkat, namun ingatan yang telah kita buka bersama melalui puisi, naskah, catatan dan suara-suara sunyi dalam karya Yudhistira Massardi akan terus kita dalami dan kita kenang,” ujar Diki yang dikenal dekat dengan kalangan seniman.
Suasana Haru
Suasana pembukaan pameran berubah menjadi haru ketika Iga Massardi memberikan kesaksian atas ayahnya.
“Saya mengenal Yudhistira Massardi sejak tahun 1985, tepat 9 November di Jakarta. Saya tidak terlalu ingat pertemuan itu karena menurut orang-orang di sana, saya hanya menangis setelah dibisikan azan olehnya,” kisah Iga mengenang pertemuan pertamanya dengan sang ayah.
Iga juga mengenang keakraban ayahnya dengan penyanyi Franky Sahilatua yang disebutnya selalu bersama bagaikan ombak dan pasir. “Saling bergantian memeluk satu sama lain, bahkan sampai hari ini, ketika mereka berdua sudah berpindah domisili,” tutur Iga.
Iga juga memuji novel karya Yudhistira yang berjudul Mencoba Tidak Menyerah yang menjadi juara harapan pada lomba novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 1996. “Yudhis adalah seorang anarkis yang melankolis dan romatis karena satu-satunya kalau pun ia menunduk adalah cinta,” simpul Iga.
Sementara Noorca menceritakan perjumpaan yang sudah dimulai sejak dalam kandungan. “Oleh karenanya saya tidak pernah merasa kehilangan karena Yudhis selalu ada bersama saya sampai hari ini,” ucap Noorca dengan nada terisak.
Mengunci Ingatan merupakan judul buku tentang Yudhistira Massardi. Selain pameran sastra, kegiatan peringatan setahun wafatnya mantan wartawan Gatra itu juga akan diisi dengan diskusi karya-karyanya yang direncanakan berlangsung pada 3 Mei mendatang.