PojokTIM – Revisi aturan yang membatasi usia sutradara teater peserta Festival Teater Jakarta (FTJ) maksimal 40 tahun menjadi tema diskusi publik yang cukup hangat di Gedung Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Sabtu (22/3/2025). Terlebih pada gelaran FTJ 2024, pembatasan itu memicu insiden yang berujung pada terjadinya dugaan tindak pelecehan seksual.

Diskusi dengan tema Gagap Gempita FTJ, Antara Pedoman versus Implementasi menghadirkan sejumlah narasumber yakni Asep S Martin, Edi Susanto, Fachrizal Mochsen, Harris Priadie Bah, Krisna Asditya, dan Exan Zen. Sejak awal, diskusi yang dipandu Sihar Ramses Simatupang, sudah menunjukkan adanya perbedaan pandangan di antara narasumber terkait pembatasan usia sutradara peserta FTJ.

“Gara-gara (aturan) FTJ diutak-atik, termasuk persoalan umur, muncul banyak konflik. Puncaknya terjadi pada kasus Joind Bayuwinanda. Dari pertengkaran soal umur, ada kesalahan omong, kegoreng, akhirnya menjadi kasus pelecehan seksual,” ujar Exan Zen.

Menurut Exan, perubahan substansi dari Festival Teater Remaja (FTR) menjadi  FTJ merupakan bentuk penghormatan bagi penggiat teater yang sudah tidak muda secara usia, namun masih berkarya. Oleh karenanya, tidak elok jika sekarang FTJ seperti ingin dikembalikan ke teater remaja dengan adanya pembatasan umur.

“Terlebih saat ini sudah ada Festival Teater Pelajar, Festival Teater Anak. Jadi tidak perlu melakukan pembatasan usia pada FTJ,” tegas Exan.

Di sisi lain, Asep S Martin dan Edi Susanto menilai pembatasan usia peserta FTJ diperlukan sebagai bagian dari upaya regenerasi. Menurutnya, setelah usia 40 tahun, mereka dapat menjadi juri atau pembina. “Saya kira perlu adanya regenerasi,” tegas Asep S Martin.

Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Krisna Aditya menerangkan, perubahan pedoman FTJ terutama terkait pembatasan usia, didasari pemahaman bahwa usia 40 tahun sudah establish dalam berkarya. Hal itu juga beriringan dengan nomenklatur bidang pembinaan di Dinas Kebudayaan Jakarta.

Namun demikian, Aditya mengakui munculnya dinamika dalam menyikapi perubahan pedoman FTJ meski sejak Februari 2024 sudah diumumkan kepada asosiasi terkait adanya pemutahiran pedoman FTJ.

“Padahal Komite sudah 3 kali berbicara dengan asosiasi teater sebagai mitra kerja komite sekaligus representasi dari wilayah,” ujar Adit, sapaan akrabnya.

Untuk itu, Komite Teater akan kembali mengundang asosiasi teater plus, termasuk dinas, untuk inventarisasi permasalahan dan membuka ruang dialog. “Jika nantinya ada kebutuhan tertentu, mungkin kita akan bentuk tim ad hoc untuk menyusun pedoman FTJ yang baru,” tegas Adit.

Menanggapi hal itu, Harris Priadie Bah mengatakan aturan FTJ tidak perlu diutak-atik. Jika ada pemikiran lain yang jenius, Harris menyarankan untuk  membentuk festival baru.

“Kalau kita analogikan FTJ sebagai orang yang telah dewasa, di mana usianya sudah 52 tahun, dan konsisten hadir setiap tahun, mestinya tidak ada persoalan lagi. Untuk itu jangan diutak-atik lagi karena sejak Wahyu Sihombing, pedomannya sudah sangat jelas,” ujar Harris Bah yang sempat memprotes di-takedown-nya nama Joind Bayuwinanda sebagai salah satu narasumber diskusi tersebut.

Diakui Harris Bah, lahirnya FTR didasari oleh keprihatinan Wahyu Sihombing (alm) sebagai drawanan, pengajar IKJ (dulu Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta/LPKJ) sekaligus anggota Komite Teater DKJ, terhadap kaum remaja yang memiliki energi besar namun kurang tersalurkan sehingga melakukan kegiatan-kegiatan kurang positif seperti tawuran, nonglrong di pinggir jalan sambil menenggak miras atau nge-gele.

“Dalam perkembangannya, FTR berubah menjadi FTJ bersebab kehadirannya memang menarik perhatian banyak orang dalam usia yang beragam,” jelas Harris Bah.

Diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Teater Jakarta Pusat (ATAP) bekerjasama dengan Program Studi Seni Pertunjukan IKJ, semakin hangat dengan adanya tanggapan dan masukan, baik pro maupun kontra  dari peserta yang berasal dari berbagai asosiasi teater se-Jakarta. Hadir juga penggiat teater dari berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.

“Hasil diskusi merekomendasikan para asosiasi teater dan Komite Teater DKJ untuk melakukan rembug tentang perubahan pedoman FTJ,” ujar Sihar kepada PojokTIM.

 

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini