PojokTIM – Tetap semangat, enerjik dan ramah. Itulah kesan pertama saat bertemu Dr Free Hearty Mhum. Kepedualiannya pada dunia literasi tak pernah surut. Mantan akademisi, jurnalis, pengamat dan kritikus sastra, sekaligus penulis produktif yang menerbitkan banyak buku, fiksi maupun nonfiksi, itu kini didapuk menjadi Ketua Umum Badan Pelaksana Harian (BPH) Yayasan Wanita Penulis Indonesia (WPI) untuk ketiga kalinya.
“Sebenarnya saya tidak ingin lagi duduk di sini (sebagai Ketua Umum WPI). Tetapi Sari Narulita (salah satu pendiri WPI) and genk, memaksa saya untuk kembali mengurus WPI. Mudah-mudahan saya sehat dan tetap bisa bekerja,” ujar Bundo Free, sapaan akrab Free Hearty saat pengukuhan BPH WPI periode 2025-2030 di kantor sekretariat WPI di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (20/4/2025).
Mulai aktif menulis sejak 1970-an, Bundo Free memiliki pergaulan yang sangat luas dan hubungan yang sangat baik, bukan hanya dengan penulis-penulis Indonesia, namun juga kawasan serumpun dan sastrawan dari belahan dunia lainnya. Bundo Free juga sering diundang sebagai pembicara dalam berbagai forum sastra.
“Saya berusaha mempromosikan karya sastra Indonesia di forum-forum dunia. Bagi saya tidak ada karya (tulis) yang jelek. Kritik bagus, boleh-boleh saja. Tetapi mengatakan karya (sebagai) sampah, saya tidak sependapat karena (mereka menulis itu berpikir. Bahwa kita tidak sependapat atau terdapat kekurangan dari segi (teori) penulisan, berikan masukan, bukan menghakiminya dengan kata-kata yang (bisa) membunuh kreatifitas seseorang dalam berkarya,” pesan Bundo Free.
Berikut petikan wawancara PojokTIM dengan Free Hearty yang dilakukan dalam dua kesempatan, di kantor Sekretariat WPI dan PDS HB jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM).
Ini pertanyaan umum, apa pentingnya sastra?
Ada cerita menarik ketika kawan Bundo mengirim anaknya yang masih usia SD untuk belajar di Amerika. Anak itu memang pintar matematika dan ilmu pasti. Tetapi ternyata dia tidak lulus. Orang tuanya lantas menyusul ke Amerika untuk mengetahui alasannya. Gurunya menjawab, anaknya tidak bisa bikin puisi. Orang tuanya kaget, mengapa saya kirim jauh-jauh ke Amerika kalau hanya untuk bikin puisi.
Gurunya pun menjelaskan, puisi itu imajinasi. If You have no imagination you are end game. Ketika disuruh bikin puisi, si anak cerita apa adanya, tanpa ada imajinasinya. Demikian juga ketika ke lapangan, tiduran di ayunan, dibekali makanan dan minum, lalu disuruh melamun, dan tuliskan hasil lamunannya. Mestinya itu tempat yang nyaman untuk berimajinasi karena ada angin sepoi-sepoi, burung beterbangan, dan hijau rerumputan,
Lantas apa yang ditulis anak itu? Aku berayun sambil minum coca-cola, ada burung beterbangan dan angin bersliweran. Ketika dibaca oleh gurunya dan ditanya mana imajinasimu, dia menjawab bahwa hanya itu yang dirasakan. Gurunya pun mengatakan, jika kamu tidak punya imajinasi, mau jadi apa kelak? Peradaban dan teknologi di dunia ini dibangun dari imajinasi semisal pesawat terbang yang diciptakan dari imajinasi Wright bersaudara. .
Jadi, yang ingin Bundo katakan, imajinasi itu sangat penting, Orang yang mengatakan imajinasi tidak perlu, parah banget. Kenapa kualitas bangsa ini menurun, salah satunya karena sastranya menurun. Karena sastra menajamkan akal, menghaluskan budi. Sastra itu hasil imajinasi. Satu puisi satu imajinasi. Dalam satu buku puisi, ada berapa banyak imajinasi? Itulah pentingnya sastra agar imajinasi anak-anak bangsa tetap terjaga untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan.
Lalu bagaimana perkembangan sastra saat ini?
Perkembangannya sangat bagus asal tidak diselingkuhi oleh hal-hal yang merusak. Banyak (penulis) yang berpikir (karya) sastra (harus) mudah dicerna. Itu yang tidak dipahami oleh mereka. Sastra, bagaimana pun sifatnya multitafsir, tidak bisa ditolak. Beda dengan berita yang monotafsir. Jadi kalau menulis sastra dengan terang-terangan, tidak membuat orang berpikir dan berimajinasi, itu bukan sastra.
Bundo berharap, kembalilah pada (kaidah) sastra. Karena sastra itu berasal dari kata susastra, di mana su berarti keindahan. Kematian, kemarahan, kebencian, bisa menjadi cerita yang indah jika penulisnya benar-benar paham sastra
Mengapa berkembang menjadi iterasi?
Sekarang sastra di-booster, diluaskan, menjadi literasi yang memiliki cakupan lebih luas karena tidak hanya tentang puisi, prosa dan teater, tapi juga agama, budaya, moral, ekonomi, politik dan lain-lain. Namun kondisi literasi kita, dari atas sampai bawah sangat memperihatinkan. Sering mis-understanding. Lain yang ditulis, lain yang dipahami. Bahkan orang-orang sastra pun banyak yang tidak paham dengan literasi. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman. Padahal literasi berasal dari Bahasa Inggris, literacy yang bermakna bisa membaca, jangan buta huruf. Bisa membaca di sini bukan orang yang tidak pandai membaca, tetapi yang mampu menangkap arti dan makna dari sebuah tulisan.
Ada penyair atau sastrawan yang merasa besar, lantas ada penulis baru muncul, lalu langsung digethok kepalanya, mengatakan yang ditulis sebagai sampah. Itu Bundo tidak suka. Memang ada orang yang punya bakat, terlontar begitu saja langsung jadi (karya). Tapi ada yang melewati pembelajaran, berpikir, tentang (teori) sastra baru baerkarya. Sastra yang baik melalui olah rasa dan pikir. Jika hanya mengandalkan rasa, sibuk dengan majas, generatif dan generik, metafora, dan simile, maka menjadi tidak cermat. Harus ditambah dengan pengetahuan. Contohnya, saat orang mengatakan “aku cinta padamu” itu biasa saja. Coba jika diubah dengan “aku tak bisa hidup tanpa kamu, atau “kaulah napasku”, Maknanya lebih dalam. Membuat orang berimajinasi, dan artinya bisa macam-macam. Itu yang dimaksud dengan sastra, harus multitafsir. Kalau orang ingin menjelas-jelaskan,bikin berita, bikin esai saja.
Apa tanggapan Anda terkait pengggunaan AI dalam seni?
Untuk pengetahuan, sebagai bagian perkembangan teknologi, tidak ada masalah dengan AI. Namun jika untuk seni, terus terang Bundo tidak setuju karena seni membutuhkan jiwa. Sementara karya hasil AI kurang berjiwa. Pada puisi, kita dengan mudah dapat mengenali mana bikinan AI mana yang dibuat oleh penyair sungguhan.
Kalau soal apakah AI akan menjadi ancaman atau tidak, terganatung dari penggunanya. Kalau dasarnya penjahat, jangankan AI, apa saja bisa digunakan untuk melakukan kejahatannya. Oleh karenanya, kepada generasi sekarang, yang sudah berhadapan dengan AI, hendaknya bisa bersikap kritis. Jangan mudah tertipu hasil kerja AI.
Sekarang orang mudah mempublikasikan karya, termasuk di media sosial. Apakah hal itu berpengaruh terhadap penurunan kualitas karya sastra secara umum?
Sangat, sangat. Ada orang yang baru belajar menulis di Facebook, lalu mengklaim diri sastrawan dan mengajar (sastra). Padahal untuk menulkis buku, kita belajar membaca semesta, berimajinasi. Diendapkan dulu, baru bisa ditulis menjadi buku. Terus terang, sekarang banyak yang hanya melihat sekilas langsung dia ajarkan. Bisa dipahami bagaimana kualitasnya.
Anda masih menulis?
Masih, tapi tentu tidak seproduktif dulu. Ada satu novel yang sedang Bundo tulis dan sudah ditunggu oleh Penerrbit Obor, tapi belum selesai-selesai.
Bundo Free memberikan sambutan dalam acara WPI. Foto: dokpri
Bealih ke WPI, apa saja kegiatan yang telah dilakukan WPI dan bagaimana program ke depan?
Sudah banyak kegiatan yang dilakukan WPI. Salah satunya meluncurkan buku bersama penulis perempuan Malaysia di ajang IBF (International Book Fair). pemilihan ratu dan raja sastra, di mana saat ini kita ganti menjadi pemilihan ratu dan raja literasi. Kegiatan ini tidak dilaksanakan setiap tahun, namun pada momen-momen tertentu saja. Setelah kita umumkan tanggal pemilihannya, siapa saja boleh mendaftar.
Kriteria khususnya adalah mereka yang telah menulis buku. Temanya bebas, apa saja yang mereka minati tidak hanya sastra, bisa politik, agama, sosial, dan budaya. Setelah terkumpul, nanti akan dinilai dan dipilih oleh panitia. Bagi yang masuk final, kita undang untuk mempresentasikan bagaimana pemahaman mereka tentang apa yang mereka tulis, dan bagaimana mereka mengekspresikan pemahaman.
Kemudian kita juga sedang mempersiapan pertemuan penyair dunia bekerjsamaa dengan Perhimpunan Sastrawan Budayawan Negara Serumpun (PSBNS). Awalnya kegiatan ini akan diadakan di Ambon, Maluku, namun karena ada gempa, terpaksa diundur dan rencananya dipindah ke Jakarta. Terlebih saat ini Jakarta sudah ditetapkan sebagai Kota Leterasi oleh UNESCO sehingga kami berharap Pemprov Daerah Khusus Jakarta mendukung kegiatan ini
Bagaimana dengan keanggotaan WPI?
Sekarang WPI sedang melakukan pembaharuan karena ada anggota dan pengurus yang keluar, dan ada yang masuk. Hal yang alamiah, regenrasi. WPI tidak menerapkan syarat khusus bagi yang mau bergabung menjadi anggota dan pengurus. Yang penting memiliki komitmen, loyal, dan berkarya. Mestinya keanggotaan WPI berlaku seumur hidup, tetapi kami juga tidak bisa mencegah mereka yang ingin keluar karena WPI merupakan organisasi nirlaba di mana semua kegiatan dilakukan secara swadaya..
Apa saran untuk anak-anak muda yang sedang berproses dalam dunia kepenulisan?
Jangan mudah terganggu dgn kritik-kritik yang membunuh. Pokoknya menulis terus, jangan pernah berhenti berkarya betapa pun dilecehkan, dihina-hinakan, disampah-sampahkan. Karena menulis juga healing bagi jiwa kita. Bundo selalu menghargai setiap tulisan karena mereka menulisnya dengan pikiran, sesuai apa yang mereka tangkap dari semesta. Itu harus kita hargai. Kita bina mereka, jangan dibinasakan. Bundo pernah mengalami, saat masih remaja, senior-senior menghantam, mengkritik tulisan-tulisan Bundo sampai hampir kehilangan keinginan untuk menulis. Sangat membekas, dan Bundo tidak ingin hal itu dialami oleh penulis-penulis lain, terutama mereka yang baru mulai berkarya.
Adakah pesan khusus untuk perempuan di Hari Kartini ini?
Ini saatnya wanita bersuara. Suarakan apa permasalahannya. Jangan diam, jangan hanya menangis. Bundo akan bikin academic writing khusus untuk anggota WPI, gratis. Bundo akan ajarkan teknik menulis diary, epistolary style. Tentang bagaimana mereka berdialog dengan Tuhan atau dengan kekasihnya dalam bentuk diary. Tulisan semacam itu akan lebih menarik dalam bentuk diary, bukan diposting di media sosial karena tujuannya untuk healing diri sendiri. Kalau diposting di media sosial mungkin saja mendapat tanggapan dan komentar yang tidak sesuai dengan harapan atau justru menyakitkan.