PojokTIM – Apakah buku bacaan akan punah di era disrupsi, era di mana perubahan berlangsung sangat cepat akibat kemajuan teknologi? Setelah media massa cetak, bukan tidak mungkin buku-buku bacaan pun menjadi barang langka.
Lukisan berjudul “My Last Book” karya Galuh Tajimalela dengan baik menyuarakan kecintaan pada buku sekaligus kecemasan terjadinya era dunia tanpa buku. Lukisan watercolor pada kertas cold pressed 300gsm berukuran 190 cm x 122 cm benar-benar mewakili kondisi saat ini.
Nenek yang sedang membaca buku dan memegangnya dengan sangat erat, menjadi simbol betapa mirisnya kepunahan buku fisik dan mengajak siapa pun yang melihatnya untuk melestarikan budaya membaca buku konvensional. Secanggih apa pun teknologi, ada nilai-nilai dalam buku yang tidak dapat diganti oleh media digital.
Demikian mengemuka dalam diskusi Kolcai Jabodetabeka, Komunitas Cat Air Chapter Jabodetabeka yang dimoderatori oleh Erna Winarsih Wiyono.
Dalam pengantarnya, Erna mengatakan, dalam era digitalisasi, aktivitas dan kebutuhan manusia semakin pragmatis oleh karena teknologi digital yang semakin berkembang di berbagai industri.
Salah satu yang sedang beradaptasi dengan kondisi tersebut adalah industri penerbitan, yang kini memiliki tantangan untuk tetap mempertahankan eksistensinya di dunia literasi buku konvensional atau fisik.
“Melihat telah banyaknya kehadiran penerbit buku daring berupa e-book, bahkan e-book bajakan yang beredar secara cuma-cuma, lantas pertanyaan yang muncul, apakah buku fisik atau cetak masih mendapatkan tempat di hati para pembacanya?” cetus Erna.
Fenomena berkurangnya pembaca buku fisik, menurut Erna, mungkin karena banyak yang beralih pada informasi digital.
“Pada lukisan My Last Book kita menemukan gambaran betapa mirisnya kepunahan buku. Oleh karenanya kita ingin lebih memahami pesan yang ingin disampaikan oleh Galuh melalui karyanya dan bagaimana kita bisa berkontribusi dalam melestarikan budaya membaca buku konvensional,” ujar Erna.
Dari diskusi itu diharapkan masyarakat dapat lebih menghargai nilai-nilai yang terkandung dalam buku fisik dan juga memahami peran penting mereka dalam melestarikan budaya membaca buku konvensional.
“Kita mengajak masyarakat untuk tidak hanya fokus pada kemajuan teknologi, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai lama yang masih relevan dan penting untuk dilestarikan,” tegas Erna.
Diskusi yang digelar pada Sabtu, 23 Maret 2024 lalu, merupakan diskusi kedua karya lukis cat air pilihan yang sudah lolos kurasi pengurusan Kolcai Jabodetabeka.
Pengurus Kolcai Jabodetabeka
Pengawas & Pembina : Candra Martoyo Jae Fahru Wawan Weizz
Ketua : Dhona Artha Cirmonzie
Sekretaris : Erna Winarsih Wiyono
Bendahara : Eti Handayani
Divisi Program/Event : Duki Noermala
Divisi Humas : Lesh Dewika
Keterangan Lukisan
Judul: My Last Book
Media: Watercolor on cold pressed paper 300gsm
Ukuran: 190 x 122cm
Tahun: 2023