Puisi-Puisi Zabidi Yakub
PESISIR TUBAN
Menyusuri pesisir Tuban
Menatap pohon siwalan menjulang
Aku jadi teringat Kiai Zawawi Imron
Pada puisi “Ibu”, beliau mengiaskan;
“Mayang-mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan”
Tapi, yang kusaksikan
Mayang-mayang siwalan disadap, diambil getahnya
Warna putihnya pekat, rasa manisnya kuat, sedikit masam
Berwadah bekas botol air mineral, dipajang di depan rumah
Dijaga berbekal putik-putik harapan yang melayapi sepi
Menanti pendatang singgah, kepengen legén
Lalu, bagaimana bisa menemukan sari-sari kerinduan itu
Bila yang terjadi, tak ada pendatang singgah
Beranjak malam, getah mayang siwalan kian masam
Menyusuri pesisir Tuban
Debu musim kemarau diempas roda zaman
Hawa panas menegaskan guratan kata Kiai Zawawi Imron;
“Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting”
Roda-roda beragam diameter, saling berpacu gegas
Memburu putik-putik peruntungan, digesa panas udara
Aroma laut mengirim pesan, “Ibu berselendang bianglala”
Melangitkan doa tak henti-henti sambil menyimpan rindu
Anak yang dibiarkannya merantau, tak diharapkan pulang
Tak pula menunggu pesan WhatsApp, tanda transfer berhasil
Baginya, cukuplah anaknya terus menulis sajak
Itu lebih membuatnya bangga, anaknya lihai menyadap kata
Sebab kata melembutkan, sedangkan getah siwalan memulutkan
Sekalipun terpulut, kata-kata yang terucap manis belaka
Banyuwangi, 23 Oktober 2024
KEMIREN
: Nurul, Uut, Viefa
Wajah-wajah ayu menyambut ramah
Di Kemiren, kemarin
Rumah Budaya Osing, pernah kubaca
Tergiur mengunjunginya, bukan apa-apa
Biar tahu sejarah Blambangan
Yang aku kenal dari serial Saur Sepuh
Di kemiren, kemarin
Tak ada gerimis, yang ada gerah derai tawa
Tak terlihat wajah lelah, yang tampak semringah
Wajah-wajah pemanggul kata sarat metafora
Entah pertama jumpa atau kesekian kalinya
Sama puitis ketika RBO mempertemukannya
Wajah-wajah menyiratkan diksi penuh rima
Tangan-tangan berjabat, bak untaian sajak
Mengaitkan idiom berbeda dalam satu rasa
Melahirkan makna; “berbeda, tapi sama”
Seperti struktur rumah kayu dan bambu
Menghangatkan, Osing tak membuat asing
Ke Blambangan, kemarin
Belasan jam, merangkai kota-kota pesisir utara Jawa
Jadi perjalanan nyata, bukan fiksi seperti prosa liris
Meski melelahkan, seimbang dengan kepuasan batin
Ada harga yang harus dibayar, itu keniscayaan
Sepadan dengan apa yang didapatkan, itu hikmah
Banyuwangi, 24 Oktober 2024
LELAKI MBOIS, BERJIWA PUITIS
: Kiai D. Zawawi Imron
Di Pantai Boom, di ruang seminar
Seorang lelaki memar disepuh zaman
Pokok kakinya kokoh, gesit bergerak
Berjalan maju-mundur, bicara-bicara
Tentang kata-kata, bahan baku puisi
Menjadi puitis di tangan lelaki mbois
Sebelum seminar dimulai
Ia ke toilet sebentar, buang air seni
Sekembalinya, ia hampiri tempat dudukku, berbisik,
“Aku baru saja kencing dan menemukan pengalaman baru,
kencing airnya encer tidak senikmat kencing airnya kental”
Kontan aku tertawa ngakak dibuatnya
Lelaki mbois dari Desa Batang-Batang itu
Ternyata lebih puitis dari puisi yang ia tulis
Aku bukan sekadar dapat pengalaman baru,
Melainkan dapat guru yang sudah di tingkat makrifat
Metafora yang ia jabarkan melebihi jembar sajadah
Terang melebihi mercusuar di ujung semenanjung
Banyuwangi, 27 Oktober 2024
BIONARASI
Zabidi Yakub, lahir di Banding Agung Ranau, OKU Selatan, Sumatra Selatan, 28 Oktober 1961. Alumnus SMA Muhammadiyah 2 Jogja, AMP YKPN, dan Universitas Widya Gama, Malang. Bermukim di Bandar Lampung sejak 1994, bekerja di SKH LAMPUNG EKSPRES. Buku yang sudah ditulis: Sehirup Sekopi (sehimpun puisi dan catatan), Antologi Rasa (sehimpun puisi masa pandemi), Singkapan (Sang Rumpun Sajak bahasa Lampung, memenangi Hadiah Sastera Rancagé genre sastra Lampung, tahun 2023), Hari Makin Senja (sehimpun puisi). Sajak bahasa Lampung Sampian, juara 1 Sayembara Menulis Puisi berbahasa Lampung, terhimpun dalam buku SAMPIAN (Antologi Puisi Dwibahasa Lampung–Indonesia (Pustaka LaBRAK bekerja sama dengan DKL, 2022). Esai Merindu Negeri Ujung Pulau, Negeri Para Penyair, juara harapan II Sayembara Menulis Esai Sastra Budaya Lampung dalam Keanekaragaman Indonesia, terhimpun dalam buku Jalan Sastra Lampung (Pustaka LaBRAK bekerja sama dengan DKL, 2022). Esai Sastra Perlawanan dalam Lagu Lampung, juara 1 Lomba Menulis Esai Membangun Bumi Ruwa Jurai dengan Kearifan Lokal Lampung, dalam rangka Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN) Tahun 2023 Wilayah Provinsi Lampung atas kolaborasi antara Perpusnas Press dengan Dewan Kesenian Lampung, terhimpun dalam buku Membangun Lampung dengan Kearifan Lokal, diterbitkan Perpusnas Press, 2024. Kontributor buku Negeri Para Penyair: Antologi Puisi Mutakhir Lampung, diterbitkan Dewan Kesenian Lampung, 2018, buku Suatu Hari Dari Balik Jendela Rumah Sakit (Antologi Puisi HUT ke-62 RSUP Sanglah, Denpasar, 2021), buku Terkenang Kampung Halaman – Ingatan-Ingatan pada Tanah Kelahiran, diterbitkan Sijado Institute, Bandar Lampung, 2024. Bersama 4 pemenang Hadiah Sastera Rancagé genre sastra Batak, Sunda, Jawa, dan Bali, ia diundang ke Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2023 di Ubud, Bali (18–22 Oktober 2023. Puisi Saat Angin Sedang Birahi lolos kurasi Lomba menulis puisi bertema Ijen Purba: Tanah, Air dan Batu, terhimpun dalam buku Ijen Purba, menjadikannya peserta Jambore Sastra Asia Tenggara di Banyuwangi, 24–26 Oktober 2024 dan ikut menandatangani Maklumat Lembah Ijen. Karya lain berupa puisi, cerpen, catatan, dan kolom terpublikasi di blog pribadi dan sebagian tercecer di beberapa media luring dan daring. e-mail: zabidi303@gmail.com telepon/whatsapp: +62 822 9041 4695.