Saraswati saat membaca puisi ciptaannya yang berjudul Warisan Luka, Balutan Cinta
PojokTIM– Kurikulum pendidikan di Indonesia masih fokus pada STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Padahal di negara-negara lain telah menerapkan Arts ke dalam sistem pendidikannya sehingga menjadi STEAM. Oleh karenanya kegiatan-kegiatan yang digelar komunitas seni memiliki peran strategis untuk menutupi kekurangan pelajaran seni di sekolah.
“Saya sangat mengapresiasi kegiatan seni, seperti pembuatan buku antologi puisi yang diselenggarakan oleh TISI. Saya sempatkan hadir di sini untuk memberikan dukungan secara langsung bahwa kegiatan ini penting sebagai bagian dari edukasi untuk memperkaya sisi art kita, khususnya generasi muda,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati dalam diskusi sekaligus peluncuran buku kumpulan puisi “Ibu, Aku Anakmu” yang diterbitkan Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) di aula HB Jassin, kompleks Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).
Hadir dalam kesempatan itu Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta Syaefuloh Hidayat, Ketua Umum TISI M Octavianus Masheka, Kepala UPT PDS HB Jassin Diki Lukman Hakim, serta para penyair dan sastrawan terkemuka, termasuk dari Malaysia dan Singapura.
Lebih lanjut Saraswati mengemukakan, kesenian dan kebudayaan adalah identitas bangsa yang dapat menjadi kekuatan (soft power) dalam percaturan global. Dengan identitas yang kuat, maka kita dapat mengekspor produk seni dan budaya dalam bentuk ekonomi kreatif.
“Komisi VII bermitra dengan Kementerian Ekonomi Kreatif. Saya akan mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan untuk memperkuat kesenian dan kebudayaan sebagai identitas bangsa. Sebab legislatif hanya memiliki tiga tugas yakni legislasi atau membuat undang-undang, budgeting dan pengawasan,” terang keponakan Presiden Prabowo Subianto itu.
Dalam kesempatan itu, Saraswati membacakan puisi ciptaannya yang ada dalam antologi “Ibu, Aku Anakmu” berjudul “Warisan Luka Balutan Cinta”. Puisi tersebut bertutur tentang dampak mental health yang kerap dialami ibu-ibu namun disembunyikan.
Veronica Tan saat membaca puisi di aula HB Jassin dengan penuh penghayatan
Sementara Wakil Menteri PPPA Veronica Tan tampak begitu antusias ketika mengajak semua pihak untuk melakukan kolaborasi dalam kegiatan kesenian. Selama ini, menurut Vero – panggilan akrabnya, sektor yang saling berkait seperti pemangku kebijakan, guru, sastrawan dan budayawan cenderung berjalan sendiri-sendiri.
“Singkirkan ego sektoral. Mari lakukan kolaborasi karena kita memiliki wadah yang cukup mahal dan representatif yakni TIM. Jadikan TIM sebagai pilot project kesenian bukan hanya bagi Jakarta namun Indonesia,” seru Vero yang juga sempat membacakan puisi karya Fanny Jonathans Poyk.
Menurut Vero, puisi juga dapat dijadikan sarana untuk menyadarkan kaum perempuan tentang penting family planning. “Oleh karenanya perlu adanya kurasi untuk menjaga kualitas karya yang disajikan sehingga bermanfaat sesuatu tujuannya,” tegas Vero.
Menyambut ajakan Vero, Kepala Dispusip Syaefulah mengatakan pihaknya akan segera melakukan kolaborasi dengan semua pihak terkait, termasuk Kementerian PPPA. Dari pengalamannya selama ini, meski sarananya telah tersedia, namun perlu adanya even sehingga dapat menarik minat masyarakat.
“Kami mempunyai perpustakaan keliling. Namun ketika dibawa ke RPTRA, misalnya, sepi peminat kecuali ada kegiatan penunjang, seperti pementasan kesenian. Oleh karena, saya mendukung ajakan untuk memperkuat kolaborasi antar pelaku kesenian, literasi dan lingkupnya,” ujar Syaefuloh yang baru menjabat sebagai Kepala Dispusip selama empat minggu.
(Dari kiri) Syaefuloh Hidayat, Veronica Tan, Rahayu Saraswati, Octavianus Masheka dan Swary Utami Dewi.
Produksi ke-13
Sementara, ketua TISI Octavianus Masheka menjelaskan buku antologi Puisi “Ibu, Aku Anakmu” adalah produksi ke-13 TISI. Antologi tersebut sengaja memakai sudut pandang ibu dan sudut pandang anak karena ingin memberi makna pada perayaan Hari Ibu ke-96, 22 Desember 2024.
“Buku ini berisi karya dari 96 penyair yang membahas persoalan ibu dan anak. Tentu tidak sempurna. Tapi setidaknya para penyair ikut memberikan kontribusi tentang permasalahan ibu Indonesia hari ini untuk diatasi,” ujar Octa.
Bagi penyair, menurut Octa, masalah cinta kasih dalam rumah tangga adalah hal yang mendasar untuk kita berikan kepada anak anak. Jika kasih sayang dalam keluarga telah hilang, maka akan muncul berbagai persoalan, termasuk KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
“Cinta kasih harus kita wariskan secara turun temurun,” tegas Octa.
Octa pun mengutip salah satu bait puisinya:
membaca ibu
adalah membaca lautan cinta kasih
tak bertepi
(^)