PojokTIM – Puisi-puisi yang terhimpun dalam antologi Tirani dan Benteng mewakili suasana tahun 1960-an yang dipenuhi demo mahasiswa menuntut pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora dan turun harga. Taufiq Ismail dengan baik merekam peristiwa-peristiwa itu ke dalam puisi.
“Situasi yang direkam Taufiq Ismail melalui puisinya sangat relevan jika (saat ini) didemokan lagi oleh mahasiswa. Dan saya sangat setuju,” ujar Prof Wahyu Wibowo ketika menjadi pembicara dalam Diskusi Sastra 2 di PDS HB Jassin, Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Diskusi tersebut merupakan rangkaian kegiatan Menuju Anugerah Sastra dan Kebudayaan 2024 kepada Taufiq Ismail dari Dinas Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan, Perpustakaan dan kearsipan serta PDS HB Jassin.
Lebih lanjut dosen Universitas Nasional itu menjelaskan, setelah menerbitkan Tirani, Taufiq kemudian menerbitkan antologi puisi Benteng. Dalam konteks ini perjuangan Taufiq meruntuhkan otoritarianisme masih relevan dilakukan oleh penyair. Sebab kondisi saat ini juga dipenuhi sejumlah isu besar yang dapat digali dan disuarakan melalui puisi.
“Masalah UKT (uang kuliah tunggal), penggusuran, kemiskinan sebagai dampak upah minimun yang tidak memadai, serta sempitnya lapangan kerja dan lain-lain. dapat dijadikan materi puisi seperti yang dilakukan Taufiq Ismail,” terang Wahyu Wibowo.
Mengutip filsuf Jerman Friedrich Hegel, Wahyu menegaskan Taufiq memang eksis dalam perjuangan itu sehingga menjadi benar ketika diberi anugerah sastra dan budaya.
Dalam diskusi dengan moderator Tatan Daniel, pembicara lain, Maman S Mahayana menuturkan, untuk memahami puisi-puisi Taufiq Ismail, maka harus melihat latar belakang peristiwa yang dipuisikan. Sebab di balik bahasa figuratif yang disampaikan, ada peristiwa sejarah dilekatkan, ada kejadian masa lalu yang menjadi rujukan.
“Dan kita bisa melacaknya pada peristiwa sejarah. Sebagai pelaku sejarah, Taufiq menjadi bagian tak terpisahkan dari peristiwa-peristiwa yang disampaikan,” tegas Maman, seorang pengamat sekaligus kritikus sastra.
Sementara menurut Ketua Umum TISI Octavianus Masheka, setelah diadakan Diskusi Sastra 1 dan 2, selanjutnya akan dilaksanakan acara puncak pemberian anugerah kepada Taufiq Ismail. Acara itu rencananya digelar di Teater Besar, Selasa (25/6/2024) mulai pukul 19.00 WIB.
“Saya berharap para penggiat dan pemerhati sastra, juga para pendidik dan kalangan generasi muda, bisa hadir pada malam puncak pemberian anugerah sastra untuk Taufiq Ismail. Selain sebagai bentuk apresiasi dan dukungan, teman-teman juga bisa menyaksikan pementasan karya seni dan pembacaan puisi,” harap Octa.