PojokTIM –  Pesta Pertemuan Penyair Nusantara ke-XIII (PPN XIII) di Jakarta, 11-14 September 2025 telah berakhir. Diikuti ratusan penyair dari berbagai daerah di Indonesia, dan juga peserta dari luar negeri yakni Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam hingga Thailand, PPN XIII memberi kesan mendalam dan pengalaman tak terlupakan.

Seperti apa kesan dari para peserta luar negeri? Berikut pernyataan mereka yang dirangkum PojokTIM dalam berbagai kesempatan. Sayangnya, tanggapan dari Brunei belum diterima redaksi sampai tulisan ini diturunkan.

“Alhamdulillah. Matlamat kebersamaan dan persahabatan tercapai. Keakraban yang memang sudah lama terjalin semakin bertambah erat,” ujar Hartinah Ahmad, perwakailan PPN dari Singapura melalui pesan tertulis kepada PojokTIM.

Hartinah yang puisinya berjudul Aku Melipat Namamu Di Saku Rindu termuat dalam buku antologi PPN XIII berjudul Layang-Layang Tak Memilih Tangan juga memuji kesiapan dan kesigapan panitia.

“Ibu dapat saksikan kesungguhan seluruh panitia untuk memberi yang terbaik kepada semua peserta. Dari hari pertama ketibaan hingga hari keberangkatan pulang, kami merasa didampingi dan diambik berat,” pujinya.

Di akhir tanggapannya, Hartinah mengucapkan terima kasih dan rasa syukur bisa hadir dalam acara PPN XIII di Jakarta. “Tahniah ibu ucapkan kepada PPN XIII. Telah bertambah-tambah teman sastera ibu (dari) seluruh Nusantara. Menjunjung kasih,” tutupnya.

Pujian juga disampaikan Masdiah Derias, peserta PPN XIII dari Malaysia. Rasa bangga penulis puisi berjudul Ingat Pesanan Laksamana Hang Tuah itu bertambah mengingat PPN XIII merupakan gelaran pertemuan yang pertama kali diikuti.

“Bagi kami, semuanya baik. Rancangan dengan jadwal, on time, tak ada delay. Walaupun ini first time, semua berkesan,” ujar Madiah melalui putrinya, Wan Irma.

Masdiah berharap kelak bisa mengikuti PPN di Aceh (2026). Ia siap mengirimkan puisinya jika hal itu menjadi persyaratan. “Harapannya, kami boleh datang ke Aceh. (Jika) perlu hantar puisi, semoga puisinya lolos kurasi dan bisa terhimpu dalam antologi seperti Layang-Layang Tak Memilih Tangan. Saya belum pernah pergi ke Aceh,” cetusnya.

Kebahagiaan juga dirasakan Muniroh Bachoh. Selain puisinya, Bahasa Bangsaku lolos kurasi dan dimuat dalam antologi Layang-Layang Tak Memilih Tangan terbitan panitia PPN XIII, Muniroh yang datang langsung dari Pattani, Thailand bersama 4 rekannya yakni Nusanwai Ha, Awwabin Helmi dan Aminah, mengaku sangat berkesan dengan penyelenggaraan PPN XIII.

“Lihat penyair hebat-hebat dari 5 negara, sangat berkesan bagi kita yang masih belajar. Kita anak muda membutuh pengetahuan dan cara untuk meningkatkan kemampuan. Lihat di sini, baik dari Indonesia maupun negara lain, sudah sangat menjiwa sastra. Saya akan terus berkarya. Saya senang karya saya bisa terbit bersama mereka. Bisa mencicip perasaan manis dari karya kita,” terang Muniroh.

Bagi guru Bahasa dan Sastra Melayu di sekolah Jamiah Islam Syeikh Daud Al-Fathani (JISDA), Narathiwat, Thailand, minat terhadap sastra dan bahasa bisa mendorong penguatan identitas suatu kaum.

“Bahasa bunda semakin hilang, generasi muda berkurang minat. Kegiatan ini (PPN) bisa menyemangatkan dan membangkitkan Bahasa Melayu agar bisa menjadi bahasa ibunda yang kekal bersama. Bila bahasanya kokoh bangsanya tak kan runtuh,” katanya penuh semangat.

Muniroh sangat tertarik pada paparan yang disampaikan Maman S Mahayana tentang pentingnya penerjemahan karya sastra ke dalam bahasa asing. “Saya suka dengan kupasan Pak Maman. Saya menyimak paparannya sampai akhir.”

Indonesia bukan tanah yang asing bagi Muniroh. Muniroh menyelesaikan Strata 1 di perguruan tinggi Darussalam Cilacap, Jawa Tengah, mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Setelah itu, menyelesaikan Magister Linguistik di Universitas Diponegoro, Semarang, 2022.

Muniroh juga kagum dengan semangat Taufiq Ismail dan LK Ara yang mengikuti setiap sesi PPN dengan baik.  “Kalau di Pattani usai sudah 50 tahun sudah diam di surau. Tapi di Indonesia, usia 70 tahun bahkan lebih, laki-laki atau perempuannya, masih beraktifitas dengan semangat,” katanya.

Muniroh berharap, suatu waktu nanti PPN bisa digelar di Thailand, khususnya wilayah Pattani yang masih menggunakan Bahasa Melayu. “Kalau sekarang, lingkungannya masih belum memungkinkan. InsyaAllah suatu kali,” harapnya.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini