Nonton Wayang Kulit Milenial di TIM

PojokTIM – Bunyi gending memenuhi halaman Teater Besar di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM), Cikini, Jakarta sejak sore, Jumat (5/9/2025). Kelir sudah terpasang, lengkap dengan deretan wayang kulit yang masih tertancap di gedebog, menunggu untuk dimainkan oleh dalang. Anak-anak muda hilir-mudik, memandang sejenak ke panggung tempat para wiyaga memainkan gong, kendang, gender, rebab, bonang, saron, kenong, gambang dan instrumen lainnya.

Ya, pertunjukan wayang kulit di TIM seperti hal yang asing bagi generasi milenial yang hanya mengenalnya sebagai pusat kesenian kontemporer. Padahal di masa lalu, pagelaran wayang kulit di TIM bukan hal yang asing, bersama kebudayaan dari daerah lain seperti didong dari Gayo, Aceh.

Beruntung Jaringan Kebudayaan Rakyat (Jaker) kembali menghadirkan wayang kulit dalam rangka perayaan HUT ke-32. Menariknya, acara didahului dengan peluncuran antologi puisi berjudul Luka Yang Tak Menyerah Bara Yang Tak Padam. Buku antologi yang diterbitkan Jaker berisi karya penyair tanah air, termasuk Sihar Ramses Simatupang yang malam itu turut membacakan puisinya dengan penuh gelora. Pembaca puisi  lainnya adalah Ira Yusfi, Afnan Malay dan duet dari Teater Biru Jakarta.

Pagelaran wayang kulit yang menghadirkan lakon Amarta Binangun dengan dalang Ki Gunarto Gunotalijendro dan musik Cakra Bwyuha, dihadiri sejumlah tokoh seperti Mayjen (Purn) Raden Gautama Wiranegara yang merupakan Sekjen Partai Prima; Dardo Pratistyo, Tenaga Ahli Menteri Sosial RI; Ahmad Rifai, Ketua Umum Serikat Tani dan Nelayan; KRT Agus Joko Riyonodipuro, Ketua Pepadi Jakarta; AJ Susmana, Revitriyoso Husodo dan Sonny Laurentinus, Andi Manggala, serta sejumlah penyair seperti Jose Rizal Manua, Andria C Tamsin, Boyke Sulaiman, dan Dyah Kencono Puspito Dewi.

Menurut Sekjen Jaker Untung Sarwono, launching buku dan wayangan di TIM merupakan puncak rangkaian acara HUT Jaker. Sebelumnya sudah diadakan diskusi dan kegiatan kesenian di 11 kota, termasuk di Kudus dan Boyolali.

“Ke depan kita lakukan pengorganisasian Jaker yang tadinya terdiri dari komunitas-komunitas, akan dibentuk struktur organisasi Jaker di setiap kota secara legal,” ujar Untung.

Serakahnomics

Sementara dalam pidatonya, Ketua Umum Jaker Annisa Lituhayu mengatakan penyelenggaraan wayang kulit milenial dan peluncuran buku antologi puisi ini adalah bukti nyata perjuangan Jaker dan cita-cita luhur para pendiri bangsa.

“Meski pun Kawan Wiji Thukul masih belum ditemukan, namun kata-katanya akan selalu hidup,” ujar Annisa.

Selain itu, Annisa menyampaikan bahwa untuk membangun negara yang ideal, sesuai cita-cita bangsa itu tidak mudah. Apalagi dalam situasi ekonomi Indonesia hari ini, yaitu besarnya ketimpangan sosial, dan penguasaan ekonomi oleh segelintir orang yakni kelompok oligarki atau serakahnomics. Kelompok ini, menurut Annisa, memiliki kecenderungan untuk memperkaya diri sendiri, tidak pernah puas, bahkan tidak segan untuk menjual kekayaan alam Indonesia pada imperialisme, atau penjajah asing.

“Kaum serakahnomics, akan selalu menghalangi jalan keadilan dan kemakmuran rakyat dan membuat rakyat tak berdaya. Hal ini juga berdampak pada ketidakberdayaan negara, sehingga akan cenderung tunduk pada pihak asing,” tegas Annisa.

Jaker, menurut Annisa  mendukung langkah pemerintah melawan sistem dan kaum serakahnomics yang dalam hal ini adalah imperialisme-neoliberalisme, oligarki, dan birokrat korup yang menghalangi terwujudnya Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur.

“Jaker akan mengerahkan segala sumber dayanya dan menyerukan kepada seluruh rakyat untuk bersatu bersama melawan kaum serakahnomics sehingga keadilan dan kemakmuran dapat terwujud secepat-cepatnya di tanah air Indonesia,” ujarnya.

Masih menurut Annisa, melalui ranah seni dan budaya, Jaker menyuarakan secara lantang berbagai nyanyian, ekspresi, dan suara yang menolak penindasan manusia atas manusia. Jaker juga tak henti hentinya mengajak semua lapisan masyarakat bersama berjuang mengembalikan jati diri bangsa, dan mengabarkan bahwa kita memiliki peradaban yang tinggi.

“Wayang kulit dengan lakon Amarta Binangun membawa esensi dan simbolisasi perjuangan, usaha kerja keras, untuk membangun negara gemah ripah loh jinawi , tata tenteram kerta raharja, yaitu Indonesia adil makmur,” tutup Annisa seraya berharap semua karya seni persembahan Jaker mampu membawa energi baru untuk bekerja sama, bergotong-royong membangun Indonesia.

Bagikan ke Media Sosial

Pos terkait