PojokTIM – Sejak 20 Juli 2025 sampai akhir Juli nanti, komponis & pianis Ananda Sukarlan berada di Sydney, Australia. Pasalnya, ia diundang menjadi Composer in Residence di Australian Institute of Music (AIM). Tugasnya adalah membimbing para mahasiswa AIM dalam mempelajari musik sang komponis yang telah disebut oleh harian Sydney Morning Herald sebagai, “one of the world’s leading pianists, at the forefront of championing new piano music, serta memberi ceramah dan kuliah tentang konsep dan proses kreatifnya.
Sebagai Composer in Residence, Ananda juga berbagi wawasan tentang karier globalnya dan menawarkan banyak ilmu berharga bagi musisi yang kini kuliah di AIM
Hasil dari pengajaran dan pencerahan atas kompleksitas musiknya serta latar belakang dan proses kreatifnya itu dipersembahkan kepada publik luas melalui konser yang dipersembahkan oleh mahasiswa dan alumni Australian Institute of Music, di kampusnya di Nurses Walk, The Rocks, di bilangan Sydney Harbour dan Sydney Opera House, Rabu, 23 Juli selama dua jam dimulai pukul 19.00.
Konser ini eksklusif membawakan karya-karya Ananda Sukarlan untuk instrumen gesek, piano dan vokal. Musik Ananda sering menggunakan elemen musik rakyat dari berbagai daerah di Indonesia, sehingga proyek Composer in Residence yang digagas oleh Rupert Johnstone, kepala relasi internasional AIM, secara tidak langsung juga memperkenalkan budaya tradisi musik Indonesia yang lebih luas kepada para mahasiswanya, dan publik yang memenuhi amfiteater AIM, pekan lalu.
Saat ini ada dua alumni AIM asal Indonesia yang tinggal dan berkarir di Sydney, yaitu pemain biola Aurell Marcella Felicia yang terpilih menjadi anggota G20 Orchestra yang terdiri dari para musikus negara-negara G20, dan Novita Jap, pianis yang pernah menjadi finalis Ananda Sukarlan Award sebelum memulai kuliahnya di AIM.
“Aurell Marcella saat ini menjadi ‘wakil’ saya di sana karena dia sudah mengerti banyak musik saya sehingga bisa membimbing adik-adik kelasnya sampai saya datang”, jelas Ananda. “Meskipun demikian, saat ini banyak mahasiswa yang sedang kuliah AIM yang berasal dari Indonesia, dan setelah mengajar mereka selama seminggu ini, saya kagum dengan bakat dan kerja keras mereka”, lanjut komponis yang masuk daftar 100 tokoh seniman Asia paling berpengaruh tahun 2020 Asian Most Influential (AMI) oleh grup media Mobiliari Group lewat majalah Tatler Asia ini.
Para mahasiswa dan alumni AIM yang tampil kemarin adalah pemain biola Aurell Marcella Felicia (Indonesia) dan Meiyi Song, soprano Nayatomo Wahono (Indonesia) dan Ailing Huang yang menyanyikan dua tembang puitik Ananda berdasarkan puisi Emily Dickinson, pianis Harry Ying Tai, Novita Jap dan Celine Tannia Projogo (keduanya dari Indonesia) dan Shoshana Cabusi. Beberapa karya Ananda belum pernah dimainkan di Australia sebelumnya, seperti Rapsodia Nusantara no. 30 yang berdasarkan lagu daerah Gorontalo, Binde Biluhuta, dan Virtuosic Variations on Injit-injit Semut, sebuah lagu daerah Jambi.
Ananda Sukarlan bersama Novita Jap (kiri) dan Aurell Marcella Felicia (kanan) memegang buku partitur Ananda yang diberikan kepada perpustakaan AIM. Foto: Ist
AIM juga sejak tahun 2025 ini memberi beasiswa kepada dua pemenang Ananda Sukarlan Award 2025, kompetisi musik klasik prestisius yang baru berakhir 13 Juli lalu. Beasiswa dari AIM itu adalah untuk untuk studi S1 (Bachelor of Music) atau S2 (Master of Music). Pemenang pertama mendapatkan $7500.00 (AUD) jatuh kepada pianis Victor Clementius Ditra, dan pemenang kedua $5000.00 (AUD) jatuh kepada soprano Ratnaganadi Paramita.
Hubungan Ananda Sukarlan dengan dunia musik Australia sudah sangat erat sejak awal tahun 2000-an. Berbagai komponis Australia telah menuliskan karya khusus untuknya sebagai pianis handal, antara lain Peter Sculthorpe, Elena Kats-Chernin, Betty Beath dan Barry Conyngham, dan Ananda telah memainkan karya-karya tersebut di berbagai negara Eropa.
Sebagai komponis, karya terbesar Ananda yaitu “The Voyage to Marege’ ” adalah untuk orkes dan dua solois dari suku Aborigin. Ananda sendiri pernah tinggal bersama suku itu untuk melakukan riset dengan musik mereka. Suksesnya karya tersebut diikuti oleh permintaan kedua dari pemerintah Australia tahun 2024 lalu yang menghasilkan karya baru, “Bora Ring” berdasarkan puisi Judith Wright, diperdanakan oleh solois soprano Mariska Setiawan dan juga dua pemusik Aborigin, sang komponis sendiri di piano dan pemain instrumen gesek dari G20 Orchestra.