Sastri Bakry berfoto bersama usai acara diskusi. Foto: Nur Janah
PojokTIM – Tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan kegembiraan sekaligus rasa syukur Sastri Yunizarti Bakry melihat puisinya dibacakan dengan penuh penghayatan oleh sejumlah penyair ternama, termasuk Jose Rizal Manua.
“Saya tersanjung dengan pembacaan puisi para penyair yang hadir. Mereka hebat. Puisi saya seperti berjiwa. Saya merasa dihebatkan oleh pembicara dan para pembaca puisi yang tampil penuh penghayatan dan totalitas,” ujar Sastri Bakry kepada PojokTIM usai acara Diskusi Buku SAKTI di aula PDS HB Jassin, kompleks Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM), Cikini, Jakarata, Rabu (10/9/2025).
Meski sudah sering menggelar acara peluncuran dan bedah buku karyanya, namun Sastri tetap mengaku bangga atas sambutan para penyair dalam membaca puisi dari buku kumpulan puisi SAKTI yang terbit dalam tiga bahasa (trilingual) yakni Indonesia, Inggris dan Spanyol. Untuk terjemahan Bahasa Inggris oleh Ismet Fanany, sedang versi Bahasa Spanyol oleh Luiz Maria Lopez.
“Saya bangga dengan mereka. Saya tidak pernah menyangka, kata-kata sederhana ini bisa mempertemukan begitu banyak jiwa. Terima kasih telah menjadikan SAKTI bukan hanya buku, tetapi ruang hati yang kita bagi bersama,” ujar Sastri.
Lebih lanjut Sastri mengatakan, puisi-puisi dalam buku SAKTI adalah refleksi dari sebagian perjalanan hidupnya, dengan segala suka dan dukanya. Melalui kata-kata, Sastri mencoba menangkap momen-momen penting yang telah membentuknya menjadi pribadi yang sekarang.
“Dari kegembiraan hingga kesedihan, dari harapan hingga keputusasaan, dari kegagalan hingga keberhasilan, dari kerugian hingga keberuntungan, bahkan untuk menikmati keindahan ranah dan dunia terungkap lugas,” urai Sastri dipetik dari kata pengantarnya.
Terkakit pilih judul, Sastri menyebut SAKTI adalah nama seorang anak. “Kemarin itu memang sangat penuh perdebatan. Beragam penafsiran sesuai kata. Tetapi bagi saya hanya cerita tentang seorang anak,” terang Sastri.
Acara diskusi dibuka Dikdik Sadikin sebagai moderator dilanjutkan dengan ulasan mendalam oleh Maman S Mahayana. Meski karya sahabatnya, Kang Maman tetap mengulas dengan tajam dan bernas. Mantan dosen Universitas Indonesia itu juga mengajak hadirin menyelami makna yang tersembunyi di setiap bait puisi.
Melalui video, Prof Hashim Yaacob dari Malaysia turut memberikan sambutan dan memuji karya Sastri Bakry. “Kata-kata tak pernah mengenal perbatasan dan waktu,” ujar Hashim Yaacob, yang juga sahabat Sastri Bakry.
Pujian Sastri kepada para pembaca puisi dalam buku SAKTI, bukan basa-basi. Suara Pipiet Senja saat membaca puisi berjudul Ingin Kukabarkan Jejak Juangmu, Wahai Nenekku bagai doa panjang yang menyapu hati. Disusul Fanny J. Poyk menggabungkan suara emasnya dalam lantunan lagu dan puisi, menciptakan harmoni yang membuat bulu kuduk berdiri.
Sementara Jose Rizal Manua menebar energi dengan performa penuh gairah dan warna, Ibu Aniek Juliarni menghadirkan kelembutan nan menghanyutkan sekaligus menenangkan, dan Swary Utami Dewi memecah keheningan dengan getaran penuh rasa dan makna setelah ledakkan kata-kata dari Nuyang Naimee yang penuh semangat.
Tidak hanya oleh penyair kondang, sejumlah peserta juga turut membaca puisi-puisi Satri Bakry. SAKTI benar-benar membuktikan dirinya: kuat, menggetarkan, dan menyatukan.
“SAKTI bukan hanya judul buku. Ia adalah energi yang menghentak, menyatukan, dan meneguhkan keyakinan bahwa kata-kata mampu menyalakan langit dan hati manusia,” tulis Nur Janah, salah satu peserta diskusi, melalui akun media sosialnya.
Seperti diktehui, Sastri Bakry dikenal bukan hanya sebagai penyair, namun juga jurnalis, novelis, dan aktivis isu-isu perempuan, serta pernah memangku berbagai jabatan di pemerintahan. Sastri telah menulis sejak masih duduk di bangku SMP dalam bentuk puisi, cerpen, feature, dan artikel lainnya.
Sebagai penyair, puisi-puisi Sastri Bakry telah dibukukan baik dalam antologi tunggal maupun antologi bersama. Antologi puisi Kebenaran Tanpa Rasa Takut bahkan sudah diterjemahkan ke bahasa Bahasa Inggris, Tamil, Rusia, dan Turki. Sedang cerpennya antara lain terhimpun dalam antologi Perempuan dalam Perempuan. Sastri Bakry juga telah menulis sejumlah novel yakni Kekuatan Cinta, Gelombang Matahari, dan Hatinya tertinggal di Gaza.
Kiprahnya diakui secara nasional dan internasional. Berbagai penghargaan telah diraih seperti Anugerah Srikandi Tun Fatimah dari Ketua Menteri Melaka yang disematkan oleh PM Abdullah Ahmad Badawi (2007), Srikandi Numera bidang Sastra dan Budaya, Malaysia (2016), Anugerah Tokoh Budaya Nusantara, Festival Warisan Etnik, Melaka (2023), Kathak Literary Award, Bangladesh (2024), World Poetry Movement Appreciation, Kolombia (2024), ISISAR Peace Award for Women, India (2025), Rangkayo Minang Awards (2025). serta yang terbaru penghargaan dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai Pelaku Sastra 40 Tahun Berkarya.
Penghargaan yang diterima memiliki prestise tersendiri di dunia internasional. Misalnya Kathak Literary Award, penghargaan bergengsi dari Bangladesh yang diberikan kepada tokoh-tokoh yang berkontribusi besar dalam dunia sastra. Penghargaan tersebut diserahkan pada acara World Thinkers and Writers Peace Meet 2024 di Kolkata, India, pada 18–21 November 2024. Sejumlah sastrawan dunia yang pernah menerima penghargaan ini antara lain Ahmad Al Shahawy (Mesir), Manfred Schubt (Austria), Tobias Burkhart (Jerman), Jona Burghardt (Argentina), Bengt Berg (Swedia), Milan Richter (Slovakia), Ahmad Kamal Abdullah(Malaysia), Lee Kuei-shien (Taiwan), Agnes Meadows (Inggris), dan Joyce Ashontang (Kamerun).