Eksibisionism — Cerpen Humam S. Chudori

Cerpen Humam S. Chudori

Desa Nglangut mencekam. Penduduk cemas.  Ngeri. Takut.  Bukan hanya anak dan kaum perempuan yang ketakutan. Melainkan semua orang. Tak terkecuali kaum lelaki, apalagi yang masih lajang.  Tidak heran setelah lewat waktu maghrib, penduduk segera menutup pintu rapat-rapat. Menguncinya. Mereka khawatir akan  kedatangan tamu tak diundang.

Yang dimaksud tamu tidak diundang di sini, bukanlah pancalongok. Pencuri. Perampok. Atau pelaku kejahatan lainnya. Seperti yang pernah terjadi di desa Rahat – desa tetangga yang ada di sebelah timur desa Nglangut. Paling tidak sudah dua keluarga di desa Rahat yang menjadi korban dari tamu tak diundang. Keluarga Haji Syahar dan Khairi. Dua keluarga ini menjadi korban perampokan. Bukan hanya harta benda yang jadi sasaran. Melainkan juga ada anggota keluarga mereka yang terkena sabetan senjata tajam. Karena keluarga korban melawan saat terjadi perampokan itu.

Melakukan perampokan di desa Nglangut orang akan berpikir dua kali. Karena merasa melakukan pekerjaan sia-sia. Betapa tidak, tak satu pun keluarga di desa  ini layak dijadikan sasarannya. Tak ada penduduk di desa Nglangut yang dapat dikatakan keluarga mampu. Apalagi disebut sebagai keluarga mapan dan pantas dijadikan sasaran kejahatan.

***

Sejak Aryati meninggal. Desa Nglangut heboh. Kabarnya setiap malam arwah perempuan yang mati membusuk itu berkeliling desa. Konon, kalau ada pintu rumah yang terbuka Aryati akan masuk tanpa permisi.

Arwah Aryati akan berbuat tak senonoh kepada penghuni rumah. Akan memerkosa salah satu penghuni rumah.

***

Suatu ketika Tombo, duda yang sudah ditinggal mati anak satu-satunya, membuka semua pakaian di muka umum saat diadakan lomba panjat pinang pada acara tujuh belasan.

Seperti biasanya, setiap peserta  melepas baju serta celana panjang. Tak ingin pakaiannya belepotan olie yang dioleskan pada batang pinang tersebut. Mereka  hanya  menggunakan celana pendek saat memanjat untuk memperebutkan hadiah yang digantung di atas.

Seperti peserta lainnya, sebelum acara dimulai, Tombo ikut membuka baju. Melepas celana panjang.  Tidak ada yang menduga sebelumnya tiba-tiba ia melepaskan celana kolor. Telanjang bulat. Memamerkan kemaluannya tanpa merasa risih kepada para penonton. Terutama kepada kaum perempuan. Ia mempertontonkan alat kelamin sambil tertawa sendiri.

Heboh. Penonton wanita ketakutan, Tombo makin senang – dengan tertawa terkekeh-kekeh – melihat kaum hawa berteriak-teriak lantaran melihat alat vital lelaki yang telah menduda itu. Beberapa orang bertindak sigap. Tombo dibawa ke luar arena. Ia berteriak-teriak tatkala auratnya ditutupi sarung. Ia diamankan agar tak mengganggu pesta rakyat itu.

***

Sejak itu, Tombo sering memamerkan kemaluannya jika bertemu dengan lawan jenis. Ya, setiap kali lelaki itu bertemu dengan perempuan akan berbuat demikian. Kendati di tempat ramai,  ia tak segan-segan membuka celana. Memamerkan alat vitalnya sambil bernyanyi

……

Aryati Dikau mawar asuhan rembulan

Aryati Dikau gemllang seni pujaan

Dosakah hamba mimpi  dengam tuan

Aryati kuciumi mesra tadi malam

……

Entah siapa yang mula-mula mengatakan Tombo berbuat demikian karena ia kedatangan roh Aryati. Lalu duda itu diperkosa oleh Aryati. Sejak diperkosa, lelaki itu menjadi aneh. Selalu memamerkan alat vitalnya kepada lawan jenis.

***

Aryati adalah seorang TKW. Sebetulnya, ia tak diijinkan suaminya bekerja di luar negeri. Berkali-kali ia dinasehati suaminya agar tidak pergi ke luar negeri jika sekedar hendak menjadi pembantu rumahtangga.

“Kenapa harus ke luar negeri?” tanya Kuwowo, tatkala perempuan itu menyampaikan keinginannya, “Kalau kamu kerja di sini, tidak jadi TKW, kamu bisa pulang kalau tidak betah. Saya dan anakmu juga  ….”

“Di luar negeri gajinya besar, Kang,” potong Aryati.

“Tetapi kamu punya suami dan anak.”

“Jadi Kang Wowo keberatan kalau saya kerja di luar negeri?”

“Iya.”

“Saya kerja di luar negeri juga untuk kepentingan bersama, Kang.”

“Apa selama ini uang yang …”

“Kalau sekedar hidup bisa,” Kustiyah memotong kalimat menantunya, “Tetapi,  sebagai orangtua saya ingin ada perbaikan penghasilan.”

“Kalau saya dianggap tidak mampu memberi nafkah kepada istri lebih baik …”

“Wowo!” seru Kustiyah, untuk kedua kalinya, memotong kalimat yang hendak diucapkan sang menantu, “Kalau ngomong itu dipikir dulu. Jangan sembarangan  bicara.”

“Apa Aryati mau bekerja di luar negeri juga dipikir. Kalau dipikir pasti ia tidak  jadi. Ia punya suami sama anak. Apa gunanya….”

“Memangnya kamu tak ingin kehidupan keluargamu lebih baik?” tanya Kustiyah, untuk ke sekian kalinya, memotong kalimat yang belum usai diutarakan sang menantu.

“Tapi, bukan dengan cara begini Bu. Apakah ada jaminan kalau orang yang bekerja di luar negeri pasti kehidupannya bisa lebih baik?” Kuwowo tak mau kalah.

Kustiyah diam.

“Pokoknya Kang Wowo setuju atau tidak, saya tetap akan kerja di luar negeri,” kata Aryati. Ngotot.

Kuwowo diam.

***

Ketika Aryati pulang. Ia mendapati rumahnya kosong. Suwung. Tidak ada  penghuni. Ia tak tahu jika ibunya sudah meninggal. Karena tak ada yang mengabari. Ya, lima bulan setelah ia pergi ke luar negeri. Kustiyah meninggal.

Sementara itu, tidak sampai satu bulan setelah Aryati berangkat ke luar negeri, Kuwowo meninggalkan mertuanya. Pergi bersama Gersang, anaknya yang masih balita. Tidak mau lagi tinggal di desa Nglangut. Ia merasa tidak di-wongke.

Sebuah rencana Aryati susun. Saat itu ia sudah sebulan terlambat haid. Dengan kata lain, kendati ia hamil oleh anak majikannya. Tetapi ia yakin tak seorang pun akan tahu. Karena di rumah ada Kuwowo. Ia berencana ingin mengajak suaminya berhubungan, jika tiba di rumah.

Entah kenapa setelah tiba di rumahnya, ia menjadi lupa dengan kehamilannya. Mungkin merasa terpukul dengan kematian sang ibu. Kesedihan yang menyergap jiwanya tidak mampu ia hibur dengan banyaknya uang yang dibawa dari negeri orang. Aryati merasa sia-sia bekerja di luar negeri. Akibatnya ia terlupa dengan janin yang ia kandung. Jika dirinya sering merasakan lemas, tubuhnya tak berdaya, loyo, kepalanya sering  pusing. Ia merasa semua itu disebabkan  kesedihan yang dialaminya.

Enam bulan kemudian, ia baru menyadari perutnya berubah. Namun, ia tak mungkin  mengatakan janin yang ada di perutnya hasil hubungan dengan Kuwowo. Sebab lelaki bertubuh kurus itu sudah tak ada. Setelah menyadari keadaan ini,  ia baru berpikir untuk  menggugurkan kandungannya. Terlambat. Ramuan yang diminumnya tidak membuahkan hasil. Dukun beranak yang ia hubungi juga tak ada yang bersedia melakukannya.

Selama ini Aryati menganggap sang suami tidak bisa bersikap tegas,  sabar. Tak banyak cingcong. Pasrah. Nrimo. Betapa tidak, Kuwowo seringkali ditolak jika mengajak bercumbu. Tetapi, ia  tak pernah marah. Esoknya Kuwowo tidak menunjukkan kekecewaan atau kemarahan, misalnya. Karena itu, seringkali hubungan suami-istri itu akan terlaksana jika yang punya hasrat Aryati. Ya, jika Aryati merasa ingin berhubungan. Barulah kegiatan yang sangat pribadi ini akan terjadi.

Kini Aryati baru sadar sang suami ternyata bisa bersikap tegas. Ucapan sang suami bukan cuma gertak sambal.

“Kalau kau tetap akan bekerja di luar negeri. Lebih baik saya tidak usah tinggal di sini. Buat apa tinggal di sini jika tak ada istri,” kata Kuwowo, ketika itu..

“Tak usah,” katanya lagi, tatkala Aryati hendak menyalami tangan suaminya.

Terbayang lagi pertemuannya yang terakhir dengan Kuwowo ketika hendak berangkat ke luar negeri.

Mengingat peristiwa itu, Aryati hanya bisa menitikkan airmata.

***

“Kok sampeyan bisa hamil, mBak Yu?” tanya Menuk, polos.

Pertanyaan ini muncul begitu saja dari gadis itu, tatkala Aryati tengah bercakap dengan Ansoriah di depan warung Karti. Tiga orang itu, memang, kebetulan tengah belanja di sana.

Mendengar pertanyaan ini, raut muka Aryati berubah seketika.

“Huss! Kamu tanyanya ngawur, Menuk,” kata Karti, sang pemilik warung, menanggapi pertanyaan gadis itu, “Orang perempuan ya bisa hamil. Masa, yang hamil orang laki-laki.”

“Maksud saya bukan itu Yu Karti. Kan Kang Wowo  tak ada ….”

“Jadi, semuanya tujuhbelas ribu, Nuk,” potong Karti, sambil memasukan barang-barang belanjaan Menuk ke dalam kantong plastik kresek.

***

Sejak percakapan di warung Karti, tersiar kabar  Aryati hamil karena ulah gondoruwo. Sebab rumahnya sudah lama kosong. Suwung. Tak berpenghuni. Biasanya rumah suwung pasti akan dihuni oleh makhluk halus. Dan makhluk halus yang selama ini menempati rumah Kustiyah telah menyetubuhi Aryati.

Sejak mendapat pertanyaan Menuk, Aryati nyaris tidak pernah keluar rumah. Ia takut bertemu tetangga. Khawatir kalau mereka akan melontarkan pertanyaan seperti Menuk. Kalau terpaksa keluar rumah dan bertemu dengan orang lain. Ia berusaha untuk tidak bercakap-cakap. Bahkan selalu menghindar. Ia tidak ingin mendengar  pertanyaan sekitar kehamilannya.

Pun, orang mulai curiga dengan kehamilan Aryati. Setiap mata yang beradu pandang dengannya, langsung membuang muka. Takut kepada perempuan berambut pendek  yang telah dianggap menjadi istri makhluk halus.

Aryati merasa disudutkan. Ia gelisah, perasaannya semakin tidak tenang tinggal di sana. Setiap saat ia merasa menyesal karena telah melawan sang suami. Karena tetap nekad jadi TKW.

***

Bau tidak sedap menyebar di desa Nglangut.

Ketika ditelusuri ternyata bau itu berasal dari rumah Aryati. Tidak ada yang berani mendatangi rumah perempuan yang telah dikabarkan menjadi istri makhluk halus itu.

Namun, setelah Guritno – sang kepala desa – turun tangan. Dengan mengajak beberapa aparatnya Guritno mendatangi rumah Kustiyah,  Pintu rumah yang terkunci dari dalam tersebut didobrak dari luar. Bau busuk menguar.  Perempuan yang tengah hamil itu sudah menjadi mayat. Membusuk. Sudah dikerubuti belatung. Di sebelahnya ada racun tikus. Namun, tak ada yang memperhatikan. Lantaran benda itu berbentuk serbuk, samar seperti halnya debu atau pasir hitam.

***

Sejak Aryati meninggal. Apalagi setelah Tombo sering memamerkan alat kelamin. Desa Nglangut diselimuti ketakutan. Penduduk akan menutup pintu rumahnya rapat-rapat setelah lewat maghrib. Tidak ada orang yang berani keluar rumah. Mereka yakin Aryati mati tidak kuat menanggung benih dari gondoruwo.

Arwah Aryati  gentayangan setiap malam. Ia akan masuk rumah yang pintunya terbuka. Lalu akan berbuat tak senonoh untuk melampiaskan kekesalannya. Tombo merupakan salah satu korban  Aryati. Karena selalu menyanyikan lagu Aryati, ketika memamerkan alat vitalnya.

Entah siapa yang mula-mula mengatakan Tombo diperkosa Aryati. Yang pasti, sejak Tombo sering memamerkan kemaluannya. Desa Nglangut terasa mencekam. Tidak ada yang berani keluar rumah setelah waktu Maghrib tiba. Rumah penduduk ditutup rapat.

Sementara itu, hampir setiap malam Tombo akan berjalan keliling desa sambil menyebut nama Aryati. Tidak ada penduduk yang berani mengintip keluar. Mereka tidak ingin melihat Tombo berkeliling desa sambil memainkan kelaminnya.***

 

Bagikan ke Media Sosial

Pos terkait