Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Foto: detik.com

PojokTIM–  Kontroversi penulisan ulang sejarah belum selesai, Menteri Kebudayaan Fadli Zon kembali membuat langkah mengejutkan dengan menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN). Pasalnya, HKN bertepat dengan tanggal lahir  Presiden Prabowo Subianto. Seperti diketahui Fadli Zon merupakan politik Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo.

Menurut Fadli Zon, tanggal 17 Oktober merupakan momen penting dalam perjalanan identitas negara. “Ini bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang masa depan kebudayaan Indonesia. Tanggal 17 Oktober dipilih berdasarkan pertimbangan kebangsaan yang mendalam, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951,” ujar Fadli seperti dikuti dari Kompas.com, Senin (14/7/2025).

Fadli Zon mengatakan, penetapan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kesadaran kolektif bangsa Indonesia tentang pentingnya pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Menurut Fadli Zon, dengan ditetapkannya HKN, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman publik tentang nilai-nilai kebudayaan nasional. Selain itu, memperkuat peran kebudayaan dalam memajukan peradaban bangsa, serta menjadikan kebudayaan sebagai landasan pembangunan karakter dan kesejahteraan masyarakat.

Fadli Zon mengklaim, usulan HKN datang dari kalangan seniman dan budayawan Yogyakarta yang terdiri dari para maestro tradisi dan kontemporer. Mereka melakukan kajian sejak Januari 2025 dan disampaikan ke Kementerian Kebudayaan setelah beberapa kali diskusi mendalam.

Beberapa pertimbangan penetapan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan adalah pertama, secara historis, tanggal 17 Oktober memiliki makna yang kuat dalam sejarah Kebudayaan Indonesia. Pada 17 Oktober 1951, Presiden Soekarno secara resmi menetapkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari lambang Garuda Pancasila melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 yang ditandatangani Presiden Sukarno tentang Lambang Negara Garuda Pancasila yang di dalamnya mengandung simbolisasi hari kemerdekaan, dasar negara, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Kedua, dalam Penjelasan PP Nomor 66 Tahun 1951 Pasal 5, tentang makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, menggambarkan persatuan atau kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam etnis, suku, bahasa, dan agama yang berbeda.

Ketiga, semangat mempersatukan bangsa Indonesia sebagaimana makna pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika mulai muncul sejak Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan Sidang BPUPKI/PPKI 1945. Pada sidang BPUPKI, M Yamin, Bung Karno, dan I Bagus Sugriwa menemukan kalimat di Kitab Sutasoma “Bhinneka Tunggal Ika. Tan Hana Dharma Mangrowa” yang memiliki arti “Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu jua.”

Semboyan ini menekankan persatuan di tengah keberagaman budaya, suku, agama, dan ras di Indonesia yang selanjutnya menjadi simbol bahwa budaya adalah perekat keberagaman di Indonesia yang mampu menyatukan perbedaan sehingga menjadi fondasi bagi kerukunan bangsa.

“Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman,” ujar dia.

Ada pun tujuan HKN adalah:

  1. Penguatan Identitas Nasional – Lambang Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan pada 17 Oktober 1951 adalah simbol pemersatu bangsa. Penetapan HKN diharapkan dapat mengingatkan seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya menjaga identitas kebangsaan.
  2. Pelestarian Kebudayaan – Sebagai momentum untuk mendorong upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan.

3. Pendidikan dan Kebanggaan Budaya – Mendorong generasi muda untuk memahami akar budaya Indonesia dan menjadikannya sumber inspirasi               dalam menghadapi tantangan global. Maka dari itu, Fadli melihat 17 Oktober sebagai momen penting dalam perjalanan Indonesia.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini