PojokTIM – Keramahan Kepala Unit Pengelola (UP) Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM) Arif Rahman sudah terpancar sejak PojokTIM masuk ke ruang kerjanya, Selasa (23/7/2024). Semua pertanyaan dijawab dengan lugas namun bernas.
“Kita memiliki semangat yang sama dalam upaya memajukan kesenian di Jakarta. Hanya kadang cara melihatnya yang berbeda. Tapi itu bukan alasan untuk menjauh, mari tetap cintai TIM,” harap Arif Rahman dengan nada serius.
Lebih lanjut, Arif mengajak semua pihak yang ada di TIM untuk dapat duduk bersama merumuskan bahan kebijakan dan program yang sama-sama “menguntungkan” baik dari sisi BLUD selaku pengelola, maupun komunitas seni selaku pengguna. Sebab, menurut Arif, TIM membutuhkan seniman dan komunitas seni.
Kepada Ketua Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Imam Ma’arif yang mendampingi selama wawancara, Arif berharap BLUD bisa bersinergi dengan semua ekosistem yang ada di kawasan TIM. PKJ TIM juga siap menggelar kegiatan-kegiatan besar yang direkomendasikan DKJ dengan menggandeng komunitas yang ada.
“Di satu sisi kebijakan BLUD harus diterapkan, termasuk memenuhi target-target yang telah ditetapkan. Di sisi lain, saya juga ingin komunitas seni berkembang dan melahirkan karya-karya besar seperti di masa lalu,” kata Arif Rahman.
Berikut rangkuman wawancara PojokTIM dengan Arif Rahman di ruang kerjanya.
Jakarta telah ditetapkan sebagai kota global. Di mana posisi TIM?
TIM berkomitmen menjadi yang terdepan berkontribusi dalam mendukung Jakarta sebagai global city melalui penyelenggaraan event kesenian berskala besar dan rutin, sebab itulah salah satu indikator utama sebagai kota global.
Tentu dibutuhkan peran serta DKJ untuk melakukan kurasi terhadap karya-karya yang dinilai layak dipentaskan di TIM dan mana yang belum, sehingga mampu mendorong para seniman untuk menghasilkan karya terbaiknya.
Bagaimana fungsi pembinaan terhadap seniman yang juga melekat pada tugas PKJ TIM?
UP PKJ TIM memberikan ruang ekspresi yang dapat dimanfaatkan oleh para seniman maupun komunitas seni misalnya untuk latihan rutin, dengan pengaturan jadwal sesuai ketentuan yang berlaku. Kami juga memberikan ruang kepada komunitas-komunitas seni untuk melakukan eksperimen kesenian.
Saya selaku pengelola kawasan mengajak kepada para pihak yang ingin berkolaborasi dalam memanfaatkan fasilitas yang ada di TIM, contohnya untuk pertunjukan seni, pameran, atau kegiatan lainnya dengan mekanisme yang sesuai dengan aturan pengelolaan BLUD. Itulah yang saya maksud diatas harus menyediakan regulasi yang sesuai untuk seniman atau komunitas seni yang mengalami kesulitan pembiayaan.
Banyak komunitas yang mengeluh karena tidak bisa leluasa beraktifitas di TIM. Menurut Anda?
Pada dasarnya, kami tidak pernah membatasi aktivitas komunitas seni dan seniman di TIM asalkan sesuai dengan aturan serta mekanisme yang berlaku, contohnya melakukan pemesanan penggunaan ruang atau tempat dan waktu supaya tidak berbarengan dengan calon pengguna lain. Sebab TIM milik semua lapisan masyarakat, berbagai genre, dan aliran sehingga perlu dilakukan pengaturan dalam penggunaannya.
Itu hal-hal yang mampu kita kontribusikan. Tapi tentu ada biaya-biaya produksi yang bisa kita bicara lebih serius. Sebab tidak semua fasilitas bisa digratiskan.
Bisa dijelaskan lebih detail terkait tarifnya?
Tarif venue di TIM sudah ditetapkan melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 (tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. tanggal 1 Januari 2024, red), ada kenaikan tarif dibanding yang lama. Contohnya: :
a. Tarif Weekdays
Teater Kecil semula Rp.3.000.000,- menjadi Rp. 10.000.000,-
Teater Besar semula Rp.30.000.000,- menjadi Rp. 42.000.000,-
b. Tarif Weekend
Teater Kecil semula Rp.3.000.000,- menjadi Rp. 12.000.000,-
Teater Besar semula Rp.30.000.000,- menjadi Rp. 50.000.000,-
c. Tarif Loading, unloading, gladi dikenakan tarif 50% dari harga gedung:
Peningkatan tarif ini tentunya diiringi dengan perbaikan sarana dan fasilitas yang sedang dikerjakan secara bertahap.
Apakah tidak terlalu mahal untuk komunitas seni?
Apabila dibandingkan dengan gedung pertunjukan seni budaya lainnya di Jakarta dengan fasilitas yang sama, tarif retribusi Gedung Teater Jakarta TIM masih terbilang relatif lebih rendah dan dapat terjangkau. Saya percaya bahwa karya-karya terbaik para seniman yang akan ditampilkan di TIM akan mendapatkan apresiasi dan atensi yang pantas dan layak dari masyarakat luas sehingga harapannya mampu mengatasi kesulitan seniman dalam hal tarif venue.
Dalam konteks pembinaan, mungkinkah komunitas yang sudah terdaftar di PKJ TIM mendapat tarif khusus?
Retribusi ini sudah menjadi kebijakan pemerintah daerah yang harus dilaksanakan. Dalam hal pembinaan kesenian, keringanan dapat diberikan pada penggunaan area tertentu untuk latihan, penyediaan sound system, listrik atau lainnya sepanjang tidak mengganggu aktivitas pengguna lainnya.
Bagaimana dengan plasa di depan Teater Besar?
Secara prinsip semua venue di kawasan TIM dikenai tarif karena sudah masuk objek retribusi. Kepada para calon pengguna dapat mengajukan surat permohonan untuk penggunaannya.
Apakah tidak kontradiktif ketika BLUD punya misi pembinaan tapi semua tempat dikenakan tarif?
Kita harus mentaati aturan yang telah ditetapkan termasuk Perda terkait tarif retribusi. Dalam konteks misi pembinaan, seperti yang sudah saya sampaikan diatas dapat diberikan keringanan penggunaan area tertentu. Disamping itu, komunitas dapat memanfaatkan fasilitas seni budaya yang ada pada masing-masing wilayah sehingga kegiatan kesenian tetap dapat berjalan.
Apa yang diharapkan dari komunitas seni, dari seniman, yang biasa berkegiatan di TIM?
Saya berharap, para seniman jangan menjauhi TIM. Jangan kecewa dengan pengelolaan TIM. Tetap mencintai TIM dengan karya-karyanya, dengan aktifitasnya, dengan inovasi-inovasi barunya. Masa depan TIM ada di komunitas. TIM tidak boleh tidur, tidak boleh mati. Setiap hari, selama 24 jam, TIM harus hidup. Pagi ada pameran lukisan, siang pementasan seni atau musik, dan malamnya ada lagi kegiatan.
TIM hidup karena acaranya, karena aktifitas seninya. Bukan karena lalu-lalang orang. TIM hidup oleh pembacaan puisi, pameran lukisan, pementasan teater, oleh orang-orang yang datang secara rutin untuk latihan. Jika seluruh ekosistem yang ada hidup, jika seninya hidup, maka yang lain hidup. Warung-warung yang ada di TIM juga hidup.
Oleh karenanya seperti saya katakan tadi, kita punya rencana merumuskan dan mengusulkan adanya kebijakan yang berpihak pada kreatifitas seniman.
Harapan lain?
Harapannya planetarium sebagai bagian dari kehidupan TIM dapat segera beroperasi, siapa pun yang mengelolanya. Planetarium punya cerita panjang, sebagai aset yang ikut menghidupkan ekosistem di PKJ TIM.
Keberadaan Planetarium juga bisa mendukung kegiatan seniman. Misal mereka yang datang awalnya hanya ingin ke Planetarium, tapi begitu melihat jadwal pementasan teater, atau pameran lukisan, jadi ikut menonton pertunjukan kesenian.
Ada pesan untuk seniman, khususnya seniman muda yang masih mencari pijakan dan jati diri?
Sudah banyak seniman, sastrawan besar maupun maestro yang lahir dari TIM tidak diraih dengan mudah tetapi melalui proses panjang kehidupannya. Bagi para seniman muda, silahkan mencontoh dan meneladani kegigihan mereka dalam berkarya sehingga tidak mudah putus asa dan terus berkembang dalam melahirkan karya seni yang berkualitas tinggi, mampu bersaing di tingkat dunia, dan bisa menjadi pendorong semangat dalam berkarya.