PojokTIM – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Provinsi DKI Jakarta berkomitmen menjaga dan menghidupkan ruang-ruang sastra sebagai titik temu antara masa lalu yang agung. masa kini yang dinamis, dan masa depan yang harus dirumuskan bersama.
“Sebab menurut HB Jassin, sastra adalah kesaksian batin yang ditulis. Jadi kami mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga dan menghidupkan ruang-ruang sastra. Mari kita jaga kesaksian itu, kita dengarkan kembali suara sastra karena di situ kita menemukan diri kita sebagai manusia dan sebagai bangsa,” ujar Kepala Dispusip Jakarta Nasruddin Djoko Surjono, saat membuka pameran sastra bertajuk Ruang Sastra Bicara di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Lantai 3 Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Nasruddin berharap masyarakat Jakarta dapat memanfaat karya-karya sastra yang didokumentasikan HB Jassin di Perpustakaan Jakarta. Terlebih saat ini layanan perpustakaan buka sampai pukul 22.00 WIB.Generasi yang lebih senior dapat mentransfer pengetahuan kepada generasi muda agar yang bisa mereflesikan dan meneruskan cita-cita HB Jassin.
“Acara ini bagian dari kita menghidupkan kembali perbincangan yang mendalam tentang nilai, tentang makna, tentang kata yang terus bekerja di bawah permukaan zaman,” urai Kepala Dispusip.
Kepala Dispusip Nasruddin Djoko Surjono (kiri) tengah memperhatikan koleksi HB Jassin yang tengah dipamerkan. Foto: PojokTIM
Sementara Kepala PDS HB Jassin Diki Lukman Hakim dalam sambutannya mengatakan, pameran sastra merupakan rangkaian kegiatan Festival Sastra HB Jassin 2025 yang sudah berlangsung sejak 4 Juli 2025. Kegiatan tersebut akan berakhir tanggal 18 Oktober 2025, pada malam puncak Anugerah Sastra HB Jassin.
“Dalam sejarahnya media massa memegang peran penting sebagai ruang perlintasan gagasan-gagasan sastra. Rubrik-rubrik sastra di surat kabar dan majalan menjadi tempat lahirnya karya-karya besar, kritik sastra dan diskusi pemikiran yang membentuk arah perkembangan sastra di Indonesia,” ujar Diki.
Namun, demikian Diki, seiring perubahan lanskap media terutama di era digital, ruang-ruang sastra di media massa mulai susut. Situasi ini menjadi tantangan sekaligus panggilan untuk merefleksikan kembali relasi antara sastra dan media.
“Pameran sastra Ruang Sastra Bicara adalah sebagai bentuk pengingat dan penghormatan atas peran penting media massa dalam pengembangan sastra,” tutur Diki.
Kepala PDS HB Jassin Diki Lukman Hakim saat memberikan sambutan. Foto: PojokTIM
Acara pembukaan pameran sastra diisi dengan diskusi dengan tema Peran dan Eksistensi HB Jassin sebagai Sastrawan dan Redaktur Media Massa yang menghadirkan 2 narasumber yakni Yusuf Susilo Hartonon dan Ayu Utami.
Dalam paparannya, Yusuf Susilo mengatakan B Jassin memiliki banyak sisi seperti berlian. Seperti diketahui, Jassin dikenal sebagai jurnalis, kritikus sastra, akademisi, sekaligus dokumentator yang tekun.
Dari sisi jurnalis, Yusuf menceritakan keteguhan hati HB Jassin ketika menolak membuka identitas Kipanjikusmin, penulis cerpen Langit Makin Mendung yang dimuat di Majalah Sastra yang diasuhnya pada tahun 1968. Cerpen itu menuai kontroversial karena dianggap menghina Islam dan menodai kesucian Al Quran. Sementara Jassin berpendapat, kebebasan berpendapat dan berekspresi harus dilindungi. Akibat keteguhan sikapnya, Jassin rela dijatuhi hukuman percobaan 1 tahun penjara.
“Sikap tegas pemimpin redaksi seperti Pak Jassin membuat aman kreator seperti penyair,cerpenis dan lainnya ketika mengirimkan karyanya ke media. Meski menghadapi tekanan luar biasa, baik dari tokoh agama maupun pemerintah, Pak Jassin tetap teguh dengan sikapnya dalam membela kebebasan berimajnasi. Sikap ini yang patut kita teladani,” ujar Yusuf Susilo yang juga mantan jurnalis.
Sementara Ayu Utami menilai HB Jassin bukan tokoh pers sebagaimana Yacob Utama, Mochtar Lubis, dan lain-lain. “HB Jassin memiliki jasa besar sebagai penjaga nilai-nilai kebebasan karena dunia pers dan sastra berhubungan dengan kebebasan. Di situ posisi Pak Jassin,” kata penulis novel Saman itu.
Menurut Ayu, HB Jassin juga salah satu yang membangun Republik Indonesia melalui karya dan pemikirannya. “Sayangnya sejarah republik ini dilihat dari sejarah politiknya, perjuagnan militernya, dan diplomasinya. Pemikiran dan kebudayan belum dianggap sebagai bagian yang mengisi republik,” tandas Ayu.
Pendapat kedua narasumber terkait HB Jassin sebagai tokoh yang mempelopori kritik sastra di media massa, dibantah Maman S Mahayana. Dalam tanggapannya, mantan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu menegaskan bahwa Sutan Takdir Alisjahbana (STA) yang mempelopori kritik sastra di media sejak zaman Pujangga Baru.
“Pak Jassin baru muncul zaman Jepang dan mengembangkan kritik sastra yang sudah dirintis oleh STA melalui media dikelolanya,” ujar Maman yang juga penulis buku biografi HB Jassin.
Acara Ruang Sastra Bicara juga dihadiri mantan Pelaksana PDS HB Jassin Ariany Isnamurti, Ketua Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi, pengamat sastra Sunu Wasono, penyair Imam Ma’arfi, Ahmadun Yosi Herfanda, Fatin Hamama, Nanang R Supriyatin, Arief Wicaksono, Ewith Bahar, Remmy Novaris DM, Octavianus Masheka, Dyah Kencono Puspito Dewi, dan lainnya.