PojokTIM – Bagi Wawan Hamzah Arfan kemajuan teknologi, seperti kehadiran Artificial Intelligence (AI) tidak bisa ditentang. Dari pada sibuk menolak, namun tidak bisa membendung, lebih baik memanfaatkan untuk hal-hal yang positif. Salah satunya untuk menggubah puisi menjadi lagu.

“Saya sedang melakukan sosialisasi puisi menjadi lagu lewat AI di YouTube,” ujar Wawan usai mengikuti acara peluncuran buku antologi puisi Republik Puitik dan Manifesto yang diterbitkan Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) di PDS HB Jassin, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM), Minggu (28/9/2025) lalu.

Bukan hanya puisi sendiri, Wawan juga melagukan puisi karya beberapa penyair seperti  Nanang R Supriyatin, Naim Emel Prahana, dan lain-lain. Menurutnya, peminat puisi yang dilagukan dan ditayangkan di YouTube cukup banyak. Hal itu semakin meneguhkan keyakinannya untuk melakukan sosialisasi puisi memanfaatkan teknologi untuk menjangkau penonton yang lebih luas.

“Sekarang acara baca puisi kurang diminati. Bahkan para penyair pun hanya membaca karyanya sendiri, seperti tadi disinggung dalam diskusi,” kata penyair asal Cirebon yang telah mengunggah 816 video di channel YouTube-nya.

Ditanya soal perkembangan sastra di Cirebon, penyair yang sudah berkarya sejak era 1980-an menyebut seperti ada kesenjangan komunikasi antara penyair generasi baru dengan generasi sebelumnya.

“Kurang komunikasi. Entah mereka yang tidak mau menjalin komunikasi dengan kami yang berkarya lebih dulu, atau kami yang tidak bisa menjangkau mereka. Entahlah, yang setiap zaman punya masanya, setiap masa punya zamannya,” cetus Wawan.

Geliat sastra di Cirebon juga biasa-biasa saja karena lembaga-lembaga yang bergerak di bidang kesenian, termasuk Dewan Kesenian Cirobon, lebih concern pada seni tradisional sehingga seni sastra termarjinalkan.

“Kalau pun dulu (kehidupan sastra di Cirebon) sempat mencuat, tak lebih dari mercusuar. Hanya satu-dua orang, hanya kelompoknya saja, yang muncul. Apalagi ada Cirebon Kota dan Cirebon Kabupaten. Kalau di kota mencuat, bukan berarti seperti itu juga yang ada di kabupaten,” terang Wawan.

Satu hal yang membuat Wawan miris, konten-konten puisi saat ini tidak memiliki greget. Banyak puisi yang hanya ditulis untuk mencari sensasi. Di masa lalu, demikian Wawan, puisi adalah tentang kejujuran dalam hal menyuarakan kondisi yang dilihat atau dirasakan. Bukan direkayasa dengan tujuan pamer atau mencari sensasi.

Saat ini Wawan banyak berkegiatan bersama Lumbung Puisi dan Sastrawan Indonesia (LPSI). Bahkan Wawan telah menyerahkan 4.000 kliping terkait sastra ke LPSI untuk didokumentasikan.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini