PojokTIM – Wajah ceria Budi Sumarno langsung terpancar ketika menghampiri PojokTIM yang baru masuk ke ruang diskusi publik di Perpustakaan Kemendikbudristek di daerah Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2024) lalu. Beberapa artis dan kru, termasuk sutradara film Guntoro Sulung, sedang berbincang menunggu acara diskusi dimulai.
“Kalau mau bikin film harus bergaul dengan orang film,” ujar Budi Sumarno sambil menyalami PojokTIM. Dalam diskusi di sebuah kafe di daerah Rawamangun, memang sempat ada perbincangan terkait adaptasi dari novel ke film (ekranisasi).
Saat itu Budi, yang juga produser dan sutradara film, menerangkan proses alihwahana dari sebuah novel – karya tulis – ke film. Bukan hanya alurnya, namun juga tingkat kesulitannya, karena sutradara harus bisa menjelaskan sesuatu yang tadinya dalam bentuk tulis, menjadi gambar atau film.
“Dalam novel tertulis tokohnya sedang memikirkan pacarnya . Nah, bagaimana bahasa filmnya sehingga penonton tahu apa yang sedang dipikirkan tokoh tersebut. Ini antara lain tingkatan perbedaan paling mendasar dalam proses alihwahana dari karya tulis ke layar film,” terang Budi.
Namun kali ini Budi tidak membahas tentang ekranisasi. Founder Indonesian Inclusion Film itu menjadi pembicara dalam diskusi publik yang mengangkat tema Pentingnya Artis & Crew Film dalam Membaca & Memahami Kontrak Produksi Film.
PojokTIM merangkum paparan dan perbincangan dengan Budi Sumarno yang dilakuikan di sela-sela acara diskusi publik.
Ada yang mengatakan Anda menguasai semua bidang di perfilman?
Dasarnya mudah saja, sebab untuk bisa menjadi produser tidak selalu tentang uang. Bisa saja seseorang yang tidak punya uang menjadi produser karena ada pemodal di belakangnya. Tapi seorang produser dituntut untuk memahami seluruh kerja tim produksi sehingga bisa memilih sutradara, pemain hingga membuat schedule kerjanya. Karena saya sudah beberapa kali menjadi produser, juga sutradara, sehingga paham semua lini kerja dalam industri film.
Apakah semua orang yang terlibat dalam industri film bisa disebut sebagai pekerja film?
Insan perfilman adalah individu-individu yang terlibat dalam industri perfilman. Ini mencakup berbagai peran dan profesi yang berkontribusi dalam pembuatan, produksi, distribusi dan pemutaran film.
Jika mengacu pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, yang termasuk insan perfilman hanya 13 kategori yakni penulis skenario, sutradara, artis, juru kamera, penata cahaya, penata suara, penyunting suara, penata laku, penata musik, penata artistik, penyunting gambar, produser, dan perancang animasi film.
Tetapi fakta di lapangan, jumlahnya lebih dari itu. Misalnya asisten sutradara, apakah sudah terwakili dalam kategori sutradara? Menurut saya belum karena melibatkan dua pekerjaan berbeda. Kemudian orang yang bekerja di balik layar, bagian distribusi, dan lain-lain. semua adalah pekerja atau insan film. Sayangnya tidak tercantum dalam undang-undang sehingga posisinya lemah secara hukum. Mudah-mudahan dalam undang-undang perfilman yang baru sudah ada perluasan kategori untuk pekerja film.
Apakah karena alasan itu sehingga insan film perlu membentuk serikat pekerja?
Serikat pekerja sangat penting bagi orang-orang yang bekerja di industri film karena beberapa hal. Pertama banyak permasalahan terkait kontrak kerja yang kadang karena suatu hal, artis atau pekerja film lainnya, asal tanda tangan sehingga menimbulkan masalah di kemudian hari.
Kedua, umumnya insan perfilman bekerja dalam masa waktu tertentu. Istilahnya freelancer. Kondisi ini sangat rentang terhadap masalah ketenagakerjaan. Ketiga, pekerja film berhak untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana profesi di bidang lain. Dengan berserikat maka pekerja film memiliki kekuatan untuk memperjuangkan hak-haknya.
Bukankah sudah ada organisasi perfilman?
Beda antara organisasi profesi dengan serikat pekerja. Organisasi profesi, termasuk film, biasanya hanya fokus pada pembinaan dan peningkatan kemampuan atau kompetensi anggota. Perlindungan hukum yang dilakukan sebatas pendampingan manakala timbul permasalahan.
Sementara serikat pekerja memperjuangkan hak-hak dasar pekerja. Misalnya hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak untuk mendapatkan fasilitas kerja yang baik, hak atas jaminan kesehatan, dan lain-lain.
Seberapa penting kontrak kerja bagi insan perfilman?
Kontrak kerja perfilman adalah perjanjian hukum yang mengikat antara pihak-pihak yang terlibat dalam produksi film. Kontrak ini mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam proyek film.
Kontrak kerja bukan hanya penting bagi pekerja film, karena memberikan kepastian hak dan kewajiban, namun penting bagi produser. Tanpa kontrak kerja yang jelas, seorang pekerja bisa saja tiba-tiba kabur di tengah produksi film. Siapa yang rugi? Produser, karena bisa mengganggu jadwal kerja, harus mencari orang baru, dan lain-lain.
Kontrak kerja dibuat antara dua pihak, tapi mengapa sering terjadi perselisihan padahal poin-poinnya sudah tertulis dengan jelas dalam kontra kerja?
Salah satu alasannya karena insan film sebagai penerima kerja kurang teliti dalam membaca kontrak. Mungkin hal itu tidak menjadi masalah sepanjang kedua pihak memenuhi hak dan kewajibannya. Tetapi dalam kondisi tertentu, semisal proses produksi tidak brjalan sesuai jadwal, terjadi force majeure, tentu penyelesaiannya berdasarkan poin-poin dalam kontrak. Serting terjadi, si pekerja hanya membaca judul dan nominalnya, honornya, sehingga ketika terjadi hal-hal seperti itu, dia merasa dirugikan.
Ingat, kontrak kerja memiliki konsekuensi hukum. Kita bisa dipidana atau didenda jika menyalahi kontrak kerja. Hak pekerja juga bisa hilang hanya karena kita tidak teliti dalam membaca kontrak.Jadi di sinilah pentingnya pekerja film membaca dan memahami kontrak kerja.
Ada hal lain terkait kontrak kerja?
Kesuksesan sebuah film tidak hanya terletak pada kualitas kreatifnya, tetapi juga harmoni dalam kolaborasi tim di balik layar. Agar tercipta suasana kerja yang harmoni, produser, artis dan kru film harus sama-sama memperoleh kepastian dan perlindungan hukum.
Jadi, bagi insan film jangan ragu-ragu untuk mempertanyakan hal-hal yang tidak atau belum dipahami dalam kontrak kerja. Sebab bahasa dalam perjanjian kerja biasanya rumit dan bersayap. Jika belum yakin, minta waktu untuk mempelajarinya atau bisa juga tanyakan kepada kepada lawyer-nya.