DR Mu’jizah (kiri) saat menerangkan makalahnya. Foto: Bambang Widiatmoko

PojokTIM – Pengetahuan di masa lalu menjadi acuan dalam menghadapi berbagai tantangan alam dan kehidupan sehingga mereka menjadi masyarakat yang memiliki peradaban tinggi dengan literasinya. Jika pengetahuan tersebut sangat bermanfaat bagi leluhur, maka mestinya juga dapat bermanfaat bagi masyarakat masa kini.

Demikian dikatakan pakar filologi yang juga Peneliti Utama pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) DR Mu’jizah saat menjadi panelis pada Simposium Sastra HB Jassin, Kamis (25/9/2025), di aula PDS HB Jassin, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM), Jakarta.

Dosen luar biasa program pasacasarja Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia 2015-2018 itu mencontohkan manuskrip Betawi yang menjadi sumber pengetahuan dan identitas lokal serta berkontribusi sebagai identitas nasional.

“Dalam manuskrip Betawi tersimpan aneka pengetahuan dari berbagai ranah kehidupan, mulai dari ranah sosial, seperti moral dan etika, ajaran keagamaan, silsilah dan sejarah, hukum dan adat-istiadat sampai pada pengetahuan praktis dalam menjaga kesehatan, pengobatan dan teknologi tradisional. Itu semua sangat berguna juga untuk masa kini,” terang Mu’jizah dalam makalah berjudul Strategi Pewarisan Pengetahuan Berbasis Naskah Klasik: Studi Kasus Manuskrip Melayu Betawi.

Oleh karenanya, Mu’jizah berharap warisan pengetahuan digali, dipahami dan ditransformasi serta diadaptasi untuk masyarakat masa kini. Mengingat tantangannya berbeda dengan masyarakat masa lalu, maka diperlukan strategi sistem pewarisan yang inovatif, partisipatif, dan berkelanjutan agar warisan itu kontekstual pada masa kini. Warisan dapat berjalan dengan baik jika difungsikan kembali di tengah masyarakatnya sesuai dengan keperluan sosial, ekologis, dan religius serta menjadikannya sebagai kebiasaan, praktik sosial, dan hidup di institusi adat.

“Transmisi budaya dalam sistem pewarisan pengetahuan budaya melalui tiga model perlu diterapkan, seperti transmisi orang tua ke anak, transmisi antarteman sebaya, dan transmisi dari tokoh atau orang tua non-keluarga ke generasi muda,” tegasnya.

Muhammad Abror mengamini pendapat Mu’jizah. Melalui makalah berjudul Ngariksa dan Digital Public Philologi, Abror mengupas tentang upaya penggunaan naskah kuno untuk memaknai peristiwa saat ini yang dilakukan channel YouTube Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa). Misalnya saat terjadi kerusuhan akhir Agustus lalu, dicarikan teks masa lalu yang relevan untuk menjelaskannya.

“Filologi Publik Digital adalah cara menjembatani masa lalu dan masa kini untuk dimensi publik. Ngariksa membuktikan naskah kuno bisa hidup kembali di era digital dengan dimensi publik yalkni edukatif dan reflektif,” terang Abror.

Koleksi Rusak

Tampil menjadi pembicara terakhir, pustakawan PDS GB Jassin, Aziizah M Yasti, menerangkan tentang upaya dan proses digitalisasi. Menurut Aziizah, saat ini PDS HB Jassin memiliki 158.810 koleksi. Naskah yang dikumpulkan oleh Hans Bague Jassin bukan hanya dalam negeri, namun juga kawasan Asia Pasifik. Namun sayangnya, tidak semua koleksi dalam kondisi baik.

“Terdapat 22.025 koleksi yang rusak,” jelas Azizah.

Oleh karenanya, sejak diserahkan oleh Yayasan PDS HB Jassin kepada Pemprov DKI Jakarta dan dikelola oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta, dilakukan upaya digitalisasi agar naskah tidak rusak atau hilang.

“Digitalisasi juga untuk memudahkan akses dan maksimalisasi pemanfaatan koleksi,” terang Aziizah.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini