PojokTIM – Perjuangan Yayasan Hari Puisi (YHP) selama 13 tahun akhirnya membuahkan hasil. Pemerintah akan menetapkan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia (HPI). Prosesi penetapan HPI rencananya dilakukan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon pada 26 Juli 2025 di Plaza Teater Kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.
“Sejak dicanangkan Hari Puisi Indonesia di Pekanbaru, Riau, tahun 2012, setiap tahun YPH menggelar perayaan HPI dan Malam Anugerah Puisi. Tahun ini, perayaaan HPI ke-13 dan Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia 2025 lebih bersejarah karena akan diikuti dengan prosesi penetapan Hari Puisi Indonesia yang telah lama kami perjuangkan,” ujar Ketua Yayasan Hari Puisi Asrizal Nur, ketika memberikan sambutan pada jumpa pers menyongsong penetapan HPI, di aula PDS HB Jassin, Senin (21/7/2025).
Asnur, sapaan akrabnya, menjelaskan awal mula lahirnya HPI yakni dari pembicaraan Rida K Liamsi dan Agus R Sarjono sepulang menghadiri acara Hari Puisi di Vietnam. Gagasan tersebut kemudian ditularkan kepada Asrizal Nur dan Kazzaini Ks, lalu dibincangkan secara lebih serius dengan Maman S Mahayana dan Ahmadun Yosi Herfanda saat mereka bertemu di Korea Selatan dalam suatu acara puisi.
Sepulang dari Korea Selatan, mereka sepakat membentuk Tim Perumus yang disebut Tim Tujuh yang terdiri dari Rida K Liamsi, Agus R Sarjono, Maman S Mahayana, Ahmadun Yosi Herfanda, Asrizal Nur, Kazzaini Ks dan Jamal D Rahman.
“Tim Perumus bertugas merancang, merumuskan, dan mewujudkan ide Hari Puisi Indonesia,” terang Asnur.
Tanggal 22 November 2012, digelarlah Pertemuan Penyair Indonesia (PPI ) pertama, di Pekanbaru dengan “tuan rumah” Dewan Kesenian Riau. Mereka juga melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan perwakilan penyair dari berbagai daerah di Indonesia, dari Aceh sampai Papua. Setelah melalui perdebatan panjang, lahirlah 3 poin kesepakatan.
“Pertama, perlunya Indonesia punya hari puisi yang bisa dirayakan setiap tahun sebagai hari persatuan bangsa sebagaimana negara-negara lain di dunia. Hari Puisi Indonesia ditetapkan sebagai titik ingatan untuk merayakan eksistensi para penyair dan karyanya sebagai aset bangsa,” papar Asnur.
Kedua, pemilihan nama Hari Puisi Indonesia memakai kata kunci Indonesia bukan Nasional karena merujuk pada UNESCO yang menetapkan 21 Maret sebagai Hari Puisi Dunia, bukan Hari Puisi Internasional.
Ketiga, tanggal Hari Puisi Indonesia dipilih 26 Juli yang bertepatan dengan hari lahir Chairil Anwar, bukan hari wafatnya, 28 April. Salah satu alasannya adalah menjadikan kelahiran Chairil Anwar sebagai spirit kelahiran hari puisi yang perlu dirayakan dengan gembira. Sebuah perayaan, tentu tidaklah etis apabila digelar di hari wafatnya.
Puisi Lahir Tak Pernah Mati
Tema perayaan HPI dan Malam Anugerah Puisi 2025 yakni Puisi Lahir Tak Pernah Mati, cukup menarik. Tema tersebut menyiratkan bahwa puisi selalu lahir dan hadir di tengah-tengah masyarakat membawa semangat penyairnya yang tak pernah mati.
“Semangat untuk terus mendorong dan mendukung persatuan bangsa, penguatan budaya, dan pengembangan puisi Indonesia,” terang Sihar Ramses Simatupang.
Selain Sihar, acara jumpa pers juga menghadirkan pengurus YPH lainnya yakni Ewith Bahar, Sofyan RH Zaid, dan Sutardji Calzoum Bachri- yang juga Presiden Penyair Indonesia, dengan moderator Herman Syah.
“Penetapan HPI hanya pintu gerbang, hanya deklarasi, sebagaimana Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah merdeka maka Indonesia milik seluruh rakyat. Demikian juga HPI, setelah ditetapkan, maka ia menjadi milik seluruh anak bangsa. Siapa saja boleh merayakan, tidak hanya Yayasan Hari Puisi,” ujar Sutardji.
Masih menurut Sutardji, puisi bukan sekedar keindahan kata-kata, kecantikan bertutur bahasa, tetapi juga ruh perjuangan dan bagian dari kenikmatan. “Siapa yang menolak puisi berarti kurang menghargai nikmat yang diberikan Allah,” kata Sutardji.
Perjuangan untuk mendapatkan persetujuan atas usulan HPI yang akhirnya disetujui dan ditetapkan oleh pemerintah, menurut Sofyan, sangat berat dan melelahkan.
“Syarat (akademik) yang diminta negara untuk melengkapi usulan HPI, sangat berat. Tetapi berkat kerja keras panitia, hanya dalam waktu tiga hari, kita bisa melengkapi persyaratan yang diminta sehingga penetapan HPI melalui SK khusus, SK Penetapan HPI 26 Juli, bukan disandangkan dengan pemberian anugerah kepada tokoh tertentu,” terang Sofyan.
Sementara Ewith menegaskan adanya inisitaif HPI tidak berarti puisi Indonesia terkotak-kotak. Terlebih dalam kepengurusan HPI ada representasi dari setiap komunitas.
“Apakah komunitas lain ketinggalan, atau kita tinggal? Tidak. Sebab HPI bukan milik YHP. Semua boleh bergabung, boleh merayakan HPI,” ujar Ewith.
Di tempat yang sama, Kepala PDS HB Jassin Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta, Diki Lukman Hakim menyambut gembira lahirnya HPI. Diki berjanji akan turut hadir sebagai saksi sejarah prosesi penetapan HPI.