PojokTIM – Masih adakah ruang kreatifitas sastra di kampus-kampus? Pertanyaan itu yang memantik Dapur Sastra Jakarta (DSJ) menggelar diskusi dengan melibatkan para mahasiswa dan akademisi dalam Forum Meja Panjang di aula Pusat Dokumen Sastra (PDS) HB Jassin, kompleks Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM).
“Di masa lalu, kampus melahirkan banyak sastrawan hebat. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini, kita seperti tidak mendengar suara-suara penerusnya. Apakah memang kampus tidak lagi menyediakan ruang kreatifitas atau para mahasiswa dan kelompok akademisinya yang tidak lagi memandang kesusasteraan sebagai jalan untuk menyuarakan persoalan sosial politik,” ujar Ketua DSJ Remmy Novaris DM ketika membuka diskusi Forum Meja Panjang ke 12 dengan tema Komunitas Sastra Kampus, Jumat (15/11/2024).
Forum diskusi menghadirkan DR Alfian Siagian dan DR Sunu Wasono sebagai pemantik diskusi yang diikuti sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Hadir juga budayawan Betawi Chairil Gibran Ramadhan yang akrab di sapa CGR.
Menurut Remmy, melalui kegiatan tersebut pihaknya ingin memetakan keberadaan komunitas dan kegiatan sastra di kampus. “DSJ juga ingin memberikan wadah kegiatan sastra bagi mahasiswa lintas kampus. Bentuknya bisa saja, termasuk penerbitan buku antologi puisi,” tegas Remmy.
Dalam paparan Sunu Wasono mengatakan, tidak semua kampus membuka jurusan atau bidang studi seni, namun tidak berarti di kampus tidak ada kegiatan seni, khususnya sastra. Selalu ada denyut kegiatan sastra di kampus. Mahasiswa di kampus yang tidak menjadi pelaku seni, minimal mereka mengadakan kegiatan seni di kampus seperti mengundang grup seni atau pelaku seni dari luar kampus.
“Di Fakultas Sastra UI (sekarang FIBUI) denyut kegiatan seni, khususnya seni sastra tetap ada. Acara pentas dan cipta seni, tak terkecuali pentas dan cipta sastra (baca puisi, musikalisasi puisi, penulisan puisi) dari berbagai himpunan mahasiswa selalu ada,” ujar mantan dosen FIBUI tersebut.
Persoalannya, beber Sunu, tiadanya kesinambungan karena masa kuliah mahasiswa terbatas. Selain itu beban akademis juga membuat mahasiswa tidak dapat maksimal bersastra.
“Oleh karenanya perlu memebrikan panggung atau ruang bagi mahasiswa untuk menampilkan karyanya,” lanjut Sunu.
Sementara Alfian Siagian menyoroti kurang kreatifnya mahasiswa dalam berkarya. Meski tidak ada gedung teater, ditambah sejumlah aturan di kampus, bukan berarti dapat dijadikan alasan pembenar untuk tidak berkarya. Sebab masih banyak ruang kreatif yang tersedia seperti selasar.
Demikian juga terkait larangan menggelar kegiatan di area tertentu, atau larangan menginap di kampus. Alfian menekankan pentingnya mahasiswa memiliki daya kreatifitas untuk menyikapi kondisi yang ada, bukan hanya mengeluh.
“Sejak Nabi Adam masih bujangan, mahasiswa dilarang menginap di kampus. Tetapi faktanya ada saja mahasiswa yang (bisa) menginap di kampus. Kalau mahasiswa kalah sama aturan, berhenti saja menjadi mahasiswa,” ujar Alfian yang menjabat Manajer Kemahasiswaan UI.
Tawaran yang dilempar Remmy, dan lecutan dari Alfian serta Sunu Wasono cukup ampuh memancing reaksi para mahasiswa. Dari diskusi yang cukup seru, tercetus beberapa agenda yang akan mereka lakukan para mahasiwa seperti penerbitan buku antologi puisi bersama yang akan difasilitasi oleh DSJ, dan program kegiatan yang rencananya digelar 22 Desember mendatang.
Terkait fasilitas, seperti gedung pementasan yang Annika dari UI, Narima Beryl Ivana yang juga mahasiswi UI, mengajak teman-temannya untuk terbiasa berinteraksi dengan pemangku kebijakan di TIM.
“Ada Dewan Kesenian Jakarta, Dinas Kebudayaan, PDS HB Jassin, dan lain-lain. Mereka semua welcoma terhadap kita,” ujar Beryl yang sudah sering tampil dalam acara pembacaan puisi di luar kampus.
Penyair Nanang R Supriyatin menambahkan pentingnya mahasiswa lintas kampus membentuk kelompok diskusi untuk melahirkan gagasan dan karya. Hal senada disampaikan CGR yang mengapreasiasi langkah DSJ menggandeng mahasiswa dan mendengarkan aspirasinya.
“Kita semua prihatin dengan menurunkan daya kreatif mahasiswa. Solusinya bukan hanya diundang untuk meramaikan acara kita, tetapi libatkan mereka dalam diskusi seperti ini, dua arah, sehingga kita tahu permasalahan di kampus,” ujar CGR.