PojokTIM – Kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan sejumlah daerah di Indonesia sebagai buntut protes terhadap sikap sejumlah anggota DPR yang nir-empati terhadap kondisi rakyat yang tengah kesusahan, serta sejumlah kebijakan yang memberatkan rakyat seperti kenaikan pajak, membuat situasi keamanan dalam negeri menghangat. Bahkan sejumlah negara sempat mengeluarkan travel warning dan mengimbau warganya menjauhi lokasi demo.
Dampaknya, sejumlah kegiatan dibatalkan, termasuk pameran lukisan di Balai Kota Jakarta yang rencananya dibuka 1 Septemer 2025 lalu. Namun demikian kegiatan lainnya di Jakarta tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Terlebih kondisi keamanan sudah berangsur adem setelah pemerintah dan DPR memenuhi berbagai tuntutan yang diseru dalam sejumlah demo dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan sesuai jadwal adalah Pertemuan Penyair Nusantara ke XIII (PPN XIII).
“PPN XIII tetap kami laksanakan pada 11–14 September 2025. Malam pembuka akan kita gelar di teater Kecil Taman Ismail Marzuki yang menjadi gerbang pertemuan para penyair. Hari berikutnya digelar seminar sejak pagi hingga sore, disambung lokakarya dan panggung anak muda sebagai ruang regenerasi,” ujar Wakil Ketua Panitia PPN XII Mustafa Ismail dalam jumpa pers yang dikemas dalam acara diskusi dan pembacaan puisi di aula PDS HB Jassin, Sabtu (6/9/2025).
Mustafa didampingi Ketua Dewan Pengarah Imam Ma’arif, Wakil Ketua Dewan Pengarah Riri Satria, Ketua Dewan Kurator antologi puisi PPN XIII Maman S Mahayana, serta Fikar W Eda selaku moderator.
Mustafa optimis, PPN XIII akan aman dan sukses secara penyelanggaraan. Hal itu tidak terlepas dari dukungan yang diberikan sejumlah pihak termasuk Kementerian Kebudayaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Dinas Kebudayaan Jakarta, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta, PDS HB Jassin dan Jagat Sastra Media (JSM).
“Jadi, seluruh peserta tidak perlu khawatir datang ke acara PPN XIII. Indonesia, khususnya Jakarta, aman untuk menggelar kegiatan kesenian,” tegas Mustafa yang juga jurnalis senior.
Baca juga: https://pojoktim.com/riri-satria-puisi-takkan-mati/
Keyakinan yang sama juga disampaikan Imam Ma’arif. Anggota Dewan Kesenian Jakarta sudah memastikan seluruh stakeholder dan pemangku kebijakan akan bekerjasama untuk membantu terwujudnya kegiatan PPN XIII, termasuk dari segi keamanan.
“Ini bukan hajatan seniman saja, tetapi membawa nama baik bangsa sehingga segala sesuatunya dilakukan melalui pertimbangan matang dengan melibatkan semua unsur. Tidak perlu terpengaruh hoaks dan isu-isu yang menyesatkan. Jika ada yang ingin diketahui, silakan tanya langsung kepada panitia,” kata Imam.
Kesempatan itu digunakan Maman untuk menjawab soal kuratorial. Menurutnya proses penilaian dan seleksi puisi yang masuk seleksi untuk antologi tidak didasarkan pada siapa penulisnya, melainkan bagaimana kualitas karyanya. “Ada yang bertanya, siapa anak muda yang karyanya masuk? jawabannya ada di karya itu sendiri,” ujar Kang Maman, sapaan akrab mantan dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu.
Pertimbangan utama dalam penilaian, menurut Kang Maman, selalu kesesuaian dengan tema. Setelah itu, barulah hal-hal lain menyusul. Semangatnya adalah semangat persebaran dan pemerataan, jadi aspek itu pun menjadi bagian penting dalam penilaian. Maka, kriteria pertama adalah kebaruan karya: sejauh mana karya itu menghadirkan sesuatu yang baru, segar, dan layak dibicarakan.
Tentu saja ada unsur subjektivitas. Itu wajar. Misalnya, ketika menilai puisi, tim kurator harus bisa mempertanggungjawabkan pilihannya—kenapa karya si A layak masuk, sementara karya si B tidak. “Kalau ada yang ingin berdebat, silakan, bahkan sampai malam pun kita siap. Karena dasar penilaiannya jelas, bukan sekadar suka atau tidak suka. Kita tidak bisa asal memilih, apalagi hanya berdasarkan perasaan pribadi,” tegasnya.
Kalau puisinya memang bagus, kata Maman, maka harus diakui bagus. Jangan sampai sikap pribadi menutup mata terhadap mutu karya. Jadi, objek pertama yang kita nilai adalah karya itu sendiri. Hal-hal lain hanya menyusul kemudian.
Ia berharap, melalui kegiatan ini, semua penulis merasa damai dan bersaudara, bukan hanya dalam karyanya, tapi juga dalam sikap hidupnya. Jangan sampai puisinya berbicara tentang perdamaian, tetapi penulisnya justru hidup dengan penuh pertentangan. Itu berbahaya. Maka politik bahasa juga ikut berperan di sini.
Acara yang dipandu Rintis Mulya juga diisi dengan pembacaan puisi oleh sejumlah penyair seperti Rissa Churria, Fanny J Poyk, Andria C Tamsin, Octavianus Masheka, Hilmi Faiq, Dedy Tri Riyadi, Devie Matahari, Nuyang jamiee, Sihar Ramses Simatupang, Lily Siti Multatuliana, Evan YS, Aquino Hayunta, Endin SAS dan lain-lain.





