Kasudinbud Jakarta Barat Joko Mulyono (berdiri) saat memberikan sambutan. Foto: PojokTIM
PojokTIM – Pusat Pelatihan Seni dan Budaya (PPSB) Jakarta Barat akan direnovasi pada 2027 mendatang sehingga diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan kesenian seperti Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat. Terlebih saat ini semakin sering diadakan kegiatan kesenian di PPSB, termasuk yang berkolaborasi dengan kementerian.
“Sekarang masih kita sebut sebagai auditorium. Setelah direhab, mudah-mudahan PPSB ini bisa menjadi TIM-nya Jakarta Barat,” ujar Kepala Suku Dinas (Kasudin) Kebudayaan Jakarta Barat Joko Mulyono saat membuka acara diskusi Membedah Proses Kreatif Emy Suy yang diselenggarakan Komunitas Sastra Kosakata di Gedung PPSB Jakarta Barat, Sabtu (6/9/2025).
Hadir dalam kesempatan itu Ketua Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Aquino Hayunta, Pembina Kosakata Anto Ristargie, dan Ketua Kosakata Chintya serta para nara sumber diskusi yakni Ketua JSM Riri Satria, dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Helvy Tiana Rosa, dan anggota DKJ Imam Ma’arif. Acara yang dipandu Inung Nurjanah Ridwan semakin lengkap melalui pembacaan puisi oleh Hery Tany, Rissa Churria, Nunung El Niel dan Shantined.
Menurut Joko Mulyono, selama ini PPSB Jakarta Barat sudah sering melakukan kolaborasi dengan kementerian secara G to G, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, khususnya untuk kegiatan yang tidak di-support oleh pemerintah provinsi. Hal itu sejalan dengan kebijakan renovasi yang segera dilakukan sehingga gedung PPSB memenuhi standar untuk menggelar kegiatan-kegiatan berskala nasional, bahkan internasional.
“Mudah-mudahan dengan adanya gedung pertunjukan yang representatif, kegiatan kesenian di Jakarta Barat terus meningkat,” ujar Joko Muiyono.
Kasudin juga mengapresiasi penyelenggaraan kegiatan bedah proses kreatif Emi Suy. Terlebih kegiatan seperti itu sudah jarang dilakukan sehingga harus sebarluaskan secara masif agar menginspirasi dan memotivasi generasi muda.
“Bahwa semua keberhasilan yang dicapai saat ini, melalui proses. Dan menurut Emi, prosesnya nikmat, walaupun perih-perih dikit, tapi ujungnya nikmat. Seperti minum kopi, awalnya pahit namun di akhir ada sensasinya,” ujarnya.
Joko Mulyono mengaku bangga Jakarta Barat memiliki penyair terkenal, dan berharap ke depan akan lahir penyair-penyair lain yang bisa menyamai, bahkan melebihi popularitas Emi Suy.
Baca juga: https://pojoktim.com/helvy-emi-suy-memilih-diam-yang-berdaya/
Sementara dalam diskui dengan moderator Octavianus Masheka, Helvy memuji puisi-puisi Emi Suy yang disebutnya berhasil menghadirkan corak baru dalam peta puisi Indonesia kontemporer.
“Emi menolak kebisingan, memilih diam, tetapi diam yang dalam dan berdaya. Ia membangun matriks puitika dari sunyi, rindu, dan doa, memanfaatkan simbol domestik sebagai arsitektur makna, dan melahirkan spiritualitas yang dapat dibaca lintas budaya. Oleh karenanya, puisinya layak ditempatkan dalam percakapan global sastra yang menekankan spiritualitas sehari-hari sebagai bagian dari humanisme universal,” kata Helvy.
Hal senada dikatakan Imam Ma’arif. Setelah melalui pergulatan panjang, Emi sudah menemukan bentuk melalui teropong sunyi. Walaupun belum menembus ke titik jantung sunyi, setidaknya pilihan jalannya sudah benar. “Untuk masuk ke jantung sunyi tentunya butuh proses. Tidak ujug-ujug.”
Sementara Riri menyampaikan kronologis perjalanan kepenyairan Emi dan proses kreatif lainnya dalam makalah berjudul Kisah Sepuluih Buku Emi Suy. Disebutkan, Emi sudah menerbitkan lima buku kumpulan puisi tunggal, yaitu Tirakat Padam Api (2011), serta trilogi Sunyi yang terdiri dari Alarm Sunyi (2017), Ayat Sunyi (2018), Api Sunyi (2020) serta Ibu Menanak Nasi Hingga Matang Usia Kami (2022), dan buku kumpulan esai sastra berjudul Interval (2023).
Pada buku kedua, Alarm Sunyi, Emi baru menemukan jati diri kepenyairannya dan merupakan awal dari trilogi sunyi. Buku tersebut mendapat sambutan luas serta mengalami cetak ulang beberapa kali. Emi mulai mendapat pengakuan pada buku ketiga, Ayat Sunyi, di mana ia meraih sejumlah penghargaan, salah satunya dari Perpustakaan Nasional RI pada tahun 2019 sebagai Juara Harapan III untuk kriteria buku puisi di Indonesia.
“Pada 2023, Emi juga menerbitkan buku kumpulan puisi bersama saya yang berjudul Algoritma Kesunyian. Algoritma adalah dunia saya, sementara diksi kesunyian milik Emi,” terang Riri.
Dosen Universitas Indonesia (UI) itu menambahkan, saat ini Emi Suy sedang menyelesaikan buku kumpulan puisi terbarunya berjudul Perempuan Mesti Bisa Menjahit Setidaknya Menjahit Lukanya Sendiri yang rencananya akan diterbitkan akhir tahun 2025 di mana Riri memberi epilog.
Menurut Riri, seperti juga penyair lain, Emi menjalani proses yang panjang untuk sampai pada cara ucap yang tepat melalui puisi-puisinya. “Dari awalnya tidak percaya diri, akhirnya berhasil menemukan bentuk pengucapan yang tepat untuk dirinya,” kata Riri.
Di akhir acara, Emi menjelaskan beberapa hal terkait proses kepenyairannya, termasuk diksi perempuan mesti bisa menjahit, setidaknya menjahit lukanya sendiri yang akhirnya menjadi quote yang banyak dipakai di media sosial. Quote itu dilandasi pemahaman bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya, namun juga tokoh di keluarganya.
“Jika dia mampu menyelesaikan persoalannya sendiri, selesai dengan dirinya – menjahit lukanya itu, maka dia bisa mencarikan jalan keluar bagi persoalan keluarganya, persoalan di lingkungannya,” terang Emi.