PojokTIM – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan tanggal 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia (HPI). Penetapan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kebudayaan RI Nomor  167/M/2025 tentang HPI. Namun demikian, HPI bukan merupakan hari libur nasional.

SK Menbud tersebut dibacakan Ketua Yayasan Hari Puisi (YHP) Asrizal Nur pada puncak prosesi penetapan HPI, yang dilaksanakan di Plaza Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/7/2025) malam.

“Hari ini tanggal 26 Juli kita menetapkan Hari Puisi Indonesia bersama dengan hari lahirnya penyair besar Chairil Anwar. Umurnya memang tidak panjang, hanya 27 tahun, tapi kata-katanya sampai hari ini terus bergema,” ujar  Fadli Zon di hadapan ratusan sastrawan, penyair, dan budayawan yang hadir dari berbagai daerah.

Fadli Zon meyakini, tidak ada yang meragukan bahwa Chairil Anwar merupakan penyair hebat. Banyak puisi-puisinya yang menggerakan kata-kata menjadi gerakan luar bisa seperti Kerawang-Bekasi yang menggambarkan nasionalisme rakyat Indonesia, untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Demikian juga puisi Diponegoro.

Fadli Zon membantah penetapan HPI terlalu tergesa-gesa, Sebab YHP telah secara konsisten memperjuangkannya selama 13 tahun. “Justru menurut saya terlambat. Seharusnya sudah ditetapkan dari dulu. Dan saya kira tidak ada masalah di dalam penetapannya.”

Di antara hari-hari yang dirayakan setiap hari, menurut Fadli Zon, perlu dicatat tonggak-tonggak penting. Ada Hari Musik, Hari Film, Hari Komedi, Hari Keris, termasuk Hari Kebudayaan yang sempat menuai polemik. Padahal, menurut mantan anggota DPR RI itu, penetapan Hari Kebudayaan tanggal 17 Oktober sesuai dengan hari penetapan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan resmi.

“Penetapan Hari Kebudayaan berasal dari bawah, dari komunitas, melalui sebuah kajian, penelitian, naskah dan tentu saja keinginan dari komunitas budaya, persis sama seperti (penetapan) Hari Puisi Indonesia,” terang Fadli Zon.

Teaterikal Catatan Jakarta. Foto: ist 

Sebelumnya Asrizal Nur mengatakan perjuangan untuk mendapatkan pengesahan HPI telah dilakukan sejak 2012 oleh sejumlah penyair nasional. Tidak adanya dukungan dana dari pemerintah membuat perjuangan semakin berat, ibarat bunga berduri.

Hadir dalam acara yang diawali dengan parade pembacaan puisi itu antara lain Ketua Dewan Pembina YHP Rida K Liamsi, Duta Besar Ekuador H.E Luis Arellano Jibaja, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Hafidz Muksin, mantan Ketua HPI Maman S Mahayana, Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri, penyair dan teaterwan Jose Rizal Manua, Imam Ma’arif, Isbedy Stiawan ZS, Anwar Putra Bayu, Micky Hidayat, Taufik Ikram Jamil, D Kemalawati, Husnu Abadi, Nanang R Supriyatin, Fikar W Eda, Yahya Andi Saputra, Syaifuddin Gani, Riri Satria, Doddi Ahmad Fauji, Octavianus Masheka, Andria C Tamsin, Giyanto Subagyo, Fatin Hamama, Nunung Noor El  Niel, Emi Suy, Halimah Munawir, Rini Intama, Fanny J Poyk, Hudan Nur, Helvi Tiana Rosa, Olivia Zalianty, Kunni Masrohati, dan lain-lain.

Pementasan teaterikal berjudul Catatan Jakarta yang disutradarai Ical Vrigar cukup menyita perhatian penonton. Teaterikal yang terdiri dari 20 pemain remaja, menggunakan space depan panggung untuk menggelar “ritual mistis” seolah-olah memanggil arwah Chairil Anwar agar turut menyaksikan pengesahan Hari Puisi Indonesia.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini