PojokTIM – Program Pulang ke Kampung Tradisi ke-5 (PKT #5) dengan tema Susur Sisir Tengger menegaskan komitmen Penyair Perempuan Indonesia (PPI) sebagai komunitas yang berpihak pada tradisi dan riset dalam berkarya. Kali ini 25 anggota PPI pulang bereng ke kampung untuk menyelami warisan tradisi di daerah Malang Raya yang meliputi Kota Malang dan Kabupaten Malang.
PKT #5 dibuka di Rumah Budaya Ratna (RBR) pukul 19.00. Peserta yang merayakan pembukaan itu datang berbagai daerah di Indonesia seperti Takengon, Gayo, Pekanbaru, Bandar Lampung, Tulang Bawang Barat, Banten, Bekasi, Kupang, Garut, Bandung, Jakarta, Surabaya, Tuban, Kuningan, Yogyakarta, Blitar, Bogor, serta Malang. Mereka menegaskan tema Susur Tengger dalam pembacaan puisi dan teatrikalisasi puisi.
Beberapa peserta tampil menjadi pembacanya. Hebatnya, semua adalah karya pembacanya sendiri. Apalagi dibacakan di sebuah tempat yang diambil dari nama sastrawan perempuan dari Malang Ratna Indraswari Ibrahim yang kini dipimpin oleh adik kandung Ratna, Benny Ibrahim. Di antara buku-buku dan di halaman RBR yang merupakan tempat tinggal Ratna semasa hidupnya, PPI seolah menyapa publik sastra dan literasi di Malang Raya.
Sebelum pembukaan, pada pukul 15.00 WIB, PPI bersama RBR menggelar workshop Menulis Puisi Berbasis Tradisi dan Riset. Diikuti oleh 50 peserta, kelas menulis itu dimentori oleh Rini Intama, penyair, dan salah seorang pendiri PPI.
Menurut Rini, materi yang disampaikannya adalah salah satu penegasan keberpihakan PPI pada penulisan karya -terutama puisi- yang berbasis tradisi dan riset. ”Apa yang PPI lakukan kami rangkum agar makin diketahui semua yang mencintai puisi,” katanya.
Terkait workshop tersebut, Ketua PPI Kunni Masrohanti, menegaskan bahwa PPI selama ini berupaya untuk meneguhkan komitmennya sebagai komunitas yang berpihak pada tradisi dan mengajak anggotanya agar berkarya makin kreatif melalui upaya yang lebih dapat dipertanggungjawabkan yakni dengan proses riset yang dilakukan langsung di lapangan.
”Jadi lebih selangkah lagi ketimbang hanya bertumpu pada imajinasi atau hanya mengambil dari referensi yang dicari di internet,” ungkap Kunni.
PKT selalu memilih tempat-tempat yang dapat dipelajari tradisinya serta menentukan tema untuk mengeksplorasi kekayaan warisan tradisi dan budaya setempat. Seperti di PKT #1 2020 di Garut, PKT #2 2021 di Yogyakarta bertema Merawat Tradisi dengan Puisi, PKT #3 2023 di Baduy, PKT #4 Lampung bertema Nyulam di Tanah Lada, dan kini, PKT #5 mengusung tema Susur Sisir Tengger.
”Dari tema-tema itu saja, kami ingin menunjukkan bahwa PPI sangat concern pada penggalian potensi tradisi yang sangat kaya untuk dijadikan bahan berkarya,” tegasnya.
Dari kepulangan-kepulangan ke kampung tradisi itu, PPI selalu melahirkan buku kumpulan puisi. Yang pertama diawali dengan buku Palung Tradisi (2019). Disusul kemudian Temanten (PKT #1 2021), Umbul Pasiraman (PKT #2 2023), Ajari Aku Baduy (PKT #3 2024), dan Nyulam Kata di Tanah Lada (PKT #4 2024) yang baru saja diluncurkan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Jakarta, 10 Juli 2025.
Ditegaskan lagi oleh Kunni, PKT adalah agenda yang akan dipertahankan oleh PPI sebagai cara mengajak masyarakat secara luas untuk kembali ke akar tradisi. Singkatnya, PPI melakukan perjalanan ke kampung sendiri dengan menapak jejak budaya Tengger, menelisik sejarah Candi Jago, Candi Singasari, dan Candi Kidal, menyelami seni topeng bersama Padepokan Seni Mangun Dharmo, dan merangkai kata dalam workshop puisi di Rumah Budaya Ratna.
“Mari bersama rayakan warisan budaya Indonesia yang adiluhung,” tandas Kunni.
Pada hari kedua, seluruh peserta bertolak ke Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Ngadas adalah desa adalah sebuah desa yang merupakan salah satu dari 36 desa Suku Tengger yang tersebat dalam empat kabupaten/kota. Di situ peserta diharapkan akan lebih dekat dengan tradisi yang berkembang di masyarakat setempat.
Di antaranya menelisik tradisi petekan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat terutama para perempuan di desa tersebut. Ritual yang bertujuan untuk menjaga kesucian dan menghindari kehamilan di luar nikah. Tradisi ini melibatkan pemeriksaan fisik pada perempuan untuk memastikan mereka masih perawan. Kegiatan dilanjutkan dengan menggelar sarasehan terkait petekan bersama penutur tradisi setempat.
Dari Ngadas, bergeser ke Padepokan Seni Mangun Dharmo, di Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang untuk menggelar pergelaran seni budaya khas PPI dan memadukan unsur tradisi di Tumpang sekaligus menginap di tempat itu. Pada hari ketiga, PKT diakhiri dengan mengunjungi Candi Jago setelah melihat Candi Kidal dan Singosari pada hari kedua.
”Dari Candi Jago, rombongan menggelar penutupan resmi dengan bedah karya buku puisi Nyulam Kata di Tanah Lada atau relaunching setelah dilakukan di Jakarta,” tambah Ira Pelitawati, Koordinator Pelaksana PKT #5.
Di tempat yang sama, Manajer Program PPI Devie Matahari, menegaskan PKT akan menjadi agenda yang terus mengawal komitmen PPI ke depan yang mampu menggabungkan upaya melestarikan tradisi sekaligus menegaskan kepada para anggotanya yang terlibat dalam penulisan puisi dan karya sastra lainnya untuk sekaligus melakukan riset.
”Jadi ini bukan pulang kampung biasa. PPI ingin mengunjungi kampung di mana pun seolah tanah kami sendiri. Dari pulang itu kami membawa oleh-oleh karya yang bersentuhan dengan tradisi,” kata Devie.