PojokTIM – Kafe Sastra Balai Pustaka di bilangan Matraman, Jakarta Timur, mendadak riuh ketika lagu Selamat Ulang Tahun dari Jamrud mengalun. Nunung Noor El Niel tampak semringah mendapat kejutan di tengah acara peluncuran buku puisinya yang berjudul Cermin Bayang-Bayang, Minggu (29/9/2024).
Acara peluncuran buku Cermin Bayang-Bayang digelar oleh Jagat Sastra Milenia (JSM) yang selama ini concern membantu menerbitkan karya-karya anggotanya. Cermin Bayang-Bayang diterbitkan oleh Penerbit Taresia hasil kerjasama dengan JSM Press.
“Sampai saat ini JSM Press telah menerbitkan sekitar 50 buku,” ujar Ketua JSM Riri Satria yang mendapat potongan kue pertama dari Nunung El Niel.
Selain perayaan ulang tahun sebagai kejutan, acara peluncuran buku Cermin Bayang-Bayang juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh sederet penyair seperti Ical Vrigar, Sapto Wardoyo, Diana Prima Resmana, dan Supandi serta musikalisasi puisi oleh Raya Rayahbi.
Banal dan Binal
Dalam sesi diskusi dengan moderator Rini Intama, pemateri Sofyan RH Zaid menilai puisi-puisi yang terangkum dalam buku Cermin Bayang-Bayang banal dan binal. Namun demikian, Sofyan mengakui puisi-puisi Nunung El Niel puitis secara alami.
“Secara estetika, ada puisi yang puitis secara alami, dan ada yang direkayasa. Puisi-puisi Nunung, meski banal, sudah puitis secara alami,” terang Direktur JSM Press tersebut.
Sofyan berpesan agar Nunung El Niel lebih fokus terhadap tema yang ditulis, tidak lari-lari dan terjebak dalam sloganistik. “Sebab tidak semua peristiwa layak dijadikan puisi. Harus lebih selektif sehingga puisinya memiliki kekuatan dan karakter.”
Rini Intama, Sofyan RH Zaid, dan Rissa Churria.
Rissa Churria yang menjadi pemateri kedua, menyebut Nunung El Niel sebagai penyair ekpresif. Nunung bisa menciptakan puisi dalam kondisi apa pun, bahkan saat sedang berbincang.
“Mak Nunung sangat produktif dalam berkarya dan konsisten pada tema-tema perempuan dan feminisme,” ujar Rissa.
Menjawab pertanyaan Nuyang Jaimee, salah satu peserta diskusi, Nunung El Niel mengakui puisi-puisi menembak sesuatu, dan memiliki target tertentu. Namun tidak berarti menempatkan kaum laki-laki sebagai target hanya karena ia berbicara tentang feminisme.
Terlebih mayoritas puisi-puisinya terinspirasi dari peristiwa nyata. “Banyak karya saya yang merekonstruksi peristiwa yang saya alami. Namun demikian tidak semuanya langsung ditulis. Beberapa puisi saya lahir setelah melalui kontemplasi cukup panjang.”
Dari 7 buku kumpulan puisi yang telah diterbitkan, Nunung El Niel membenarkan terdapat perubahan, terutama cara penulisan dan penggunaan diksi.
“Seiring bertambahnya usia, diksi-diksi dalam puisi saya tidak setelanjang dulu. Sekarang lebih sopan,” terang Nunung El Niel.
Acara yang dihadiri seratusan peserta, termasuk Direktur Utama Balai Pustaka Achmad Fachrodji, Ketua Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta Imam Ma’arif, Ketua Sastra Reboan Slamet Widodo, Ketua TISI Octavianus Masheka, cerpenis Fanny J Poyk, penyair Nanang R Supriyatin, perupa Ireng Halimun, dan para penggiat sastra dari berbagai komunitas, selesai sekitar pukul 17.00 WIB.