Puisi – Puisi Giyanto Subagio

1. WADAS 

Saya melihat seorang petani menembang di bawah bintang, dan bulan, serta langit yang meremang.

Kerlip kunang-kunang di persawahan, dan perkebunan.

Bocah-bocah bermain gobak sodor di halaman kantor desa.

Saya membayangkan buldozer, beko dan alat berat lainnya yang meratakan perkampungan-perkampungan di bawah kaki gunung Merbabu.

Ratusan hektar sawah dan ladang menjelma bentangan tambang bebatuan andesit.

Di balik megahnya proyek Bendungan Waduk Bener, ada impian dan harapan yang hilang dari warga Wadas, Purworejo.

Di atas perkampungan-perkampungan tak ada lagi bintang luku.

Batu, batu, dan batu.

 

2. LEGENDA 

dari legenda ke legenda, dari dongeng ke dongeng ketika para Dewa masih berkuasa untuk  mengatur bumi dan manusia. kapan pohon cemara berbuah? lalu untuk apa pohon cemara tumbuh di halaman rumah? lihatlah, seorang filsuf dari negeri Yunani termangu memandang semesta dipenuhi oleh air. air ada di bumi, air ada di udara,  air ada di langit. pada akar pepohonan air tersimpan, pada awan yang mendung air terkandung, pada langit yang hitam putih embun tergantung. diam-diam Thales pun tersenyum sewaktu melihat sekawanan burung  yang terbang, tiba-tiba hinggap di dahan cemara sambil mematuki benalu-benalu yang tumbuh di ranting-rantingnya.

 

3. TIDUR 

Liyep layap ing aluyut.

Dalam tidurku yang terjaga kukenakan sepasang sayap jiwa.

Kebenaran membacakan dirinya sendiri pada malamku.

 

Kamar tidur serasa sepi tanpa anak dan istri.

Sesekali terdengar tiang listrik dipukul orang.

 

Di jam larut selembar daun gugur di luar rencana.

Angin mengabadikannya dalam puisi.

 

Siapakah yang tiba-tiba mengetuk pintu rumah?

Eh,  ada bayangan yang mengabur dari balik jendela kaca.

 

BIODATA

Giyanto Subagio bernama asli Sugiyanto, lahir 7 Desember 1970 di Jakarta. Pria ini dikenal dengan panggilan Edo. Puisi-puisinya dimuat di berbagai media massa. Puisinya yang berjudul, Ode Perkampungan Nelayan mendapat penghargaan Juara II Lomba Cipta Puisi Hari Nusantara, 2000, dan puisinya yang berjudul Aphrodite nominasi 50 Lomba Cipta Puisi Bentara Budaya Bali, serta puisinya masuk 100 puisi terbaik Lomba Cipta Puisi Al Qur’an.

Puisi-puisinya tergabung lebih di dalam 20-an antologi puisi bersama, antara lain, Antologi Puisi Trotoar (1996), Antologi Puisi Indonesia (1997), Nuansa Tata Warna Batin (2002), Malam Bulan (2002), Bisikan Kata Teriakan Kota (2003), dan lainlain.

Namanya termuat dalam Kamus Pintar Sastra Indonesia, Ensiklopedia Sastra Modern Indonesia, Leksikon Sastra Jakarta, dan Apa dan Siapa Penyair Indonesia.

Sekarang bergiat di Komunitas Planet Senen, Masyarakat Sastra Jakarta, Kebun Ilalang, Masyarakat Kesenian Jakarta (MKJ), dan Dapur Sastra Jakarta (DSJ). Antologi buku puisi tunggalnya berjudul, Kasidah Bayang-Bayang 2016.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini