Komunitas Sastra Kewilayahan Didorong Perkuat Peran sebagai Simpul Ekosistem Sastra Jakarta

PojokTIM – Keberadaan komunitas sastra berbasis kewilayahan dinilai sangat strategis dan perlu dipertegas fungsinya. Komunitas ini tidak semata menjadi penyelenggara pementasan layaknya event organizer, melainkan berperan sebagai penggerak dan pemberdaya komunitas sastra di wilayahnya. Dalam konteks ini, komunitas diharapkan menjadi semacam hub atau simpul yang menghubungkan ekosistem sastra dengan pemangku kebijakan.

Pandangan tersebut mengemuka dalam pertemuan Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dengan pengurus komunitas sastra berbasis kewilayahan dari lima kota administratif DKI Jakarta, yakni Sajak Pusat (Jakarta Pusat), Kosakata (Jakarta Barat), Lintas Selatan (Jakarta Selatan), Komunitas Sastra Jakarta Timur (KSJT), dan Komunitas Sastra Jakarta Utara (KSJU).

Pertemuan yang digelar di ruang kerja Akademi Jakarta (AJ), Gedung Ali Sadikin, kompleks Taman Ismail Marzuki, Rabu (10/12/2025), dihadiri Imam Ma’arif dan Aquino Hayunta dari Simpul Seni, serta Wakil Ketua DKJ Hasan Aspahani.

Mengawali paparannya, Imam Ma’arif menekankan pentingnya pemetaan komunitas serta penyusunan program pembinaan dan pengembangan sastra di setiap wilayah.

“Penting untuk menginventarisasi kebutuhan dan kendala pembinaan sastra di tiap wilayah, serta bagaimana relasinya dengan dinas dan sudin Kebudayaan setempat,” ujarnya.

Imam juga mendorong setiap komunitas memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) agar organisasi berjalan dengan mekanisme yang jelas dan tidak bertumpu pada satu-dua figur.

Sementara itu, Hasan Aspahani menjelaskan peran seniman dan pelaku budaya dalam mendorong capaian Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

“Posisi seniman dan pelaku budaya dengan pemerintah, khususnya dinas dan sudin, adalah sejajar dan saling membutuhkan. Pemerintah membutuhkan seniman untuk menggerakkan kegiatan kesenian sebagai instrumen penentu IPK. Sebaliknya, seniman membutuhkan dukungan anggaran untuk menjalankan kegiatan tersebut,” jelas Hasan.

Bukan Pesaing, Tapi Penguat

Pembentukan komunitas berbasis kewilayahan dinilai berpotensi dianggap sebagai pesaing komunitas yang telah lebih dulu eksis apabila menjalankan fungsi yang serupa. Karena itu, komunitas kewilayahan didorong merumuskan program kerja yang memiliki kekhasan.

“Keberadaan komunitas kewilayahan jangan menjadi pesaing komunitas yang sudah ada. Di Lintas Selatan, struktur kepengurusan dibuat berbeda—tidak ada ketua, melainkan koordinator,” kata Mustafa Ismail dari Lintas Selatan.

Meski demikian, Anto Ristargie selaku pembina Kosakata menegaskan pentingnya ruang bagi komunitas untuk tetap menjalankan kegiatan sebagai penggerak organisasi. Ketua Sajak Pusat Yon Bayu Wahyono turut merngamini pentingnya komunitas berbasis kewilayahan memiliki peran yang lebih strategis, alih-alih hanya menambah jumlah komunitas yang telah ada.

Sementara Ihwal Benz Satriadji dan Arief Akbar dari KSJT mengusulkan perlunya penguatan jalur komunikasi antara komunitas dan DKJ, termasuk keberadaan admin khusus sebagai pengendali lalu lintas komunikasi.

Di akhir diskusi, Simpul Seni DKJ menyepakati akan segera mengajukan permohonan audiensi dengan Dinas Kebudayaan guna memperkenalkan komunitas kewilayahan yang telah terbentuk.

“Silakan masing-masing komunitas menyiapkan program dan agenda kegiatan untuk dipaparkan kepada dinas dan sudin,” pungkas Imam Ma’arif.

Bagikan ke Media Sosial

Pos terkait