Oleh Khairani Piliang

Lima tahun perjalanan komunitas sastra bukanlah capaian yang ringan. Dalam rentang waktu itu, berbagai tantangan, dinamika dan perubahan pasti akan dilalui. Teori organisasi mengatakan bahwa pada lima tahun pertama itu terjadi banyak guncangan atau disrupsi pada organisasi tersebut. Semua itu adalah ujian, apakah ini memang sebuah organnisasi yang kuat, atau hanya organisasi yang asal-asalan dan sekedar ikut-ikutan.  Begitu pula yang dialami oleh Jagat Sastra Milenia (JSM), komunitas sastra yang berdiri pada 10 Oktober 2020 ini. JSM beberapa kali mengalami disrupsi tersebut. Namun JSM tetap eksis sampai saat ini.

Menurut pandangan saya, ada tiga faktor kunci sukses JSM bisa melewati berbagai dusrupsi tersebut. Pertama, pilot yang tangguh pada sosok Uda Riri Satria yang sudah makan asam garam dalam memimpin organisasi dan jam terbang yang tinggi, dibantu oleh kopilot Nunung Noor El Niel yang cekatan, disiplin, tegas, mengayomi, serta terstruktur dalam bekerja. Ini memang duet tangguh pilot dan kopilot JSM. Kedua adalah manajemen yang baik atau Uda Riri menyebutnya tata kelola yang baik. Setiap kegiatan selalu dimulai dengan perencanaan yang matang, sampai detail operasional, dan tentu saja aspek keuangan. Setiap selesai kegiatan selalu ada evaluasi menyeluruh untuk perbaikan bersama. Ketiga adalah tim JSM yang tangguh pada sosok Sofyan RH Zaid yang menjadi penjaga kualitas karya serta publikasi, lalu ada Rissa Churria yang dengan gesit mengurus berbagai kerjasama dengan berbagai pihak, menyusun program acara, serta urusan press release dan hubungan dengan media. Menurut saya, tanpa mengecilkan peran sahabat lainnya dalam JSM, namun empat sosok inilah yang menjadi motor utama.

Bagi sebagian orang, komunitas sastra mungkin terdengar biasa. Tapi bagi saya serta sahabat lain yang menjadi bagian dari JSM, komunitas ini bukan hanya tempat menulis. Ini adalah ruang belajar, wadah tumbuh, dan rumah untuk siapa saja yang ingin mengolah kata menjadi makna. Ini adalah tempat tumbuh kembang bersama. Semua diberi kesempatan untuk berkembang, namun tentu saja kecepatan setiap orang untuk bergerak maju tidaklah sama. Di sinilah peran keempat sosok motor JSM, senantiasa mendorong dan memotivasi. Sebagai seorang dosen, Uda Riri membawa kebiasaan itu dalam memantau JSM, layaknya seorang dosen sedang memantau perkembangan skripsi atau tesis mahasiswanya. Sofyan terkesan “kejam” dalam menjaga kualitas karya, namun sesungguhnya bermaksud ingin karya-karya yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik. Bahkan soal karya ini juga, saya bisa berdiskusi berjam-jam bersama Kak Nunung dan Umi Rissa, dan tulisan saya dibahas secara rinci satu per satu. Dalam menikmati waktu senggang seperti ngopi sore, kami bisa santai dan tertawa bersama, namun soal karya sangat serius.

Komunitas ini tumbuh bukan hanya sebagai ajang diskusi, tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam penerbitan karya-karya anggotanya. Ini menjadi bukti bahwa produktivitas tetap berjalan meski tidak selalu disertai sorotan publik. Peran Sofyan sebagai benteng terakhir sebagai penjaga kualitas sangat penting sebelum sebuah karya diterbitkan menjadi buku.

Namun satu sisi, perjalanan komunitas tentu tidak selalu mulus atau memiliki guncangan dan disrupsi seperti yang saya sebut di awal tulisan. Tantangan internal dan eksternal pastinya memengaruhi kelangsungan berbagai inisiatif. Berbagai kendala juga keterbatasan menjadi catatan penting yang tak bisa diabaikan. Namun alih-alih terjebak dalam stagnasi, JSM memilih untuk mengevaluasi secara menyeluruh. Guncangan pertama bukanlah soal organisasi, melainkan soal personal, saat itu salah seorang pendiri JSM, Kak Yoevita Soekotjo berpulang menghadap Sang Khalik. Suasana duka menyelimuti kami semua terutama Uda Riri Satria, apalagi saat itu pandemi Covid19 masih melanda dan kami tidak dapat melayat serta mengantarkan beliau ke pemakaman. Disrupsi berikutnya adalah masalah organisasi, namun semua itu dapat dilewati dengan baik.

Momen ulang tahun kelima ini bukan hanya soal usia dan angka. Tapi perayaan atas keberanian untuk terus ada, untuk tetap relevan dan hangat di tengah gempuran konten-konten instan yang sering kali melupakan makna. Ini adalah bentuk syukur karena JSM masih menjadi pelita bagi para pencinta kata. Kualitas adalah kata kunci dalam JSM di samping proses belajar yang terus menerus. Kami bisa berdiskusi dengan serius dalam ruang workshop, namun juga bisa santai sambil menikmati kopi sore.

Momentum ulang tahun ini dimanfaatkan untuk menjadi fondasi bagi langkah-langkah yang lebih strategis seperti mengambil peluang besar terhadap regenerasi, menguatkan dokumentasi, membangun pendanaan berkelanjutan, serta memperluas akses terhadap karya-karya anggotanya melalui kanal digital tepat sasaran. Bukan perkara mudah memang, tetapi bukan pula mustahil jika semua pihak yang terlibat memiliki visi yang sama.

Dan bagi saya pribadi, ulang tahun ini juga menjadi pengingat: bahwa kita selalu bisa kembali dari perjalanan meningalkan rumah. Bahwa tak ada kata terlalu jauh, selama masih ada niat untuk pulang. Bahwa kata-kata yang pernah kita tinggalkan, akan selalu menunggu kita untuk menuliskannya kembali. Saya sangat bahagia tahun ini karena buku kumpulan puisi saya diterbitkan oleh JSM bersama dengan lima orang sahabat lainnya dan akan diluncurkan pada acara Perayaan Puncak HUT JSM bulan Oktober ini. Perjalanan saya serta sahabat lainnya tidaklah mudah dalam menerbitkan buku ini. Terima kasih Uda Riri, Syekh Sofyan, Kak Nunung, serta Umi Rissa atas gemblengan, dukungan, serta motivasinya, sehingga semua berakhir dengan manis pada waktunya.

JSM telah menjadi bagian penting dari perjalanan banyak orang, bukan hanya sebagai penulis, tapi juga sebagai manusia. Komunitas ini mengajarkan bahwa belajar menulis sejatinya adalah belajar mendengar: mendengar diri sendiri, mendengar orang lain, dan mendengar kehidupan.

Di usia kelimanya, semoga JSM terus tumbuh dengan akarnya yang kuat dan dahannya yang menjulang. Menjadi rumah yang tak pernah sepi, tempat di mana siapa pun bisa belajar, berkarya, dan bertumbuh. Pada akhirnya, saya percaya bahwa dalam dunia yang kerap kali melelahkan ini, kita semua butuh satu tempat yang menerima kita apa adanya.

Terakhir, momen ini juga menjadi ajakan kepada komunitas sastra lain bahwa bertahan bukan berarti cukup, dan berkembang tidak selalu berarti besar. Justru keberanian untuk mengevaluasi diri, memperbaiki kesalahan, dan menyusun ulang arah, adalah bentuk kematangan yang patut dicontoh. Di tengah iklim budaya yang sering dangkal dan terburu-buru atau budaya instan, langkah JSM untuk kembali menata diri adalah langkah yang bijak dan relevan.

Selamat lima tahun Jagat Sastra Milenia. Semoga langkah ke depan semakin mantap, karya semakin kuat, dan semangat literasi tetap menyala di tengah segala keterbatasan ruang berkarya.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini