Puisi-Puisi Nia Samsihono
MENATAP PATUNG MONAS
—oleh sang penakluk urban—
Di tengah belantara beton dan klakson yang memekakkan telinga
Aku berdiri dengan tubuh lelah namun dada menggelegak
Menatap Monas bukan sekadar lidah api emas di puncak tiang kesombongan
Ia adalah mercu suar yang menantang langit sepertiku
Yang menaklukkan kota ini bukan dengan pedang
Tapi dengan napas panjang dan langkah tak gentar
Jakarta, kota yang dulu menggertakku dengan kemacetan jalan
Dengan harga kos yang menusuk gaji hingga tandas
Dengan banjir yang datang tanpa undangan
Kini ia jadi peta di telapak tanganku
Aku telah berlari dari stasiun ke mimpi, berdesak di KRL
Tapi tidak pernah menyerah pergi dari Jakarta
Warung di lorong gedung perkantoran jadi istana makan siang
Suara ojek online jadi nyanyian penenang malam
Menatap Monas, seperti melihat cermin
Betapa keras kepala ini menolak roboh, menolak usang
Meski waktu terus mengunyah trotoar dan harapan
Monas, patung tanpa wajah pasti itu
Adalah lambang dari semua yang tak dijelaskan, tapi dijalani
Seperti hidupku di kota ini: keras, kacau, tapi kutaklukkan juga
Jakarta, 12 Juli 2025
JANJI TEMU DI SEMANGGI
Di simpang jalan, jantung kota tak pernah jeda
Kita berjanji, di Semanggi itu kita akan bersua
Langkahmu kutunggu di antara deru kendara
Di tempat sejarah tak pernah betul-betul bersela
Tampak Atmajaya, gedung diam berdiri, kokoh dan pilu
Menyimpan gema pekik yang dulu pernah berlalu
Suara muda, darah tumpah di tanah kampus berjaya
Cinta negeri yang tak pernah pasrah pada kendala
Akhirnya kau datang, membawa senyum rindu
Tapi matamu menatap seperti sepi yang bisu
“Di sini,” katamu lirih, “orang pernah jatuh demi harap.”
Aku genggam tanganmu, takut keinginan kembali lenyap
Bukan sekadar temu, ini ziarah diam-diam
Ke luka kolektif yang tak sempat diselesaikan dalam senyap
Semanggi bukan hanya jalan, tapi saksi kita bersama
Bahwa cinta, perjuangan, cita-cita bisa lahir di titik yang sekata
Kita berjalan, dua bayang di aspal panas
Bertanya—bisakah janji baru tumbuh di tanah air mata?
Meski angin sore menyapu perlahan di sela keriuhan
Itu telah membawa sisa-sisa kenangan yang belum sempat dilupakan
Di persimpangan ini, kita mungkin bukan siapa-siapa
Tapi Semanggi mengerti: ada pertemuan yang lebih dari sekadar cinta
Ada janji temu yang juga tentang sejarah dan siapa kita sesungguhnya
Jakarta, 12 Juni 2025
AKU, KAMU, DAN SEPIRING KERAK TELUR
Di sudut Pasar Senen senja mulai meredup
Kerak telur mengepul hangat dari wajan tua
Kau duduk di sampingku, diam tak bersuara
Seakan aroma kelapa dan ebi menjahit jarak rasa
Sepiring saja, tak lebih. Kita suap bergantian—aku, lalu kamu
Serundeng renyah di ujung sendok logam mengantar tawa kecil yang telah kita lupakan
“Pedasnya pas,” katamu sambil tersenyum, dan aku tahu bukan sambal yang kau maksud
Tapi pedas rindu yang lama tertahan, yang kini meleleh perlahan di lidah waktu
Tanganmu tak sengaja menyentuhku—bukan getar asmara
Tapi kenangan yang tumpah dari tiap gigit kerak yang gosong
Seperti cinta lama yang tak benar-benar hilang
Di antara gerobak, lampu jalan, dan debu kota yang bertebaran
Sepiring kerak telur jadi saksi: bahwa aku dan kamu, walau tak lagi satu
Masih bisa berbagi hangat—meski hanya dari satu piring dan satu senja
Jakarta, 12 Juli 2025
BIOBARASI
Nia Samsihono, nama pena dari Dad Murniah. Lahir di Pontianak 16 September 1959. Lulus SMA I Purbalingga, Jawa Tengah. Kuliah di Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah dan S-2 di Universitas Indonesia, Jakarta. Buku puisi tunggalnya, antara lain, Kemarau (2003), Perkawinan Cinta (2009), Gending (2010), Nyanyian Alam (2020), dan Kinanti (2021). Antologi Puisi Perempuan Langit 2 (2016), Puisi Esai Perempuan Nusa (2019), Antologi Puisi Perempuan Bahari 2020 (2020), Antologi Perempuan dan Lautan (2021), Antologi Puisi Negeri Poci: Jauhari (2024). Ia sebagai Ketua Pengurus Yayasan Cinta Sastra, aktif di Komunitas Perempuan Bahari, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena DKI Jaya. Ia juga ahli bahasa dalam berbagai kasus kebahasaan, sebagai penyuluh bahasa, konsultan bahasa, dan editor berbagai buku.