PojokTIM – Puisi-puisi dalam buku antologi puisi Ramadhan di Betawi sebagian besar menggunakan leksikon, frasa, dan gaya bahasa khas Betawi. Kekuatan sosiolinguistik dalam buku ini terlihat dalam penggunaan leksikon khas seperti nyorog, ngabuburit, takjil, ondel-ondel, dodol, dan semur jengkol yang langsung merujuk pada tradisi dan kuliner lokal yang menjadi bagian yang memiliki ikatan kuat dan sistem sosial yang khas.
“Ini menunjukkan bagaimana bahasa berfungsi sebagai penanda identitas budaya yang kuat,” ujar N. Lia Marliana Ph.D , dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta, pada peluncuran buku antologi puisi Ramadhan di Betawi di aula PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Senin (28/7/2025).
Acara yang digelar Komunitas Literasi Betawi (KLB) mengusung tema Menelusuri Egalitarianisme, Tradisi dan Kesucian Diri. Hadir dalam kesempatan itu Ketua KLB Sam Mukhtar Chaniago, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta Nasruddin Djoko Surjono, para seniman dan penyair Betawi termasuk Yahya Andi Saputra, Tuti Tarwiyah Adi, Firmansyah Rojali, dan lainnya.
Ditambahkan Lia Marliana, antologi puisi Ramadan di Betawi mempromosikan ideologi egalitarianisme, tradisi pelestarian, dan inklusivitas. Ini dilakukan dengan menggambarkan Ramadan sebagai waktu transenden, di mana nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas menjadi pusat, serta budaya Betawi tetap hidup dan relevan di tengah modernisasi.
Selain itu, Ramadan di Betawi adalah saat untuk memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan. Hal ini terlihat dari gambaran warga yang berkumpul untuk berkumpul bersama, berkumpul, dan berbagi makanan dengan tradisi nyorog-nya, serta menciptakan suasana harmonis di tengah hiruk pikuk kota
“Buku ini berhasil menangkap esensi bagaimana bahasa membentuk, merefleksikan, dan melestarikan identitas, nilai-nilai, dan tradisi masyarakat Betawi dalam rangka spiritual Ramadan,” tegas Lia.
Merajut Keharmonisan
Lahyanto Nadie yang turut membedah buku antologi Ramadhan di Betawi mengatakan, keterbukaan yang luar biasa dari masyarakat Betawi, tanpa disengaja membuka ruang bagi tumbuhnya benih hal-hal negatif yang dibawa kaum pendatang yang berpotensi merusak keharmonisan yang sebenarnya telah berabad-abad terbangun di tanah Betawi.
“Dalam antologi ini justru sebaliknya, beragam penyair dari penjuru tanah air berupaya merajut keharmonisan dengan karya sastra yang apik,” ujar Nadie, yang juga wartawan dan dosen.
Nadie menilai buku ini akan menjadi teropong bagi siapa pun untuk mendapatkan gambaran mengenai sukacitanya berbagai lapisan masyarakat dalam menjalankan ibadah Ramadan di Jakarta.
“Bagi nonmuslim yang tentu saja tidak berkewajiban menjalankan rangkaian ibadah saat bulan Ramadan, membaca buku ini akan bisa ikut merasakan betapa indahnya suasana bulan suci itu, khususnya di Jakarta,” kata Nadie.
Acara launching buku puisi Ramadhan di Betawi juga dihadiri sejumlah penyair ternama seperti Nanang R Supriyatin, Ical Vrigar, Irawan Sandhya Wiraatmaja, Nurhadi Maulana Saibin, Dyah Kencono Puspito Dewi, Remmy Novaeris DM, Sofyan RH Zaid, Nunung Noor El Niel, dan lain-lain.