PojokTIM – Nada semangat tidak pernah hilang dari setiap kata yang diucap Evan Ys. Pada beberapa kata, terdengar logat Minangnya yang kental. Rupanya hal itu disadari oleh mantan dosen Fakultas Sastra Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat tersebut.
“Seperti yang lain, ketika di rantau saya menjadi lebih Minang,” cetus Evan mengawali perbincangan dengan PojokTIM di sela-sela acara peresmian Koperasi Jasa Penggiat Seni Indonesia (JAPSI), di Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM), pekan lalu. Sesekali suaranya ditinggikan untuk mengatasi dentuman musik dari pengeras suara di atas panggung.
Kedatangan pegawai Badan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di acara Peringatan Hari Koperasi ke 70 itu langsung menarik perhatian sejumlah sastrawan yang masih menunggu kepastian apakah dirinya termasuk penerima dana apresiasi dari pemerintah. Mengingat di Jakarta belum ada UPT (balai atau kantor) Badan Bahasa seperti provinsi-provinsi lainnya di seluruh Indonesia, bisa dimengerti jika Evan Ys menjadi tumpuan pertanyaan, terutama terkait kelengkapan dokumen.
Dengan telaten, Evan menjelaskan dokumen yang harus dipenuhi bagi sastrawan yang ingin mendapat dana apresiasi dari pemerintah melalui Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra.Tidak jarang Evan harus menerangkan secara berulang-ulang kepada calon penerima dana apresiasi yang rata-rata sudah berusia di atas 60 tahun.
“Di satu sisi saya harus tegas dengan syarat yang wajib disediakan karena kita bekerja sesuai mekanisme yang telah ada di Badan Bahasa, Petunjuk Teknis. Di sisi lain, saya juga memahami kesulitan yang dihadapi para sastrawan karena saya juga penulis dan penggiat sastra seperti teman-teman. Mungkin tidak perlu juga saya berpayah-payah begini, cukup duduk manis dan minta data, akan tetapi Tuhan menempatkan saya di sana, tentu bukan tak ada maksud. Biarlah apapn kata orang, saya akan tetap lakukan yang saya bisa semampu saya. Bisa membantu sastrawan senior yang telah berkontribusi dalam perkembangan sastra daerah dan sastra Indonesia, terutama yang berusia lanjut dan terbatas bergerak dan tidak memiliki dokumen karya mereka sendiri. Menyaksikan kebahagiaan para sastrawan senior bertemu dan ceria serta mendapatkan apresiasi dari pemerintah merupakan kepuasan tersendiri bagi saya yang sulit dibahasakan,” ujar Evan Ys
Berikut rangkuman wawancara PojokTIM dengan Evan Ys.
Sepertinya Anda cukup populer di kalangan sastrawan?
Ya, sayakan memang berada di dunia kesastraan sejak kecil. Saya sudah lama berkegiatan di TIM, jadi punya banyak teman-teman di sini. Bukan kebetulan juga saya jadi PNS, karena memang didoakan dan diharapkan Ibu saya. Maklum kami orang kampung. Di Badan Bahasa, melalui Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, sudah tahun kedua kami memiliki program Bantuan Pemerintah untuk Apresiasi Sastrawan yang telah berkiprah 40 dan 50 tahun dan bantuan pemerintah untuk penguatan komunitas sastra. Saya melakukan sosialisasi kepada teman-teman sastrawan terkait persyaratan yang harus dipenuhi dan menuntun sastrawan senior, satu per satu, agar memenuhi berkas untuk mendapatkan hak mereka.
Apa saja kriteria penerima dana apresiasi?
Masa berkarya di dunia kesastraan selama 40 atau 50 tahun, dan berpengaruh terhadap pengembangan sastra baik di daerah maupun nasional. Pengertian berpengaruh di sini adalah aktif atau menghidupi kegiatan sastra di daerahnya. Jadi tidak ada seleksi dan batasan genre yang ditekuni, sepanjang masuk dalam kriteria sastra seperti puisi, cerpen, novel, esai, tradisi lisan, manuskrip, termasuk kesastraan daerah.
Untuk membuktikan dirinya telah berkarya selama 40 atau 50 tahun, maka diperlukan dokumen seperti kliping koran yang memuat karyanya, atau pemberitaan kegiatannya di media massa. Kemudian NPWP dan rekening penerima. Itu saja. Bentuk bantuannya berupa uang tunai dan tanpa tuntutan apa-apa, tidak ada pertanggungjawaban.
Berapa dana yang diterima sastrawan?
Untuk sastrawan yang sudah berkarya selama 40 tahun mendapat dana apresiasi sebesar Rp 25 juta, dan untuk yang telah berkarya selama 50 tahun mendapat Rp 40 juta. Jumlah tersebut belum dipotong pajak.
Bagaimana dengan sastrawan yang tdak punya dokumen tertulis pada tahun-tahun awal kiprahnya, tetapi banyak saksi yang bisa menguatkan jika dia telah berkarya selama 40 atau 50 tahun? Apakah bisa menerima dana apresiasi?
Tidak bisa, karena wajib ada dokumen pendukung. Itu juga yang mendorong saya melakukan edukasi kepada dunia kesastraan supaya melek dengan dokumen dan tertib pengarsipan karya dan kegiatan bersastra. Bukan hanya kliping karya, pemberitaan kegiatan kita di koran atau majalah juga penting, wajib disimpan. Prinsipnya: tak ada yang sia-sia dilakukan, pada saatnya nanti akan berguna.
Kabaranya ada juga bantuan untuk komunitas sastra?
Bantuan ini merupakan bagian dari program penguatan komunitas sastra dan apresiasi kepada sastrawan. Jadi memang ada juga bantuan untuk komunitas sastra. Syaratnya komunitas itu sudah berdiri 4-5 tahun, memiliki NPWP dan rekening komunitas, ada sertifikat komunitas atau pengurusnya, misal ketua komunitas. Tentu dengan pertanggungjawaban berkegiatan selama setahun.
Bantuan untuk komunitas sebesar Rp 150 juta. Komunitas wajib membuat pakta integritas, membuat RAB (rencana anggaran belanja) kegiatan setahun, melaporkan kegiatannya, dan membuat LPJ (laporan pertanggungjawaban). Untuk membuat laporan kegiatan dan LPJ disediakan pendampingan dari Pusat (Badan Bahasa) dan dari UPT Badan Bahasa seluruh Indonesia.
Berapa komunitas yang sudah mendapat bantuan?
Kalau tidak salah karena saya sedang tidak pegang data, untuk tahap 1 tahun 2023 sebanyak 33 komunitas sastra, dan apresiasi kepada 20 orang sastrawan. Tahap 2 sebanyak 17 komunitas, dan 9 penerima apesiasi. Tahap 1 Tahun 2024 sebanyak 54 komunitas. Untuk tahap 2 sedang berjalan. Mungkin jumlahnya bisa lebih banyak dari sebelumnya. Kalau sastrawan yang mendapat apresiasi di tahap 1 sebanyak 70 orang. Sementara untuk tahap 2 masih didata. Mudah-mudahan jumlahnya tidak berbeda dengan tahap 1, atau bahkan lebih.
Sayang sekali dari DKI komunitas sastra yang mendaftar minim. Tahun lalu hanya 1 komunitas sastra yang lolos. Tahun ini untuk tahap 1, juga hanya 2 komunitas. Entahlah nanti di tahap 2.
Bagaimana dengan komunitas yang sudah cukup lama eksis tetapi tidak diketahui kiprahnya karena tidak pernah dipublikasi. Apa upaya Badan Bahasa?
Kami jemput bola. Selain sosialisasi kami juga berusaha mendatangi komunitas. Prinsipnya kami ingin program ini tepat sasaran. Jangan sampai ada komunitas atau sastrawan yang terlewatkan, tentu yang memenuhi persyaratan sesuai juknis (petunjuk teknis) kami.
Yakin bisa menjangkau semua komunitas dan sastrawan yang memang berhak dan memenuhi persyaratan?
Kita optimis program ini bisa berjalan dengan baik. Jika pun belum menjangkau semuanya, masih ada waktu tahun depan. Program ini kan baru berlangsung 2 tahun. Bagi yang belum mendapat tahun kemarin atau tahun ini, masih ada kesempatan tahun depan dengan pelaksana Pusat Pembinaan Bahasa dan sastra. Kami dari Pusat Pengembangan dan Pelindungan, tahun depan dengan program baru, penghargaan kepada pelestari tradisi. Tapi nama program pastinya akan diumumkan tahun depan.
Selain bantuan dan apresiasi, apalagi program Badan Bahasa, khususnya di Bagian Pusat Pengembangan dan Pelindungan Sastra?
Ada Festival Tunas Bahasa ibu (FTBI) tingkat daerah dan nasional, pelindungan dan pemoderenan bahasa dan sastra daerah dengan melakukan revitalisasi sastra dan bahasa daerah yang melibatkan pemerintah daerah setempat untuk koordinasi. Tujuannya supaya bahasa dan sastra daerah tetap eksis dan tidak punah karena pada sastra daerah tersimpan banyak pengetahuan yang tak habis-habisnya untuk digali sebagai bagian dari kekayaan budaya.
Evan Ys saat membaca puisi di atas panggung. Fptp: Ist
Anda menulis puisi juga?
Iya, saya menulis puisi, sejak remaja saya menulis puisi, cerpen, dan naskah drama. Meski banyak puisi saya dalam antologi bersama, hanya ada satu buku puisi tunggal saya, yaitu Buku Puisi Perjalanan Evan Ys: Per-empu-an dalam Semedi tanpa Dupa, tahun 2017. Selain hasil penelitian sastra dan tradisi lisan, saya juga menulis bahan bacaan anak pada sayembaran gerakan Literasi Nasional (GLN) yang ditaja Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Bahasa, termasuk balai atau kantor bahasa. Meski ini program Badan Bahasa dan saya bekerja di dalamnya, tapi saya memenangi sayembara sama dengan peserta lain melalui upaya dan seleksi, baik di badan Bahasa, maupun yang di Kantor Bahasa Maluku Utara.
Kalau menulis puisi sejak kecil. Saya dibesarkan oleh dongeng Ibu dan Nenek sehingga karya saya lebih banyak bernarasi. Mungkin karena faktor itu juga, saya senang berkarya menggunakan bahasa arkais, diksi-diksi yang saya gunakan bahasa-bahasa lama yang dipakai pendahulu dan sekarang jarang dipakai lagi.
Bisa ceritakan sedikit kegiatan Anda di luar tugas rutin sebagai pegawai Badan Bahasa?
Tahun 2005 saya sudah ikut penyaduran ulang cerita-cerita rakyat. Kemudian ikut menulis cerita anak untuk GLN 2016. Karya saya yang tentang Kaltara dan Kota Menang terpilih untuk diterbitkan sebagai buku bacaan anak. Sejak 2017, pengadaan buku bacaan anak untuk GLN digelar melalui sayembara dengan melibatkan penulis dari luar, termasuk guru.
Saya pernah menjadi memenangi sayembara bahan bacaan anak dari Kantor Bahasa Maluku Utara, pernah menjadi juri GLN untuk Kantor Bahasa NTT, pernah menjadi juri FTJ (Festival Teater Jakarta) 2017, dan menjadi pembicara dalam kegiatan kepenulisan guru dan mahasiswa. Tidak kebetulan, sebelum menjadi pegawai Badan Bahasa, saya dosen Universitas Andalas,Guru akademis dan sastra di INS Kayutanam bersama pak A.A Navis, dan berteater dengan Wisran Hadi, di Bumi Teater. Saya sempat direkomendasikan oleh Pak Navis untuk melanjutkan pendidikan S2 ke Malaysia, tapi tidak jadi karena terjadi permasalahan politik masa Perdana Mentri Mahathir (Mahatir Mohammad, mantan Perdana Menteri Malaysia, red).
Kemudian saya direkomendasikan oleh Pak Wisran ke Spanyol melalui program Dewan Kesenian Jakarta program apa gitu, tapi juga tidak jadi, entah kenapa. Lupa. Waktu ada beasiswa S2 ke Jepang, saya terbentur kaena status saya yang bukan PNS pada saat itu. Akhirnya saya masuk Badan Bahasa tahun 2004 dan menjadi PNS. Saat ini saya sedang menyelesaikan tugas belajar saya pada program doktoral FIB UI pada bidang Kajian Tradisi Lisan. Mohon doanya, semoga saya diberi kemudahan oleh Allah dan lancar menyelesaikan tanggung jawab saya tersebut.
Tapi meski “plat merah”, dunia pemerintahan, saya tetap menulis, turut aktif pada pembacaan puisi yang telah saya lakukan sejak masih sekolah dasar, menulis bahan bacaan anak, dan menulis hasil riset terhadap sastra dan budaya, terkhusus pada bidang kajian tradisi lisan. Tahun lalu masih diajak Simpul Seni DKJ untuk melakukan riset. Alhamdulillah.
Masih ada yang ingin dicapai?
Banya, banyak sekali. Berhenti mencapai impian dan berkeinginan? Mungkin hanya saat ruh tak lagi bersetia pada raga. Tentu terutama untuk empat anak-anak saya yang luar biasa. Saya mencintai mereka tanpa tepi dan tanpa kata tapi. Saya ibu yang beruntung diamanahi Allah empat anak yang membuat saya ingin hidup panjang dan kasmaran pada hidup. Kalau hal lainnya, sesuai alur Tuhan saja. Bagi saya, hal paling penting, saya terus berguna dalam situasi apapun juga agar Tuhan tidak kecewa menciptakan saya,
Saya fokus pada bidang keilmuan yang saya sukai, tradisi lisan dan bidang yang saya cintai yakni sastra. Oh iya, saya ingat. Saya jurusan eksakta di SMU..anak IPA. Saya kemudian memilih kuliah dan lulus di Fakutas Sastra Universitas Andalas Padang. Saat itu sering ada pertanyaannya: kuliah di sastra nanti jadi apa? Kita maklumi karena adanya pemahaman kuliah di kedokteran jadi dokter, kuliah di teknik jadi insinyur. Kala itu saya risih dan sebal dengan pertanyaan itu. Saya spontan jawab: jadi orang! Jawaban seorang remaja tanggung. Ibu saya tersenyum senang melihat anak pertamanya punya keberanian dan pede dengan pilihannya.
Bagi saya, bisa membantu, mengayomi, dan mengapresiasi para sastrawan dan komunitas sastra, merupakan kepuasan tersendiri. Ya, sebatas yang saya mampu dan punya saja sebagai pribadi dan sebagai staf di Badan Bahasa.