Puisi-Puisi Romy Sastra
KEPADA KERANDA KEMATIAN DI BAWAH KEMBOJA
dia pergi ke tanah ibuku memukul debu,
tiba-tiba berita masuk ke telinga, embun
jatuh di mata. sebelumnya, tiang pancang
berdiri kokoh di pundak moyang yang
lekat di batas kesepakatan
urat nadi kulit ari
menjadi kesaksian tunas tumbuh
berpuak-puak, lalu dikoyak sepasukan dandels
lalu dandels menghimpun legiun mangkunegaran
mengurai telik sandi
memetakan bisnis komoditi rempah
kepada jalur grote postweg. puluhan ribu
pekik tulang-tulang syuhada menjadi
tiang merah putih, tapi pekik itu belum usai
apakah pekik lebih pekit itu kini,
terasa masuk ke dada kita?
ia mengiris jantung hati gelisah patah
: ibu histeris menatap anak-anaknya
sebab tungku perapian roboh
katanya, api berhutang pada tungku
memanggang kuali hitam, abu terabaikan
dan apakah manifesto politik selalu jadi
senjata menguntungkan rakyat, padahal
delik program yang digadangkan sebentuk solusi licik mengelabuhi abu di kakimu ibu
awan terus berkisar mengisahkan iklim
langit menyimak perjalanan musim
kepada seonggok keranda kematian
di bawah kemboja, dan penggali kubur
kehilangan papan penutup kain kafan
papan itu raib menghiasi pintu istana
di mata batinku: kulihat garuda
mengepakkan sayap diterkam merlion
dibiarkan begitu saja
…istana dewa mabuk ketakutan,
sebab takhtanya menuju garis finish…
Jakarta, 5 Juni 2024
KEPADA TAMAN ISMAIL MARZUKI
kepada taman ismail marzuki
suaraku gemuruh
di sana sedang berunding adu tanding
bising bertanya ke tiang pancang buldozer
apakah pekik seniman tak didengarkan?
meja catur sudah lama diotak-atik licik
: revitalisasi
tuan! kau menyileti jantung hati kami
berdelik legalisasi aset dki
kau rampas saja history
kepada kolonial yang makar pada proletar
kami berpentas sendratari
di taman ismail marzuki itu
menggaung mengangkat nurani bangsa
adalah cekatan tangan seniman, dan
sebilah lidah sastra indonesia berorasi
kami tidak menolak revitalisasi
tapi kembalikan hak dan fungsi tim sepenuhnya
untuknya rumah seniman tanpa dikucilkan
kepada tuan yang menikmati bisnis partikelir
berpesta dengan tembok kesombongan
memetik untung buncit perut raksasa
kami seniman tak mati melawan sampai nanti
semangat generasi kaki tangan perjuangan
: bersumpah,
meski debu merasuki mata
Jakarta, 21 Juni 2023
PANDORA
kita telah menyaksikan kotak pandora, disulap semalam suntuk dari kardus usang didekorasi delik demokrasi? kotak yang memungut suara-suara khianat pada pertarungan kalah menang dan pecundang
strategi serangan fajar berkompetisi memungut suara burung hantu bertarung di lembah hina dina dari sepasukan nasi bungkus yang bertaring, dan segepok angpau berisi satu lembar bercorak warna warni tokoh pahlawan. seberapa dahsyat pertarungan tuan itu tawarkan? suara ilalang riuh ditiup angin sedari awal dikumpulkan, lalu bergesekkan ke arena kurcaci hoax dan proxy. sadarkah ilalang yang berduri bermiang diri telah dilukai berkali-kali pada janji?
dan mata-mata elang menabuh genderang perang, menjaga data indentitas menggelembung bak siluman pada nama-nama jahanam menjadi biang kemenangan berganda yang apik? atau dunia teknologi sekejap mata bisa mengubah angka-angka survei licik?
kita telah menuju tahun kenduri kawan, tahun kenduri politik berdelik demokrasi tarung argumentasi. kau dan aku dihitung lelah dan mati dicurangi kalah. sumpah serapah ilalang terjadi, si penjudi sabung ayam tersenyum menaburkan bunga-bunga bangkai di kenduri mewahnya. ah, tuan kau kacang lupa kulitnya kelak. pandora itu berisi air mata darah yang tumpah dicundangi kalah.
Jakarta, 15 Mei 2023
Biodata
Romy Sastra kelahiran Minang, berdomisili di Jakarta Barat. Penyair pedagang kaki lima ini menerbitkan dua buku puisi tunggal, “Tarian Angin” (2019), dan “Alegori” (2023). Karyanya tergabung di 100 lebih buku antologi puisi bersama. Nama Romy Sastra ada di Leksikon “Apa dan Siapa Penyair Indonesia”, edisi revisi oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia (2019).