Puisi – Puisi Eddy Pranata PNP
GERIMIS SEPANJANG HARI
Aku ingin menulis dan membaca puisi sepanjang hari—
sepanjang jalan yang gerimis. Sejarah sederhana; ketika
kausuapkan sate bebek. Tusuknya runcing rindu. Kuahnya
kesetiaan. Dagingnya cinta. Pendar matamu, au, bening surga.
Aku bahagia. Aku ingin membangun rumah di lereng ngarai.
Rumah dengan cat biru. Bila jendela terbuka. Udara sejuk
menyergap.
: “Lihatlah, di kejauhan sana, bentang sawah. Sungai berbatu-
batu. Gemericik bening air. Aku mau mandi-mandi di situ!”
ujarmu, menyeret sebelah tanganku. Aku tersenyum.
: “Ayo, kita nikmati dunia ini. Kita berburu imaji!”
Sepanjang hari. Gerimis. Kamis.
: “Kita berdoa, esok perjalanan ke luar kota sukses. Jangan
sampai ketinggalan kereta!”
Segera kembali ke rumah di bibir ngarai. Menanak nasi.
Merebus mimpi. Menulis puisi. Lalu kita bercanda. Bercerita
tentang gelora laut. Apakah usia bisa menyembunyikan debur
dada? Engkau tertawa. Tubuh tergoncang-goncang. Gerimis
menyisakan sunyi di atas jalan. Kecupan. Au!
Aku ingin menyimpan sisa gerimis. Ke liang jiwa. Hanya
untukmu. Yang maha puisi!
Jaspinka, 4 Juli 2024
EVOLUSI MIMIKRI
Dalam tahun-tahun yang panas, engkau penuh gejolak
menyerang siapa saja merintang. Dada rengkah
Mulutmu bisa sangat berbisa. Dan tanganmu bisa besi
meremas bongkah hati penyair. Yang fakir. Tahun-tahun
yang panas, engkau berevolusi menjelma Juru Selamat
engkau sembunyi dan menyatu dengan pamflet, baliho
dan kata-kata yang patah. Sebisa apa mulut manismu?
Bau comberan. Bangkai. Udara serupa hendak meledak
Engkau melompat dari satu kata ke metafora ke imaji
paling liar, ini bumi katarsis. Hari ini masak sop sampah
Esok dan lusa sate paling cemburu. Paling benci. Nafsu
Kemenangan harga mati. Berangus yang menghalang
Walau kau tahu tak ada musuh dan kawan abadi. Puisi
Meleleh di antara panggung dan kursi. Serupa teka-teki
dari setiap tenggak Anggur Kekuasaan. Setiap pesta
bersama seluruh kurcaci, tanpa ampun, mabuk. Anggur
engkau tenggak dengan begitu rakus.
Jaspinka, 13 Juni 2024
TAK INGIN MENIUP LUKA
Sesakit apa pun engkau, tak ingin aku meniup luka
sebab dari sakitmu mematangkan hidup. Menyempurnakan
cinta yang bergeriap di selasar waktu. Aku rengkuh seluruh
duri yang tumbuh di ranting pohon mawar. Aku gugurkan
seluruh kelopak bunganya. Aku ingin melihat engkau menjelma
orang paling mulia, menyerahkan percik ombak pada
keheningan bongkah karang. Lalu bergulingan di sepanjang
pasir pantai seraya terus zikir. Maha suci.
Walau akhirnya rasa bencimu tawar. Tak ada lagi harapan
kelopak mawar telah gugur. Percik ombak menghempas
sepanjang pasir pantai. Maha nyeri. Tak ingin aku meniup luka
hening karang serupa rindu. Diam. Namun memelihara duka
Aku sering ingin bertemu denganmu sekadar merenda
kenangan yang robek lalu berperahu membelah selat
melarungkan sajak-sajak yang tak usai.
Jaspinka, 21 Mei 2024
BIONARASI
Eddy Pranata PNP — adalah founder of Jaspinka (Jaringan Sastra Pinggir Kali) Cirebah, Banyumas Barat.. Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyi (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016), Abadi dalam Puisi (2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang (2021).
Puisinya juga disiarkan di Majalah Sastra Horison, koran Jawa Pos, Media Indonesia, Kompas.Id, Indopos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang Pos, Haluan, Singgalang, Minggu Pagi, Pikiran Rakyat, Asyik.asyik.com., dll. Puisi-puisinya juga terhimpun ke dalam puluhan antologi bersama.