PojokTIM – Puluhan lukisan menghiasi dinding kantor Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta Iwan Henry Wardhana. Corak dan temanya cukup beragam. Di luar ruang kerja, ada juga ruang rapat dengan meja panjang dan puluhan kursi. Di seberangnya, berbatas partisi kayu yang estetis, terdapat ruang tamu dengan sofa abu-abu muda.
Saat PojokTIM tiba bersama Ketua Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Imam Ma’arif, tuan rumah tengah menerima tamu di ruang kerjanya. Sambil menunggu, kami menyempatkan diri menikmati lanskap Kota Jakarta di waktu sore dari balkon Lantai 15, Rabu (11/9/2024).
“Saya tidak ingin disebut sebagai tokoh atau apa pun itu. Bagi saya yang penting bekerja sesuai amanah yang ditugaskan kepada saya,” kata Iwan Wardhana ketika menyambut kedatangan kami.
Dengan ramah Iwan Wardhana menjelaskan berbagai capaian Dinas Kebudayaan dan harapan ke depannya. Perhatiannya pada pengembangan kesenian dan budaya, termasuk kepada seniman dan penggiat seni, tidak perlu diragukan lagi.
“Saya berharap semua seniman bisa berkarya. Bukan hanya yang sudah ada nama, tapi juga seniman-seniman yang sedang membangun eksistensinya. Bagi yang punya karya bagus dan ingin dipentaskan di TIM, namun terkendala biaya sewa, silakan hubungi Dinas Kebudayaan. Sebab kita ingin memuliakan karya, memuliakan mimpi seniman” ujar Iwan Wardhana.
Ditemani secangkir kopi hitam, tanpa terasa perbincangan mengalir ke berbagai tema terkait tupoksi dan program Dinas Kebudayaan sehingga ajudannya sampai beberapa kali memberi isyarat karena sang Kepala Dinas sudah ditunggu jadwal lain. Berikut rangkuman wawancara PojokTIM dengan Iwan Henry Wardhana.
Apa saja tugas pokok Dinas Kebudayaan yang terkait dengan seniman?
Kami ingin memberikan ruang berkarya bagi semua orang yang memiliki minat, bakat, passion di bidang kesenian dan kebudayaan. Itu tugas Dinas Kebudayaan yang sebenarnya. Tujuannya untuk mengangkat harkat dan martabat seniman sehingga kesejahteraannya semakin terjamin. Memang tidak mudah. Banyak tantangannya, terutama dari seniman-seniman yang menganggap dirinya sudah jauh lebih berpengalaman.
Tapi ingat, tugas Dinas Kebudayaan bukan pada kualifikasi seniman, baik-buruk, atas-bawah, tinggi-rendah. Kami tidak menilai kualitas mereka secara profesionalisme. Tetapi bagaimana memberi stimulan, rangsangan, supaya orang per orang yang memiliki minat bidang kesenian, dapat melahirkan ide penciptaan, karya dan karsa.
Sejauh mana program yang telah dilaksanakan?
Kami membantu seniman agar bisa terus berkarya. Penulis naskah yang sempat terpuruk karena Covid-19, kami fasilitasi, Mereka sekarang sudah kembali berkarya dengan penuh semangat. Seniman yang dulu tidak punya NPWP, kami arahkan sehingga sekarang mereka sudah punya NPWP dan mau belajar tentang administrasi.
Jika dulu pelayan publik hanya melihat ke atas, sekarang kami turun ke bawah. Membangun kemitraan dengan Dewan Kesenian Jakarta yang selama ini sudah baik menjadi lebih harmonis sesuai harapan kita semua.
Dengan adanya ruang yang sehat, dan fasilitas yang kami sediakan, silakan para seniman berkompetisi untuk mencapai karya terbaik. Tidak perlu kami yang menilai, apalagi memberikan sertifikat kesenimanan. Bagi saya itu tidak perlu.
Sebab yang penting karya. Semakin banyak memberikan sumbangsih kepada masyarakat melalui karya, maka pengakuan itu akan adatang dengan sendirinya. Jangan sampai mengaku seniman tapi tidak ada karyanya.
Apa saja bentuk stimulus untuk seniman, terutama seniman-seniman muda?
Saya kira sudah banyak. Di bidang teater, kami terus menggalakkan festival di semua tingkatan. Kalau dulu hanya ada Festival Teater Jakarta, sekarang sudah ada Festival Teater Anak, Festival Teater Kampus, Festival Teater Pelajar, serta Festival Teater Tradisi.
Kedua, kami mengadakan pelatihan seni budaya di ruang publik yang sudah dilaksanakan di 5 wilayah. Bidangnya macam-macam, ada seni tari, vokal, teater, silat, dan lain-lain. Contohnya, Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur, sudah melaksanakan pelatihan seni budaya di 60 titik, di 10 kecamatan yang ada di Kota Jakarta Timur. Satu titik diajar oleh 1 instruktur kesenian. Instrukturnya dibayar per jam.
Jika rata-rata 1 kali pelatihan diikuti 25 anak, berarti sudah 1500 anak yang diberi pelatihan, di mana pelatihannya tidak hanya sekali. Rata-rata 10-15 kali pelatihan.
Di bidang sastra juga sedang kita kembangkan. Kita ingin ada asosiasi sastra di setiap wilayah dan menggelar festival sastra. Juga festival film pendek. festival musik, termasuk musik religi. Kemudian kegiatan seni rupa inklusif, yang diikuti oleh anak-anak berkebutuhan khusus.
Banyak sekali kegiatan di Dinas Kebudayan. Bukan hanya dipentaskan di Jakarta, tapi juga ke kota-kota lain, termasuk IKN (Ibu Kota Nusantara), dan luar negeri.
Terkait pengembangan tadi, apalagi yang sudah atau sedang berjalan?
Kami akan mendirikan SMA Kebudayaan di Setu Babakan. Semacam sekolah kejuruan. Insya Allah akhir tahun ini sudah siap. Nanti ada jurusan teater, sastra, musik, sejarah kebudayaan, dan lain-lain. Dari sana diharapkan lahir bibir-bibit seniman dan penggiat seni budaya
Sebenarnya apa kewenangan BLUD PKJ TIM?
BLUD adalah Badan Layanan Umum Daerah. BLUD Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) dulunya bernama Unit Pengelola (UP) PKJ TIM. UP bertransformasi menjadi BLUD berdasarkan surat ketetapan gubernur. Keberadaan UP, dan sekarang BLUD PKJ TIM, berada di bawah Dinas Kebudayaan Jakarta.
Konsepnya sama. Melayani setiap insan di TIM. Hanya sistem penataan keuanganmnya yang berbeda. Transformasi dari UP ke BLUD bertujuan agar menarik penerimaan daerah lebih baik. Walau pun berkait dengan kebudayaan, tapi banyak faslitas seni budaya yang memiliki potensi sebagai sumber penerimaan daerah.
Setiap pemasukan dari retribusi, sewa gedung, tiket, parkir, dan lain-lain, dikelola dan digunakan sebesar-besarnya untuk kegiatan BLUD. Berbeda dengan UP, BLUD bisa menggunakan langsung dana yang diterima, tidak disetopr dulu ke kas daerah. Sejak BLUD beroperasi penuh, dalam beberapa bulan saja sudah mendapat pemasukan Rp 2 miliar lebih. Uang itu digunakan untuk upgrade fasilitas di TIM. Nanti di akhir tahu akan kita launching Teater Kecil dengan lighting dan sound system baru yang terbaik, tidak kalah dengan fasilitas yang ada di gedung-gedung teater kelas dunia.
BLUD sangat bermanfaat untuk pengembangan ekosistem kebudayaan di Jakarta karena mengurangi ketergantungan kepada APBD. Oleh karenanya, penggiat atau komunitas seni budaya yang menggunakan Teater Besar atau Teater Kecil untuk pagelaran dan diyakini memiliki aspek komersialisasi, diwajibkan membayar sewa. Yang dimaksud aspek komersialisasi misalnya ada sponsornya, menggunakan dana CSR, dan lain-lain. Kalau kegiatan bersifat sosial, pemberian penghormatan kepada seniman, atau kegiatan yang bersifat pembaktian seperti donor darah, tidak dikenakan retribusi.
Artinya BLUD PKJ TIM tidak mendapat kucuran dana APBD lagi?
Tetap ada, selama pendapatan yang diperoleh belum bisa menutup seluruh biaya operasional, atau belum mampu perbaikan fasilitas penunjang. Bahkan saya mendorong, sudah sepantasnya pengalokasian anggaran dari APBD untuk kebudayaan harus jauh lebih besar dari sebelumnya dengan memperhitungkan aspek di masa mendatang.
Kebudayaan bukan untuk mencari untung. Kebudayaan harus dipandang sebagai investasi yang keluarnya bukan uang tapi karya, ide dan gagasan besar. Tujuannya jangka panjangnya, literasi meningkat, kriminalitas menurun, generasi muda memiliki kreatifitas tinggi sehingga tidak larut dalam penggunaan gadget secara berlebihan. Terciptanya generasi yang mandiri.
Saat ini Pemprov Jakarta sudah mulai konsentrasi pada investasi kebudayaan. Apalagi Jakarta sebagai kota global di mana ketersediaan infastruktur budaya harus lebih baik.
Sejalan dengan pemahaman bahwa kebudayaan harus dipandang sebagai investasi, bagaimana dengan komunitas kebudayaan yang baru tumbuh, belum memiliki kemampuan untuk menggaet sponsor tapi ingin pentas di TIM, apakah tetap dikenakan tarif untuk sewa gedung di TIM?
Ini pertanyaan yang sudah sering muncul terutama dari komunitas-komunitas yang ingin melaksanakan karya tapi perlu fasilitas yang baik. Perlu dipahami, tempat pentas kesenian dan buidaya di Jakarta bukan hanya TIM. Di setiap wilayah, dari Jakarta Selatan sampai Kepulauan Seribu, ada gedung Pusat Pelatihan Seni Budaya. Gedung-gedung itu bisa dipakai tanpa biaya, free. TIM mestinya hanya untuk puncak pegelaran. Kalau belum baik, silakan pentas dulu di Pusat Pelatihan Seni Budaya. Dengan demikian pentas di TIM menjadi kebanggaan tersendiri.
Selain TIM, kita juga menyediakan Gedung Kesenian Jakarta yang memiliki fasilitas terbaik se Indonesia. IT-nya baru, sound system juga baru. Memang tidak seluas TIM karena itu bangunan cagar budaya, Bentuknya tidak boleh diubah.
Tapi bagi komunitas yang sudah ingin tampil di Teater Besar atau Teater Kecil, karena merasa punya karya bagus tapi belum bisa menggaet sponsor, silakan hubungi Dinas Kebudayaan. Sebisa mungkin kita support. Kita ingin memuliakan karya orang, mimpi seniman. Tapi bangunannya juga harus dimuliakan dengan cara membayar retribusinya. Jadi setelah mendapat bantuan dari Dinas Kebudayaan, gunakan untuk membayar retribusi gedung.
Ada syarat khusus untuk mendapatkan bantuan itu?
Syaratnya karya yang akan dipentaskan bagus. Nanti dikurasi dulu. Kemudian juga pikirkan penontonnya. Untuk apa tampil di TIM kalau tidak ada yang menonton. Pakai cara-cara yang bisa menarik calon penonton, misalnya giveaway. Cara itu sudah sering kami adakan melalui akun Instagram (IG) Dinas Kebudayaan. Misalnya ketika akan ada acra, kita berikan 20 tiket gratis kepada followers IG Dians Kebudayaan. Itu cara mengedukasi calon penonton, dan berdampak pada peningkatan jumlah followers IG Dinas Kebudayaan yang sudah mencapai 80 ribu lebih.
Ada pesan untuk para seniman?
Seniman berbeda dengan kami. Kepala Dinas Kebudayaan boleh berganti, bisa siapa saja yang berperan. Tetapi seniman tidak boleh berganti. Bahkan ketika sudah tutup usia, tetap akan dikenang sebagai seniman.
Saya ingin sekali memberikan ruang pada semua seniman, bukan hanya satu dua orang. Ingin menciptakan ekosistem kesenian dan kebudayaan besar namun sejuk. Saling memuji, rukun. Bukan saling mendiskreditkan kualitas karya.
Terakhir, kepada semua seniman saya berpesan, jangan pernah berhenti berkarya. Dinas Kebudayaan akan berusaha membantu semaksimal mungkin.