PojokTIM – Banyak perpusatkaan desa yang memiliki koleksi buku cukup lengkap. Namun sayangnya tidak ada yang membaca. Oleh karenanya gerakan membangun perpustakaan perlu diikuti dengan gerakan membaca yang dilaksanakan di semua jenjang, termasuk keluarga.

Demikian dikatakan Demi Humaedi, staf ahli Bupati Kabupaten Bogor, ketika membuka acara peluncuran buku Antologi Puisi Buitenzorg yang digelar Komite Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Bogor (DKKB) dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Bogor ke-543, di Gedung Arpusda Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/6/2026). Puisi yang terangkum dalam antologi tersebut merupakan pilihan dan nominasi dari ratusan puisi tentang Bogor yang dikirim ratusan penyair dari berbagai daerah.

“Sekarang jarang kita temui keluarga yang senang membaca. Anaknya sibuk dengan handphone, demikian juga orang tuanya. Oleh karenanya gerakan membaca perlu digalakkan bukan hanya di sekolah, namun juga di dalam keluarga. Baca (buku) apa saja, termasuk baca Al Quran,” kata Deni.

Ditambahkan Deni, gerakan gemar membaca buku sangat penting karena dapat menambah wawasan seseorang, termasuk para pejabat dan tokoh masyarakat sehingga ketika pidato tidak itu-itu saja.

“Wawasan kita akan terlihat dari cara berkomunikasi, termasuk saat memberi sambutan. Pejabat yang tidak gemar membaca, (isi) pidatonya hanya mengulang-ulang,” tegas Deni.

Peluncuran Antologi Puisi Buitenzorg yang dipandu Julia Basri, juga diisi sejumlah kegiatan, termasuk parade baca puisi, pementasan seni budaya, dan juga diskusi, serta dihadiri pernyair-penyair ternama yang puisinya terpilih dalam antologi tersebut di antaranya Adri Darmadji Woko, Bambang Widiatmoko, Kurnia Effendi, Nanang R Supriyatin, Humam S Chudori, Rissa Churia, Khairani Piliang, Giyanto Subagio, Ikhsan Risfandi, Roy Dabut, Romy Sastra, Tora Kundera dan Ace Sumanta.

“Antologi Buitenzorg awalnya diikuti 630 penyair Indonesia, lalu diseleksi menjadi 144, dan selanjutnya dipilih 50 karya penyair Dari 50 karya penyair, ada karya yang diapresiasi dengan pola Karya Terpilih 1, 2, dan 3, serta Favorit 2 orang,” jelas Ketua DKKB Putra Gara.

Makna Puisi

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Prof Dr Males Sutiasumarga yang menjadi pembicara pertama dalam diskusi yang dipandu Herman Syahara, menekankan pentingnya makna dalam puisi dan impact yang dihasilkan.

“Ketika kita menulis puisi dan mendapat anugerah, berarti sudah lulus test of achievement. Tetapi apakah lulus test of performance? Belum tentu. Puisi (yang baik) mestinya juga impactful, memberi dampak. Apabila tidak memberi pengaruh terhadap orang (yang membaca dan mendengar), itu bukan puisi. Sekedar kumpulan kata-kata,” ujar Males yang membawakan materi berjudul Mengembalikan Puisi Pada Makna yang Asli.

Males mencontohkan beberapa karya Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, hingga Sutardji Calzoum Bachri.

“Oleh karenanya, penyair harus membuat puisi yang ada dampaknya, impactful. Terlebih saat ini alat publikasi lebih luas dengan adanya web, media sosial, dan lainnya,” tegas Prof Males.

Sementara Sihar Ramses Simatupang yang menjadi pembicara kedua, mengapresiasi puisi-puisi dalam Buitenzorg. Sihar mengaku terkesan dengan pendekatan para penyair dalam memahami Bogor dan ia dapat merasakan suasana yang dibangun, misalnya keramaian sekaligus kerinduan di stasiun.

Terlebih, menurut mantan Redaktur Budaya Sinar Harapan itu, Bogor memiliki banyak kisah yang layak menjadi tema puisi. “Bagaimana wisata kulinernya, istana, makam para pendiri Bogor, kebun raya yang dulunya menjadi tempat penelitian dan seleksi tanaman-tanaman dari Eropa supaya cocok di iklim tropis Indonesia. Bogor bukan lagi tentang hujan dan kabut,” kata sastrawan muda yang cukup aktif itu.

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini