Cerpen Rusmin Sopian

Ketika usianya memasuki angka 80 tahun, penduduk Desa Lilot mulai berkeyakinan, ajal Mang Liluk tinggal menghitung waktu saja. Melihat tubuh rentanya yang tergolek lemah dan ringkih, terbaring di ranjang tua peninggalan kompeni, barangkali tak sampai sekilo beras, Mang Liluk sudah berangkat ke alam baka. Dan tentunya rimba persilatan akan kehilangan pendekar paling melegenda di Kampung Lilot.

Pria tua yang selama hidupnya melajang ini dikenal penduduk Desa memiliki kekuatan yang amat supranatural. Bukan hanya mahir dalam melakoni aksi silat, namun pria renta ini juga amat tersohor sebagai seorang yang sakti.

Banyak orang sehat berkat doanya. Dan banyak pula para bangsawan pikiran bangsa yang menduduki posisi penting diberbagai posisi dan jabatan pada pemerintahan. Mulai dari Kepala Desa hingga Gubernur berkat tangan dinginnya. Singkat cerita dimata masyarakat Desa Lilot, Mang Liluk adalah manusia sakti.

Oleh karena itu sudah tiba waktunya,bagi lelaki yang menghabiskan masa hidupnya dengan sebatang kara di ujung Desa ini mewariskan berbagai keahlian yang dimilikinya, terutama keris yang dianggap orang kebanyakan sebagai keris titisan Gunung Benjol kembar Dua yang telah dimilikinya sejak puluhan tahun yang silam.

Sebelum semuanya terlambat, sebelum mayatnya dikuburkan, sudah sepantasnya Mang Liluk segera dan secepatnya menentukan siapa yang pantas mewariskan keris keramat itu.

”BujukLah kakek mu itu agar mau mewariskan keris itu sehingga kalian semua sebagai ahli warisnya kaya raya dan hidup senang,” pinta seorang kolektor kepada Roy, anak muda yang mengaku sebagai cucu Mang Liluk. Roy juga merupakan pemuda Desa Lilot yang memiliki lahan tambang.

“Keris itu lebih mahal harganya dari harga diri Mang Liluk sendiri,” umpat seorang kolektor barang antik yang sudah lama memburu barang keramat milik Mang Liluk namun selalu ditolak Mang Liluk.

”Sekali lagi mulutmu bicara seperti itu, kau akan mati . Angkat kalian dari rumah ini. Itu kalau engkau masih mau melihat indahnya rembulan malam ini,” gertak Roy. Dia datang ke rumah Mang Liluk begitu mendengar pria renta ini mulai sakit-sakitan.

Entah siapa yang memulai menebar cerita sehingga keris yang selalu terpampang diruang tengah rumah Mang Liluk itu jadi bahan perbincangan di kalangan orang Desa dan Kota. Mereka begitu yakin dan sangat yakin akan kesaktian keris yang dimiliki Mang Liluk.

Menurut cerita dari mulut ke mulut dulu pada era penjajahan, Mang Liluk pernah mau ditembak oleh tentara penjajah. Namun tembakan dari senapan tentara penjajah itu bukannya melukai badan Mang Liluk, tetapi malah mental dan kembali menuju tentara belanda itu.

Tiga hari kemudian tersiar kabar bahwa tentara Belanda itu meninggal karena selalu terbayang-bayang dengan keris itu yang selalu menghampirinya saat malam datang. Dan itulah sebabnya keris Mang Liluk disebut keris penebar bala bagi yang ingin menggangu.

Pernah juga ada cerita, bahwa keris itu bisa menyembuhkan penyakit orang lumpuh. Dalam perjalanan pulang menuju rumah, ditengah perjalanan Mang Liluk bertemu dengan seseorang yang tidak bisa berjalan. Lantas Mang Liluk menyuruh orang yang tidak bisa berjalan itu memegang kerisnya. Ajaibnya dalam hitungan detik, orang itu langsung bangkit dan berjalan sebagaimana orang normal lainnya.

Riwayat lain menuturkan bahwa barang siapa yang ingin mencalonkan diri menjadi Gubernur, Bupati bahkan pejabat di Kabupaten bila memakai keris pusaka Mang Liluk selalu berhasil. Tak heran menjelang Pilkada banyak mobil-mobil mewah parkir di depan rumah Mang Liluk. Berseliweran menuju rumah Mang Liluk. Bak showroom mobil berjalan. Terkadang hingga tengah malam, masih ada mobil-mobil mewah yang datang ke rumah pria renta itu. Oleh karena itu keris itu dinamai keris bertuah.

Mereka yang ingin memiliki keris bertuah itu, tak mau pusing soal nama keris itu. Apakah keris bertuah atau keris penebar bala sehingga yang memilikinya bukan hanya kebal dan memiliki kesaktian yang luar biasa bagi yang memakainya? Yang pasti telah ada kesepakatan diam-diam bahwa memang benar keris itu adalah keris Gunung Benjol bertuah yang amat termasyur di dalam silsilah dunia perkerisan.

Keris ini memiliki kesaktian yang amat luarbiasa. Menjadi incaran para kolektor barang-barang antik dunia internasional. Saat mereka mendengar bahwa ada pemilik keris Gunung Benjol bertuah di Desa Lilot, mereka berbondong-bondong mendatangi desa itu. Tepatnya ke rumah Mang Liluk.

”Keris itu mau Mamang bawa mati ya,” canda Roy yang kerap membawa minuman keras cap murahan untuk Mang Liluk.

Alhasil Mang Liluk bukan hanya kebal dari senjata namun juga kebal dari minuman. Buktinya berbotol-botol minuman yang dibawa Roy tak membuatnya mabuk atau teler.

”Siapa yang akan mewarisi keris itu Mang. Mohon diputuskan biar nanti tidak jadi sengketa,” bujuk Roy.

”Aku masih menunggu,” jawab Mang Liluk dengan suara pelan dan terbata-bata.

”Menunggu? Menunggu siapa? Menunggu mati. Apakah cucumu ini orang yang akan mamang wariskan sebagai pemegang amanah keris itu?” desak Roy.

Mang Liluk tidak bergairah menjawab pertanyaan cucu gadungan itu. Sejak semula Mang Liluk telah mencium aroma gelagat yang kurang dan tidak sehat dalam pikiran dan hati Roy.

Pemilik lahan pertambangan yang kabarnya mulai terancam usahanya itu karena penduduk disekitar lokasi penambangannya enggan menjual lahannya kepada Roy yang selama ini mereka anggap selalu bertindak kasar dan kadangkala sering membawa nama aparat dan pejabat untuk menakuti penduduk yang bertani disekitar lokasi penambangannya dengan mengatakan bahwa kebun yang penduduk garap adalah hutan produksi yang bisa membuat rakyat dikenai hukuman penjara karena dianggap merusak dan mengganggu kelestarian alam. Padahal isi hutan yang dikelola penduduk hanya berupa lahan rimba yang ditanami batang ubi dan keladi.

Mang Liluk juga kurang sreg dan amat tidak simpati dengan sikap Roy yang mau mentahnya saja. Tidak mau belajar. Itu dianggap Mang Liluk sebagai suatu sikap yang bukan mencerminkan naluri warga Desa Lilot yang senang bekerja keras dan pantang menyerah.

Sebenarnya ada juga pihak lain yang mengaku sebagai pewaris syah keris itu. Orang itu adalah Pak Sekdes. Tak heran dalam beberapa minggu terakhir ini, Pak Sekdes lewat orang sekitarnya, mulai menebarkan aroma keterkaitan hubungan antara Pak Sekdes dengan Mang Liluk.

Apalagi Pilkades tidak lama lagi akan digelar. Konon Pak Kades tidak mencalonkan diri lagi dan menjagokan Pak Sekdes sebagai penggantinya

”Saya kini baru tahu. Rupanya Pak Sekdes itu masih punya hubungan darah dengan Mang Liluk,” bual Roy di kedai kopi Ko Aloi.

”Itu mah sudah kabar basi. Penduduk disini sudah lama tahu soal pertalian darah antara Mang Liluk dengan Pak Sekdes. Jadi Pak Sekdes lah yang berhak sebagai pewaris keris sakti itu,” jawab Tomi.

Sementara itu para kolektor barang antik belum sepenuhnya percaya akan kesaktian dan kedigdayaan keris yang dimiliki Mang Liluk. Dalam setahun setidaknya, 2 kali keris itu harus didarahi dengan 15 ekor darah ayam jago. Sekali saja prosesi itu diabaikan, maka kesaktiannya pun hilang. Bagaimana mungkin Mang Liluk mampu melakukan prosesi itu sementara hidupnya hanya mengandalkan dari hasil kebun singkong yang tidak seberapa luasnya.

Kalau pun Mang Liluk masih menyimpan keris pusaka mbah Gunung benjol bertuah, toh kesaktiannya pun sudah tak  ampuh lagi. Jangan-jangan keris itu hanya sebagai keris biasa. Demikian pikiran dalam otak para pemburu kolektor barang antik itu.

Dugaan para kolektor itu tak sepenuhnya benar dan akurat. Mereka semua lupa dan alpa atas perbuatan baik manusia. Mereka para pemburu barang antik itu tidak tahu betapa berterimakasih nya para petani dan pekebun atas jasa Mang Liluk yang telah membantu mereka sehingga lahan pertanian yang telah mereka garap secara turun temurun itu gagal dijadikan lokasi pertambangan oleh perusahaan besar.

Atas jasa Mang Liluk yang meminta Pak Gubernur dan Pak Bupati untuk tidak menjadikan lahan pertanian pertanian penduduk sebagai lokasi pertambangan. Selagi Mang Liluk masih hidup tak kan ada yang berani mengganggu dan mengotak-atik soal kawasan pertanian milik penduduk. Itulah sebabnya secara bergilir dan bergotongroyong penduduk selalu menyediakan ayam jago ketika keris Mang Liluk hendak didarahi.

Apapun sanggup mereka lakukan untuk membantu Mang Liluk, orang yang telah membuat mereka bisa hidup dan bertani. Jangankan cuma ayam jago, sapi, kambing bahkan kerbau jantan pun sanggup mereka bantu untuk Mang Liluk.

Mang Liluk mulai resah. Pria gaek ini teringat akan amanah yang disampaikan Residen Belanda yang memberinya keris itu sebagai hadiah perpisahan saat Residen meninggalkan negeri ini.

Semasa muda, Mang Liluk adalah penjaga malam di rumah Residen Belanda.

Mang Liluk juga pandai memantun syair-syair kuno yang amat memikat hati bagi yang mendengarnya. Keahlian ini sama sekali tak diketahui oleh para warga karena Mang Liluk memang jarang memamerkan kepada penduduk. Hampir tiap malam, Mang Liluk mendendangkan dan menysairkan pantun-pantun kuno yang sarat nasehat bagi kehidupan.

Residen amat tertarik dan senang dengan syair pantun Mang Liluk yang membuat dirinya makin sadar arti kehidupan dan kemanusiaan. Sebelum Residen ke peraduan, biasanya Mang Liluk mensairkan pantun untuk Tuan Residen hingga kantuk datang menyerang. Bahkan kadangkala, kalau ada tamu penting dan pesta di rumah Residen, Mang Liluk selalu diminta untuk mensyairkan pantun di depan para tetamu Residen.

Dan biasanya mereka, para tamu Residen sangat senang atas syair pantun Mang Liluk yang sarat akan nasehat itu. Ketika sudah waktunya Residen pulang ke Belanda, sebagai tanda terima kasih atas pengabdian Mang Liluk, Residen memberinya keris yang selama ini selalu terpajang dengan eksotis di ruang tamu rumahnya sebagai ornamen rumah.

Residen berpesan bila saatnya ajal Mang Liluk tiba, maka keris itu harus ditanamkan dalam lubang yang dengan kedalaman 8,6 meter.

”Jadi siapa Mang orang yang beruntung akan amanah keris ini,” tanya Roy dengan penuh asa.

”Tanamlah keris itu ke dalam lobang sedalam 8,6 meter,” jawab Mang Liluk dengan nada suara terbata-bata.

Dalam hitungan detik, kepala Mang Liluk pun terkulai. Narasi sakral innalilahi wa inalillahi rojiun pun bergemuruh hingga menembus langit.

Toboali, Juli 2025

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini