PojokTIM– Kesuksesan sebuah film tidak hanya terletak pada kualitas kreatifnya, tetapi juga harmoni dalam kolaborasi tim di balik layar. Untuk mencapai hal itu, artis dan kru film harus memperoleh kepastian perlindungan hukum dalam bekerja.
Demikian dikatakan praktisi film Budi Sumarno dalam diskusi publik dengan tema “Pentingnya Artis & Crew Film dalam Membaca & Memahami Kontrak Produksi Film” di Perpustakaan Kemendikbudristek, Rabu (25/6/20224).
“Kontrak kerja dalam industri film tidak hanya melindungi pekerja atau kru yang terlibat dalam produksi, namun juga produser,” ujar Budi Sumarno yang juga penggerak serikat pekerja film.
Keberadaan organisasi profesi, termasuk film, menurut Budi, biasanya hanya fokus pada pembinaan dan peningkatan kemampuan anggota. Perlindungan hukum yang dilakukan sebatas menyelesaikan persoalan yang terjadi (kasuistik).
Sementara serikat pekerja langsung berhubungan dengan isu-isu peningkatan kesejahteraan pekerja.
“Dari sisi ini maka keberadaan serikat kerja menjadi penting bagi pekerja film karena selain membela dan memperjuangkan hak-hak pekerja, juga memberikan bantuan hukum dan pendampingan ketika berhadapan dengan pemberi kerja,” terang Budi.
Gunawan Pagaru sedang memaparkan materi diskusi. Foto: ist
Pembicara lain, Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Pagaru mengingatkan agar artis dan pekerja film selalu membaca kontrak kerja sampai tuntas dan benar-benar memahani isinya agar tidak terkena jebakan batman.
“Masih banyak artis atau pekerja film yang abai terhadap isi kontrak. Mereka hanya membaca sekilas, terutama yang menyangkut angka (honor). Padahal iqra (membaca) sangat penting, termasuk membaca isi kontrak kerja sampai tuntas sebelum menandatanganinya,” ujar Gunawan.
Menurut Gunawa, BPI sering mendapat aduan darti artis maupun kru film terkait pembayaran honor yang tertunda, jam kerja yang tidak jelas, sampai dengan jaminan kesejahteraan dan keselematan kerja.
“Terkait kontrak, biasanya setelah saya pelajari, hal-hal yang dikeluhkan ternyata ada dalam kontrak. Hanya saja dia tidak membacanya. Ini sering terjadi,” ujar Gunawan yang sudah berkecimpungan di dunia perfilaman nasional sejak 1980-an.
Anggota Pokja revisi UU Perfilman itu menekankan, selain mengingatkan agar membaca kontrak dengan hati-hati, sudah saatnya ada talent agent.
“Agen sangat penting untuk mengatasi keengganan talent membaca dan memahami isi kontrak secara menyeluruh,” tegas Gunawan.
Peserta diskusi publik terkait perfilman di Kemendikbudristek. Foto: Ist
Diskusi yang diselenggarakan Yayasan Sehati Seprofesi Indonesia dengan moderator Didang Prajasasmita juga menghadirkan praktisi hukum Adi Satria Noer, SH, MH dan Ketua Bidang Advokasdi BPI Rully Sofyan, SH yang membahas kedudukan kontrak kerja dari perspektif hukum.