PojokTIM – Kampung halaman adalah ingatan sampai akhir yang terus dihidupkan oleh manusia-manusia urban. Ingatan itu tersaring oleh waktu dari kepenatan dan rutinitas kota sehingga yang tersisa rindu pada orang-orang terkasih berbalut suasana alam yang indah.

Gambaran itu sangat nyata dalam puisi-puisi Tri Widiastuti yang terangkum dalam buku Rimba Nostalgia. Kenangan yang kuat akan rumah dan nostalgia bersama orang tuanya di Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah, menjadi ruh buku yang diterbitkan oleh Langit Fajar Publisher, Januari 2025.

Buku yang menghimpun 55 puisi dengan cover lukisan karya Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Bogor, Putra Gara, di-soft launching dalam acara buka bersama di pusat kuliner Gedung Trisno Soemardjo kompleks Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (2/3/2025).

“Alhamdulillah, buku Rimba Nostalgia akhirnya terbit. Saya ingin merayakan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada Pak Gara dan juga Pak Nanang R. Supriyatin yang telah menuliskan prolog dalam buku. Saya juga berterima kasih kepada Pak Bayu Win dari Penerbit Langit Fajar Publisher,” ujar Tri usai buka bersama dan penyerahan lukisan.

Hadir juga dalam kesempatan itu Ketua Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) Octavianus Masheka, penyair Giyanto Subagio, Guntoro Sulung, dan lain-lain.

Menulis puisi, bagi Tri, adalah menyalurkan hobi yang sudah disukai sejak kecil. Jika pun ia tidak menjadikannya sebagai jalan hidup sebagaimana penyair-penyair lain, Tri tidak kekurangan cinta pada dunia itu.

“Saya sadar diri, bahwa tidak mungkin puisi menghidupi saya. Namun karena mencintainya, saya (rela) bekerja untuk membiayai hobi menulis puisi dan kini menerbitkannya dalam sebuah antologi tunggal,” ujar penyair kelahiran Bukateja itu.

Tri bersyukur bisa belajar pada penyair-penyair hebat seperti Nanang, Haryono Sukiran hingga Narudin Pituin. “Bahkan saya sudah mengenal karya-karya Pak Nanang sejak remaja ketika puisinya dimuat di koran Suara Pembaharuan,” kata Tri.

Semenntara Nanang menilai, jejak kepenyairan Tri terlihat jelas dari untaian kata maupun tema-tema spesifik yang terkandung di dalamnya

“Kelebihan perempuan yang bergumul dengan dunia kata-kata, antara lain batinnya mudah tersentuh hal-hal yang tak terlupakan. Perasaannya yang halus membuatnya dengan mudah mengeksplorasi bahasa hati ke dalam bentuk puisi,” tutur Nanang.

 

Bagikan ke Media Sosial

Hubungi Admin Jika Ingin Meng-copy Konten Website ini