PojokTIM – Keberadaan para kalangwan di Indonesia dapat ditelusuri hingga abad VII Masehi ketika mereka menyuling kata dan menciptakan bahasa untuk membangun masyarakat yang terbayangkan (imagined communities) sebagai dasar dari pembentukan bangsa. Sejak itu kalangwan hadir, silih berganti yang jejaknya terentang hingga ribuan tahun.
“Kalangwan adalah mereka yang tenggelam dalam kuasa kata dan rupa, yang terpesona serta mabok dalam keindahan. Penggali makna dan banyak mewariskan istilah istilah bahasa yang dipakai hingga sekarang seperti Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, Dharma Agama, Negara dan banyak istilah lainnya,” ujar Taufik Razhen ketika memberikan sambutan dalam acara peresmian Kalangwan Indonesia Tanah Air (KITA). di Pasar Seni Ancol, Minggu, (28/4/2024).
KITA merupakan sebuah forum silaturahmi antar seniman dan budayawan untuk pemuliaan kata dan membangun teater-ingatan.
Taufik Razhen. Foto: Ist
Acara yang diselenggarakan oleh penggelola Kawasan Budaya Ali Sadikin (KABALIS) bertepatan dengan Hari Puisi Nasional. Selain pemetasan musik dan pembacaan puisi, acara bertajuk “Peringatan Abad Kalangwan dan Hari Puisi Nasional” yang dihadiri seniman dan budayawan Jakarta dan daerah lain itu juga diramaikan dengan pameran buku hingga pemutaran film.
Lebih lanjut, Taufik Razhen mengatakan, jejak karya kalangwan terpahat pada prasasti dan candi, pertunjukan wayang hingga kidung dalam sastra klasik. “Mereka menggunakan nama samaran untuk memperkukuh komunitas. Tradisi para kalangwan diteruskan secara turun temurun, dari generasi ke generasi hingga menenun rantai kesadaran dan ikatan bersama,” terang Razhen.
Kalangwan pada abad 20 telah meninggalkan proses kreatif pada prasasti dan candi. Mereka mengolah bahasa dan mencipta karya sastra di atas kertas sebagai penanda zamannya, dan bergumul dalam pembentukan Bahasa Indonesia. Generasi Balai Pustaka, Angkatan Revolusi, Angkatan 66 hingga di masa kontemporer, masing masing meninggalkan ciri dan karakter yang khas dan
Para kalangwan yang diperingati pada Abad Kalangwan 2024 adalah Ali Akbar Navis, Sitor Situmorang, Subagio Sastrowardojo, Pramudya Ananta Toer, Ali Audah, Ali Murtopo, Ahmad Sadali dan Ilen Suryanegara. “Mereka merupakan bagian dari kalawang moderen yang usianya sudah ada yang sampai satu abad,” ungkap Razhen.
Priadji Kusnadi dan Dyah Kencono Puspito Dewi. Foto: Ist
Sementara R. Kiki dari manajemen Pasar Seni Ancol mengungkapkan, acara Peringatan Abad Kalangwan 2024 merupakan respon atas penetapan Jakarta sebagai Kota Literasi dalam Jaringan Kota Kreatif UNESCO, pada tahun 2022 lalu. Sedang refleksi Abad Kalawang 2024 disampaikan Direktur Jaringan Kota Pusaka Indonesia Asfarinal St RG.
Tampil membacakan puisi dalam acara tersebut antara lain Anarka Sastrawan Lesbumi NUJU, Dyah Kencono Puspito Dewi dan Exan Zen. Ada pula pementasan lagu Kukuruyuk oleh salah satu seniman KABALIS.
Tak kalah seru, maestro siluet dan karikatur Priadji Kusnadi secara sepontan merespon dengan membuatkan siluet beberapa seniman yang tampil dalam acara tersebut. Priadji merupakan lulusan SRITB yang sejak tahun 1975 mengelola salah satu kios di Pasar Seni Ancol.
Sebagai penutup acara rangkaian Peringatan Abad Kalangwan dan Hari Puisi Nasional di KABALIS Pasar Seni Ancol digelar pemutaran dan bedah film garapan Exan Zen yang berangkat dari beberapa puisi Chairil Anwar. Tentu pemutaran film ini juga menjadi pemantik dialog antar peserta, sutradara dan penyelenggara acara.